Molnupiravir

senyawa kimia


Molnupiravir adalah obat antivirus dalam percobaan yang aktif secara oral dan dikembangkan untuk mengobati influenza. Molnupiravir adalah bakal obat dari turunan nukleosida sintetis N4-hidroksisitidina (juga disebut EIDD-1931) dan menggunakan tindakan antivirusnya melalui pengenalan galat-galat penyalinan semasa replikasi RNA virus.[1][2]

Nama sistematis (IUPAC)
[(2R,3S,4R,5R)-3,4-Dihydroxy-5-[4-(hydroxyamino)-2-oxopyrimidin-1-yl]oxolan-2-yl]methyl 2-methylpropanoate
Data klinis
Kat. kehamilan ?
Status hukum ?
Pengenal
Nomor CAS 2349386-89-4
Kode ATC None
PubChem CID 145996610
DrugBank DB15661
ChemSpider 84400552 YaY
UNII YA84KI1VEW
KEGG D11943
ChEBI CHEBI:180653
ChEMBL CHEMBL4650320
Sinonim MK-4482, EIDD-2801
Data kimia
Rumus C13H19N3O7 
  • InChI=1S/C13H19N3O7/c1-6(2)12(19)22-5-7-9(17)10(18)11(23-7)16-4-3-8(15-21)14-13(16)20/h3-4,6-7,9-11,17-18,21H,5H2,1-2H3,(H,14,15,20)/t7-,9-,10-,11-/m1/s1 YaY
    Key:HTNPEHXGEKVIHG-QCNRFFRDSA-N YaY

Obat ini dikembangkan di Universitas Emory oleh perusahaan inovasi obat universitas itu, Drug Innovation Ventures at Emory (DRIVE). Obat ini kemudian dimiliki oleh perusahaan Ridgeback Biotherapeutics yang berasal dari Miami yang kemudian bermitra dengan Merck & Co. bagi pengembangan lebih lanjut.[3]

Sejarah pengembangan

sunting

Molnupiravir dikembangkan di Universitas Emory oleh perusahaan inovasi obat universitas, Drug Innovation Ventures at Emory (DRIVE).[3] Pada tahun 2014, DRIVE memulai proyek penyaringan yang didanai oleh Defense Threat Reduction Agency untuk menemukan obat antivirus yang menyasar virus ensefalitis kuda Venezuela (VEEV), yang mengarah kepada penemuan EIDD-1931[4] Ketika diubah menjadi bakal obat EIDD-2801 (molnupiravir), senyawa tersebut juga menunjukkan aktivitas melawan virus RNA lain termasuk influenza, Ebola, chikungunya, dan pelbagai koronavirus.[4]

Nama obat ini terilhami dari palu Thor yaitu Mjölnir. Gagasannya adalah obat itu akan membunuh virus seperti pukulan dahsyat dari dewa petir.[5]

Profesor Universitas Negara Bagian Georgia Richard Plemper adalah peneliti utama hibah dari Institut Kesehatan Nasional untuk mengeksplorasi penggunaan molnupiravir melawan influenza.[6] Pada akhir tahun 2019, Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional menyetujui pemindahan molnupiravir ke dalam uji klinis Tahap I untuk influenza.[4]

Penggunaan medis

sunting

Molnupiravir telah digunakan untuk pengobatan penyakit coronavirus dengan gejala ringan hingga sedang (COVID-19) pada orang dewasa dengan hasil positif dari tes virus SARS-CoV-2 langsung, dan yang berisiko tinggi untuk berkembang menjadi COVID gejala berat.[7][8]

Kontraindikasi

sunting

Penggunaan pada kehamilan tidak dianjurkan. Belum ada penilitan yang dilakukan pada manusia untuk penggunaan Molnupiravir selama kehamilan untuk menilai risiko terhadap ibu atau janin. Berdasarkan penelitian pada hewan, obat ini diketahui dapat menyebabkan kerusakan janin. Selama organogenesis, kematian embriofetal dan teratogenisitas telah ditemukan terjadi pada tikus, dan didapati penurunan berat badan janin pada tikus dan kelinci. Ibu tidak dianjurkan menggunakan obat ini selama menyusui karena potensi yang merugikan pada bayi. Belum ada data mengenai sekresi obat atau metabolitnya dalam ASI. Belum diketahui apakah obat ini dapat berpengaruh pada bayi atau pada produksi ASI. Orang di bawah usia 18 tahun tidak disarankan menggunakan molnupiravir karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dan tulang rawan. Pada penelitian menggunakan objek tikus, ditemukan adanya toksisitas tulang dan tulang rawan pada pemberian dosis berulang.[9]

Efek samping

sunting

Ditemukan efek samping dalam studi MOVe-OUT fase III yakni diare (2%), mual (1%) dan pusing (1%), semua gejala ini termasuk gejala ringan atau sedang.[9]


Referensi

sunting
  1. ^ Toots M, Yoon JJ, Cox RM, Hart M, Sticher ZM, Makhsous N, et al. (October 2019). "Characterization of orally efficacious influenza drug with high resistance barrier in ferrets and human airway epithelia". Science Translational Medicine. 11 (515): eaax5866. doi:10.1126/scitranslmed.aax5866. PMC 6848974 . PMID 31645453. 
  2. ^ Toots M, Yoon JJ, Hart M, Natchus MG, Painter GR, Plemper RK (April 2020). "Quantitative efficacy paradigms of the influenza clinical drug candidate EIDD-2801 in the ferret model". Translational Research. 218: 16–28. doi:10.1016/j.trsl.2019.12.002. PMC 7568909 . PMID 31945316. 
  3. ^ a b Aleccia J (29 September 2021). "Daily pill to treat COVID could be just months away". ABC News. Kaiser Health News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 September 2021. Diakses tanggal 29 September 2021. 
  4. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Halford2020
  5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Mole2021
  6. ^ Emerson L. "Oral Drug Tested at Georgia State Recommended for Emergency Use Authorization to Treat COVID-19 Oral Drug Tested at Georgia State Recommended for Emergency Use Authorization to Treat COVID-19". Institute for Biomedical Sciences Georgia State University. Diakses tanggal 3 October 2021. 
  7. ^ "Summary of Product Characteristics for Lagevrio". GOV.UK (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-14. 
  8. ^ Commissioner, Office of the (2021-12-23). "Coronavirus (COVID-19) Update: FDA Authorizes Additional Oral Antiviral for Treatment of COVID-19 in Certain Adults". FDA (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-14. 
  9. ^ a b "Wayback Machine". web.archive.org. 2021-12-24. Archived from the original on 2021-12-24. Diakses tanggal 2022-01-14. 

Templat:Pandemi COVID-19