Malam berinai[1] (bahasa Minangː malam bainai) adalah malam terakhir bagi calon pengantin wanita Minangkabau merasakan kebebasan sebagai wanita lajang. Secara harfiah, bainai berarti berinai atau memakai inai, yaitu melekatkan tumbukan halus daun pacar kuku (Lawsonia inermis) yang dalam istilah Minangkabau disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon pengantin wanita. Tumbukan halus daun inai ini jika dibiarkan lekat semalam, akan meninggalkan bekas warna merah cemerlang pada kuku.[2] Warna merah pada kuku memberi tanda bahwa wanita tersebut sudah menikah.[3] Tidak semua kuku jari tangan diberi inai, melainkan hanya sembilan jari. Hal ini mengandung makna, sepuluh berarti sempurna, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan.[4]

Malam bainai

Malam berinai merupakan bagian dari rangkaian ritual adat yang dimulai sejak beberapa hari sebelum hingga setelah pernikahan. Sebelumnya, calon mempelai wanita atau dalam bahasa Minang disebut anak daro (anak dara), melakukan ritual mandi-mandi. Pada hari tersebut anak daro memakai busana tokah (semacam selendang yang dibalutkan menyilang di dada sehingga bagian-bagian bahu dan lengan tampak terbuka).

Catatan

sunting
  1. ^ Yusuf, hlm. 2.
  2. ^ "Malam Bainai". Diakses tanggal 27 November 2017. 
  3. ^ "Malam Bainai (Malam Melekatkan Inai Pada Kuku Jari Pengantin Wanita)". Diakses tanggal 27 November 2017. 
  4. ^ "Malam Bainai, Malam Terakhir Sang Gadis Minang". Diakses tanggal 27 November 2017. 

Referensi

sunting
  • Yusuf; Toet (2012). Indonesia Punya Cerita: Kebudayaan dan Kebiasaan Unik di Indonesia. Penebar Swadaya. ISBN 978-979-788-346-1.