Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo

Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo adalah salah satu peninggalan sejarah masa Islam di Indonesia. Masjid ini juga disebut Masjid Agung Purworejo. Masjid Agung Purworejo berdiri di Kampung Kauman, Desa Sindurjan, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo, tepatnya disebelah barat alun-alun Purworejo. Disekitar Masjid Agung Purworejo terdapat bangunan-bangunan penting, diantaranya yaitu kediaman Bupati, Kantor Pemerintah Kabupaten Purworejo, Gereja GPIB, serta penjara dan markas infanteri 412.

Bangunan Masjid Agung Purworejo.

Sejarah

sunting

Sejarah berdirinya Masjid Agung Purworejo tidak terlepas dari sejarah Purworejo sendiri. Purworejo dahulu dikenal sebagai Bagelan. Pada abad XIX Bagelan adalah wilayah agung Kasunanan Surakarta sedang tidak kondusif, sehingga mendorong Belanda untuk menentramkan wilayah tersebut dengan meminta bantuan Paku Buwono VI. Paku Buwono VI mengutus Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Kusumoyudho agar membantu Belanda menentramkan wilayah Bagelan. Belanda menjanjikan akan mengangkat KGPH Kusumoyudho sebagai penguasa wilayah tersebut apabila berhasil.[1]

Dalam usaha menentramkan wilayah Bagelan, KGPH Kusumoyudho dibantu oleh Raden Ngabehi Resodiwiryo. Raden Resodiwiryo berhasil mengamankan wilayah Bagelan, sehingga diangkat menjadi Bupati Tanggung yang kemudian bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Cokrojoyo. Setelah Perang Diponegoro berakhir, Belanda meminta seluruh wilayah Bagelan. Wilayah Bagelan kemudian berada di bawah kepemimpinan Residen A.I. Ruitenback yang berbentuk karesidenan. Oleh Komisaris van Sevenhoven, Karesidenan Bagelan dibagi menjadi empat, meliputi Kadipaten Brengkelan, Kadipaten Semawung (Semawon), Kadipaten Karangduwur, dan Kadipaten Ngaran.

K.R. Cokrojoyo yang menjadi Bupati Brengkelan mengubah nama Kadipaten Brengkelan menjadi Kadipaten Purworejo atas persetujuan Komisaris van Lawick van Pabst. Hal inilah yang menjadikan K.R. Cokrojoyo dikenal sebagai K.R. Adipati Cokronagoro I. K.R. Adipati Cokronagoro Imulai memerintah Kadipaten Purworejo pada tahun 1831. Pada masa pemerintahannya, K.R. Adipati Cokronagoro I mencetuskan pembangunan di Kadipaten Purworejo, antara lain saluran irigasi, bangunan kadipaten, dan Masjid Agung Kadipaten Purworejo.Yang mendapat tugas untuk membangun Masjid Agung adalah Pepatih Dalem Kadipaten Purworejo yang bernama Patih Cokrojoyo.

Pembangunan Masjid Agung Kadipaten dimulai pada tahun 1834. Pada tahun 1988 Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Purworejo Drs. H. Moch. Soeripto dan Ketua Takmir KH. Drs. Muh. Ghufron Faqih, mengubah nama Masjid Agung Purworejo menjadi Masjid Agung Darul Muttaqin Purworejo.

Peninggalan

sunting

Masjid Agung Purworejo memiliki kompleks yang terdiri dari serambi, ruang utama, mihrab, dana beberapa peninggalan masa Islam di Indonesia. Peninggalan yang ada di Masjid Agung Purworejo diantaranya yaitu mimbar, maksura dan bedug. Bedug yang ada di Masjid Agung Purworejo merupakan bedug terbesar di dunia. Bedug ini diberi nama Kyai Bagelan atau dikenal juga dengan Bedug Pandawa. Ukuran dari bedug Kyai Bagelan yaitu garis tengah ke belakang 194 cm, gari stengah ke belakang 180 cm, panjang 292 cm.

Referensi

sunting
  1. ^ Rahmawati, Endah (2017-09-12). "Masjid Agung Purworejo, Masjid dengan Bedug Terbesar di Dunia". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Diakses tanggal 2024-07-27.