Meifrizal lahir 12 Mei 1972 dari ayah Sofyan dan ibu Asnizar. Ia menyukai dunia sastra, khususnya puisi, sejak duduk di bangku sekolah dasar.[1] Akan tetapi, kemampuan menulis puisi baru diasahnya setelah waktu duduk di bangku sekolah menengah pertama. Pada waktu itu, puisi-puisinya diterbitkan di halaman puisi Koran Masuk Sekolah (KMS) yang merupakan terbitan rutin mingguan pada Harian Singgalang, sebuah koran lokal Sumatera Barat. Ia mulai serius menggeluti puisi ketika awal bersekolah di SMA, tahun 1989. Hasilnya adalah puisi-puisinya diterbitkan di halaman Budaya Minggu, Harian Haluan yang diasuh penyair Ruzli Marzuki Saria. Produktivitasnya semakin berkembang sejak masuk Fakultas Sastra, Jurusan Bahasa Indonesia, Universitas Andalas (Unand) Padang. Hal itu ditandai dengan ia menjuarai lomba cipta puisi tingkat mahasiswa se-Sumatera Barat, pada tahun 1993. Pada tahun yang sama, ia juga menjadi nominasi lomba cipta puisi se-Sumatera Barat yang diadakan oleh Yayasan Taraju Padang. Tahun 1994, ia melanjutkan kiprah kepenyairannya dengan menjadi 10 terbaik lomba Cipta Puisi se-Indonesia yang kembali diadakan oleh Yayasan Taraju Padang.[2]

Pada bulan Desember 1997, selain sebagai peserta, Meifrizal terlibat langsung dalam pelaksanaan kegiatan Pertemuan Sastrawan Nusantara IX dan Pertemuan Sastrawan Indonesia 1997 di INS Kayutanam, Sumatera Barat. Bersamaan dengan kegiatan tersebut, sastrawan kondang A.A. Navis mencatat nama Meifrizal sebagai seorang penyair Sumatera Barat dalam buku Geo Sastra dan Seni Minang Kabau, sebuah buku yang memuat informasi tentang sastrawan dan seniman, serta tokoh-tokoh nasional lainnya yang berasal dari Sumatera Barat. Tahun 1999, ia termasuk salah seorang penyair yang diundang untuk mengikuti Pertemuan Sastrawan Melayu Serumpun yang diadakan di Pulau Daik Lingga, Kepulauan Riau. Selain menulis puisi di berbagai media massa, puisi-puisi Meifrizal juga terhimpun dalam antalogi puisi bersama, seperti:

  1. Rumpun (Kumpulan Puisi Penyair Sumatera Barat—Taman Budaya dan Dewan Kesenian Sumatera Barat, 1992)
  2. Taraju (Kumpulan Pemenang Lomba Cipta Puisi se-Sumatera Barat—Yayasan Taraju Padang, 1993)
  3. Sahayun (Kumpulan Pemenang Lomba Cipta Puisi se-Indonesia,1994)
  4. Hawa 29 Penyair (Kumpulan Puisi Penyair Sumatera Barat, 1996)
  5. Slonding (Kumpulan Pemenang Lomba Cipta Puisi se-Indonesia—Yayasan Selakunda Bali, 1998)
  6. Makam (Kumpulan Puisi Indonesia-Pusat Pengajian Bahasa dan Kebudayaan Melayu Universitas Riau, Pekanbaru, 1999)
  7. Puisi Sumatera Barat 1999 (Kumpulan Puisi Penyair Sumatera Barat—Dewan Kesenian Sumatera Barat, 1999
  8. Memo Anti Terorisme 250 Penyair Indonesia (Forum Sastra Surakarta, 2016)
  9. Memo Antikekerasan Terhadap Anak Komunitas Memo Penyair (Forum Sastra Surakarta, 2016)
  10. Kumpulan Puisi Kopi 1.550 mdpl (Kumpulan Puisi Kopi Penyair Dunia, 2016)
  11. Puisi Menolak Korupsi 6 (2017).
  12. Kumpulan puisi tunggalnya yang sudah terbit adalah:
  13. Sihir Waktu (Rumah kayu Pustaka Utama, 2016)
  14. Kisah Sebelum Tidur (LeutikaPrio, 2016), dan
  15. Burung yang Lepas dari Sangkar Seperti Angan yang Tamasya ke Bintang-Bintang (Ganding Pustaka, 2017).

Saat ini, selain tetap aktif menulis puisi, ia juga berkecimpung di dunia pendidikan sebagai salah seorang guru di SMP Negeri 1 Lubuksikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.[2]

Referensi sunting

  1. ^ 2. Puteri Asmrini, dkk. 2003. Sepanjang Abad Sastrawan Sumatera Barat. Jakarta: Pusat Bahasa.
  2. ^ a b 1. Wawancara dengan Meifrizal, 13 oktober 2017.