Mohamad Isa

politikus Indonesia
(Dialihkan dari Mohammad Isa)

drg. Mohammad Isa (4 Juni 1909 – 7 November 1979) adalah seorang dokter gigi, politikus, dan akademisi yang menjabat sebagai gubernur pertama Sumatera Selatan, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan sebagai rektor pertama Universitas Sriwijaya.

Mohamad Isa
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat
Masa jabatan
15 September 1960 – 20 Oktober 1966
PresidenSoekarno
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
24 Maret 1956 – 2 Mei 1964
PresidenSoekarno
Gubernur Sumatera Selatan ke-2
Masa jabatan
25 Juni 1948 – 1 Agustus 1954
Sebelum
Pendahulu
Dirinya sendiri
(sebagai Gubernur Muda Sumatera Selatan)
Sebelum
Gubernur Muda Sumatera Selatan ke-2
Masa jabatan
16 Oktober 1946 – 25 Juni 1948
PresidenSoekarno
Sebelum
Pengganti
Dirinya sendiri
(sebagai Gubernur Sumatera Selatan)
Residen Palembang
Masa jabatan
Mei 1946 – 1 Januari 1947
PresidenSoekarno
GubernurTeuku Muhammad Hasan
Sebelum
Pengganti
Abdul Rozak
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1909-06-04)4 Juni 1909
Kota Binjai, Deli Serdang, Hindia Belanda
Meninggal7 November 1979(1979-11-07) (umur 70)
Jakarta, Indonesia
Partai politikPartai Nasional Indonesia
Suami/istri
Siti Zainab
(m. 1928)
Anak3, termasuk Sjamsidar
Orang tua
  • Datuk Haji Ismail (ayah)
  • Zainab (ibu)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Kehidupan awal

sunting

Mohamad Isa lahir pada tanggal 4 Juni 1909 di Binjai, sebagai anak keempat dari dua belas bersaudara. Ayahnya, Datuk Haji Ismail, adalah seorang Penghulu Pekan (kepala pasar tradisional) di Binjai. Ia berasal dari Cangkiang, sebuah kampung di Kabupaten Agam, Sumatera Barat sekarang. Sebelum menikahi Zainab, ia sudah memiliki beberapa orang istri, tapi tidak dengan cara poligami. Sebagai Penghulu Pekan, Ismail mengajari anak-anaknya, termasuk Mohamad Isa, tentang dasar-dasar ajaran Islam dan membaca Al-Qur'an.[1]

Setelah lulus dari HIS (Hollandsch-Inlandsche School) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), ia meminta izin kepada ayahnya untuk melanjutkan studinya di AMS (Algemene Middlebare School, SMA) di Batavia. Semula Ismail enggan mengizinkan Mohamad Isa bersekolah di sana, namun akhirnya setuju dan Mohamad Isa berangkat ke Batavia.[1] Selama berada di AMS, ia terlibat dalam gerakan pemuda, seperti JIB (Jong Islamieten Bond, Persatuan Pemuda Muslim) dan NIPV (Vereeniging Nederlandsch Indische Padvinders, Gerakan Kepanduan Hindia Belanda).[2]

Setelah menyelesaikan studinya di AMS di Batavia, Mohamad Isa berencana belajar di STOVIT (School tot Opleiding van Indische Tandartsen, Sekolah Pelatihan Dokter Gigi Hindia). Saat itu, STOVIT merupakan sekolah kedokteran gigi pertama dan satu-satunya di Hindia Belanda. Mohamad Isa pindah dari Batavia ke Surabaya bersama Siti Ramelan, istrinya yang baru dinikahinya.[3] Karena keterampilan akademisnya yang mahir, Mohamad Isa, bersama 20 siswa lainnya, diterima untuk belajar di universitas tersebut. Salah satu teman sekelasnya adalah Moestopo, yang kemudian menjadi Pahlawan Nasional Indonesia.[4] Selama di sekolah, Mohamad Isa aktif berpartisipasi dalam gerakan politik. Pada tahun 1935, Mohamad Isa bergabung dengan Partai Indonesia Raya yang baru dibentuk, sebuah partai politik yang dibentuk oleh Soetomo sebagai hasil merger antara masyarakat politik Budi Utomo dan Persatuan Nasional Indonesia. Ia juga bergabung dengan organisasi pemuda Indonesia Muda, yang dibentuk pada tanggal 31 Desember 1930 sebagai perpaduan antara berbagai gerakan pemuda etnis.[5]

Berkat prestasi akademisnya di STOVIT, Mohamad Isa diangkat sebagai asisten salah satu dosen di STOVIT setelah lulus. Dua tahun kemudian, pada tahun 1938, Mohamad Isa mengundurkan diri dari jabatannya di STOVIT dan memutuskan untuk membuka klinik gigi di Palembang.[6]

Karier dokter gigi

sunting

Setelah mengundurkan diri dari STOVIT, Mohamad Isa melakukan perjalanan dari Surabaya ke Palembang. Dari Surabaya, Mohamad Isa dan keluarganya naik kereta api ke Batavia. Dari Batavia, mereka naik kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dan melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Boom Baru di Palembang. Setelah kedatangannya, ia menetap di sebuah rumah dan mendirikan klinik gigi di Palembang.[7] Saat itu belum ada klinik gigi lain di Palembang kecuali klinik Mohamad Isa. Klinik Mohamad Isa akan tetap menjadi satu-satunya klinik gigi di Palembang sampai tahun 1950-an. Namun, Mohamad Isa tidak pernah menetapkan harga untuk perawatan gigi, dan dia menjadi populer di kota.[8]

Di Palembang, Mohamad Isa bertemu dengan Adnan Kapau Gani. Seperti Mohamad Isa, Gani juga seorang perantau Minang. Gani memperkenalkan Mohamad Isa ke berbagai gerakan dan partai politik pro Indonesia di kota tersebut, seperti Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia Raya, Gerakan Indonesia Raya, dan Partai Sarekat Islam Indonesia. Sebagai anggota Partai Indonesia Raya, Mohamad Isa sering diundang untuk berbicara pada pertemuan politik antar partai.[9]

Pendudukan Jepang

sunting

Pada tanggal 14 Februari 1942, pasukan Jepang melancarkan serangan mendadak ke Palembang.[10] Palembang sepenuhnya diduduki oleh Jepang pada 16 Februari 1942,[10] dan pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang pada 9 Maret 1942.[11] Soekarno, pemimpin gerakan nasionalis, telah dibebaskan oleh Jepang dari pengasingannya di Bengkulu dan dibawa ke Padang.

Sebagai pemimpin Partai Indonesia Raya di Palembang,[12] Mohamad Isa berdiskusi dengan para pemimpin politik lainnya, seperti Adnan Kapau Gani, Nungtjik A.R., dan A.S. Sumadi dari Gerindo. Mereka berencana menjemput Sukarno di Padang dan membawa Sukarno ke Palembang.[13] Rencana tersebut berhasil, dan mereka pun berdiskusi dengan Soekarno tentang cara menghadapi Jepang. Aktivis politik anti-Jepang diputuskan akan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama akan berpura-pura bekerja sama dengan Jepang, sedangkan kelompok kedua akan mengorganisir perlawanan bawah tanah melawan Jepang.[14]

Meskipun Mohamad Isa mengorganisasi perlawanan bawah tanah melawan Jepang, pekerjaannya sebagai dokter gigi membuatnya tidak dicurigai oleh Jepang.[14] Mohamad Isa diangkat sebagai ketua harian Shu Shangi Kai (dewan kota) Palembang dan sebagai penasehat Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan).[2]

Salah satu kegiatan Mohamad Isa selama periode ini adalah secara aktif mendorong pemuda Sumatera Selatan yang bertubuh sehat dan kuat untuk bergabung dengan Gyugun, sebuah organisasi semi militer sukarela yang dibentuk oleh Jepang. Kampanye Mohamad Isa membuahkan hasil, karena sekitar 6.000 pemuda Sumatera Selatan bergabung dengan Gyugun. Anggota Gyugun kemudian menjadi cikal bakal angkatan bersenjata Indonesia di Sumatera Selatan.[15]

Menyusul kekalahan terus menerus Jepang dalam Perang Pasifik, Jepang membentuk Komite Persiapan Kemerdekaan di Sumatera Selatan. Mohamad Isa menjadi salah satu anggotanya. Komite tersebut pertama kali bertemu pada 7 Agustus 1945 dan membahas dasar-dasar kemerdekaan.[16]

Direktur utama PERMIRI

sunting

Jepang secara resmi menyerah pada 15 Agustus 1945, dan Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dua hari kemudian. Pada pagi hari tanggal 23 Agustus 1945, Adnan Kapau Gani mengadakan rapat untuk membahas pemerintahan pasca kemerdekaan Sumatera Selatan. Mohamad Isa yang hadir dalam pertemuan tersebut menjabat sebagai Kepala Dinas Perminyakan dan Pertambangan di Sumatera Selatan. Dalam kapasitasnya sebagai kepala urusan perminyakan dan pertambangan, Mohamad Isa diangkat sebagai Direktur Utama PERMIRI (Perusahaan Minyak Republik Indonesia). PERMIRI adalah perusahaan minyak pertama di Indonesia yang dikelola oleh orang Indonesia. PERMIRI didirikan oleh Adnan Kapau Gani dan mengoperasikan kilang minyak sisa di Sumatera Selatan, yang sebelumnya dimiliki oleh NIAM (Nederlansch Indie Aardolie Maatschappij) dan BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij), keduanya merupakan perusahaan minyak era Hindia Belanda.[17] Tugas utama Mohamad Isa sebagai CEO adalah memperbaiki kilang minyak di Plaju (sebelumnya dimiliki oleh BPM) dan Sungai Gerong (sebelumnya dimiliki oleh NIAM). Kedua kilang tersebut mengalami kerusakan berat akibat kampanye pengeboman yang dilakukan oleh Sekutu pada tahun 1944.[17]

Instruksi pertama Mohamad Isa sebagai Direktur Utama adalah untuk membangun fasilitas penyulingan minyak kecil di Kenten. Fasilitas kilang minyak di wilayah ini dipasok oleh jaringan pipa minyak di sekitar wilayah tersebut. Tak lama kemudian, cabang PERMIRI didirikan di Prabumulih dan Pendopo. Kilang minyak PERMIRI dikelola oleh siswa dari Sekolah Teknik Perminyakan di Plaju.[18]

PERMIRI kemudian membangun kilang minyak di Kenali Asam, Jambi. Kilang minyak di Kenali Asam menjadi kilang minyak pertama di Indonesia yang memproduksi bahan bakar jet. Eksperimen penggunaan bahan bakar jet Kenali Asam dilakukan pada Maret 1948, ketika Avro Anson milik Indonesia mendarat di Jambi untuk mengisi bahan bakar. Percobaan berhasil karena pesawat berhasil terbang tanpa kesulitan teknis. Sejak itu, bahan bakar jet Kenali Asam diekspor ke lokasi pengisian bahan bakar lain di Indonesia.[19]

Di bawah instruksi Mohamad Isa, PERMIRI melakukan ekspansi ke lokasi minyak lainnya di Sumatera Selatan. PERMIRI mendirikan kilang minyak di Prabumulih, Keluang, Sungai Angit, Banyuasin, Tanjung Enim, Pendopo, dan Talang Akar. Namun, setelah Agresi Militer Belanda I dimulai, Mohamad Isa menginstruksikan kepada karyawan PERMIRI untuk menghancurkan kilang minyak agar tidak digunakan oleh Belanda.[20]

Ketua Komite Nasional Indonesia Palembang

sunting

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Indonesia membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat untuk bertindak sebagai badan penasehat.[21] Tak lama kemudian, komite serupa dibentuk di seluruh Indonesia. Di Palembang, kota tersebut membentuk Komite Nasional Indonesia Palembang pada tanggal 3 September 1945. Panitia yang terdiri dari 40 anggota ini dipimpin oleh Mohamad Isa.[22]

Sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Palembang, Mohamad Isa dipercaya untuk bernegosiasi dengan Jepang. Ia juga menginstruksikan pembentukan Komite Nasional Indonesia untuk kabupaten-kabupaten di bawah Palembang.[23]

Karena sifat Komite Nasional Indonesia yang bersifat sementara, maka panitia tersebut memutuskan untuk mengganti dirinya menjadi Dewan Perwakilan Rakyat tetap. Panitia awalnya ingin mengadakan pemilihan untuk mengisi kursi, tetapi dibatalkan karena keadaan yang tidak menguntungkan. Sebagai gantinya, panitia menggelar Kongres Rakyat Palembang pada Desember 1945 untuk mengisi kursi. Kongres tersebut diselenggarakan oleh Mohamad Isa, Nungtjik A.R. dan Agus Rachman. Yang mengejutkan, sekitar 1.100 delegasi dari Palembang menghadiri kongres tersebut. Dari 1.100 delegasi ini, 60 di antaranya diangkat ke kantor[24]

Pada Januari 1946, dewan mengadakan sidang pertamanya. Sidang yang dipimpin Adnan Kapau Gani selaku Residen Palembang ini memutuskan untuk membentuk suatu badan pekerja untuk menjalankan kegiatan dewan sehari-hari. Mohamad Isa terpilih sebagai ketua badan pekerja.[25]

Residen Palembang

sunting

Lima bulan setelah sidang pertama DPR, Gani dilantik sebagai Gubernur Muda Sumatera Selatan, sehingga jabatan Residen Palembang lowong. Mohamad Isa diangkat sebagai Residen Palembang menggantikan Gani.[26]

Sebagai Residen Palembang, Mohamad Isa kerap menerima diplomat dan koresponden asing di kantornya. Koresponden asing biasanya mewawancarai Mohamad Isa untuk mendapatkan informasi langsung tentang Revolusi Nasional Indonesia yang sedang berlangsung. Feris Yuarsa, penulis biografi Mohamad Isa, mengatakan kunjungan diplomat China, India, dan Inggris membantu memperkuat pengakuan de facto atas kenegaraan Indonesia.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Yuarsa 2016, hlm. 1.
  2. ^ a b Ministry of Information 1954, hlm. 51.
  3. ^ Yuarsa 2016, hlm. 8.
  4. ^ Yuarsa 2016, hlm. 9.
  5. ^ Yuarsa 2016, hlm. 10.
  6. ^ Yuarsa 2016, hlm. 11.
  7. ^ Yuarsa 2016, hlm. 17.
  8. ^ Yuarsa 2016, hlm. 17-18.
  9. ^ Yuarsa 2016, hlm. 18.
  10. ^ a b Kelly 1985, hlm. 82.
  11. ^ Vickers 2005, hlm. 87.
  12. ^ Information Bureau of South Sumatra 1954, hlm. 184.
  13. ^ Information Bureau of South Sumatra 1954, hlm. 32.
  14. ^ a b Yuarsa 2016, hlm. 20.
  15. ^ Yuarsa 2016, hlm. 23.
  16. ^ Information Bureau of South Sumatra 1954, hlm. 35.
  17. ^ a b Yuarsa 2016, hlm. 30.
  18. ^ Yuarsa 2016, hlm. 31.
  19. ^ Yuarsa 2016, hlm. 33.
  20. ^ Yuarsa 2016, hlm. 33—34.
  21. ^ Kahin 1952, hlm. 136-140.
  22. ^ Information Bureau of South Sumatra 1954, hlm. 39.
  23. ^ Yuarsa 2016, hlm. 39.
  24. ^ Yuarsa 2016, hlm. 40.
  25. ^ Information Bureau of South Sumatra 1954, hlm. 53.
  26. ^ Information Bureau of South Sumatra 1954, hlm. 61.

Bibliografi

sunting

Kehidupan

sunting

M. Isa berasal dari Minangkabau, dengan latar belakang pendidikan cukup baik. Selesai dari HIS, ia melanjutkan pendidikannya ke MULO, kemudian AMS. Setelah itu ia menamatkan pendidikannya di STOVIT hingga mendapatkan gelar Drg (dokter gigi).

Pada tahun 1936, M. Isa memulai kariernya sebagai Asisten Dosen di Sekolah Dokter Gigi STOVIT. Dua tahun kemudian jabatan itu ditinggalkannya dan ia memutuskan untuk membuka praktik sendiri di Palembang.

Pada tahun 1945 ia menjadi Wakil Kepala Jawatan Kemakmuran, kemudian menjabat Pemimpin Umum Perusahaan Minyak Republik Indonesia (PERMIRI), yang pertama menguasai dan mengekploitir semua kilang dari BPM dan STANVAC yang berada di Keresidenan Palembang. Kemudian pada tahun 1945, ia diangkat sebagai Anggota Ketua Komisaris Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Palembang.

Berkat prestasinya yang menonjol, pada tahun 1946 M. Isa diangkat sebagai Residen Palembang, yang kemudian merangkap sebagai Gubernur Muda Provinsi Sumatera Selatan. Pada bulan Mei 1948, ia diangkat sebagai Gubernur Provinsi Sumatera Selatan menggantikan A.K. Gani.[1] Setahun kemudian, pada bulan Mei 1949, ia menjabat sebagai Komisaris Negara untuk Daerah Militer Sumatera Selatan. Sesudah Perjanjian Roem-Roijen, Pemerintah Pusat mengangkatnya sebagai Anggota Local Joint Committee, kemudian ditunjuk sebagai Penasehat Ahli dan delegasi RI di KMB.

Pada bulan Januari 1950, ia kembali menduduki jabatan Gubernur Provinsi Sumatera Selatan. Dua bulan kemudian, ia kembali menduduki jabatan rangkap sebagai Komisaris RIS untuk Negara Sumatera Selatan dan daerah Bangka-Belitung dengan tugas mengambil alih kekuasaan Wali Negara Sumatera Selatan. Tetapi pada bulan Nopember 1954, atas permintaan sendiri ia melepaskan jabatannya sebagai Gubernur Sumatera Selatan.

Pada bulan September 1955, ia menduduki jabatan sebagai Presiden Direktur NV Karet Sumsel. Dan bulan Maret 1956 ia diangkat sebagai anggota DPR-RI dari Partai Nasional Indonesia. Bulan Juni 1960, ia terpilih sebagai Anggota DPR Gotong Royong dan MPRS-RI. Kemudian bulan Oktober 1960 ia menjadi Rektor Universitas Sriwijaya.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil; Kronik Revolusi Indonesia, KPG, 2003
  2. ^ Yuarsa, Feris, 1967-. Mohamad Isa : pejuang kemerdekaan yang visioner. Koesoema, Gandjar Santosa,. Jakarta. ISBN 978-602-03-3392-2. OCLC 965370727.