Bokoi

primata endemik di Indonesia
(Dialihkan dari Macaca pagensis)

Bokoi atau bokkoi (Macaca pagensis) adalah sejenis monyet yang menyebar terbatas (endemik) di Kepulauan Mentawai, lepas pantai barat Sumatra. Nama itu adalah sebutan yang sering digunakan oleh penduduk Kepulauan Mentawai untuk menyebut hewan tersebut. Nama lainnya adalah beruk mentawai, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut dengan nama Pagai Island Macaque.[2][3] Epitet spesifiknya, yaitu pagensis, berarti "berasal dari Pagai"; merujuk kepada pulau-pulau Pagai di Kepulauan Mentawai sebagai habitat asal beruk ini.

Bokkoi
Macaca pagensis Edit nilai pada Wikidata
Status konservasi
Terancam kritis
IUCN39794 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
KelasMammalia
OrdoPrimates
SuperfamiliCercopithecoidea
FamiliCercopithecidae
GenusMacaca
SpesiesMacaca pagensis Edit nilai pada Wikidata
(Miller, 1903)
Tata nama
ProtonimMacacus pagensis Edit nilai pada Wikidata
Distribusi

Peta wilayah sebaran bokkoi

Gambaran

sunting

Secara umum bokoi mirip dengan beruk pada umumnya.[4] Perbedaan bokkoi dengan beruk jenis lain adalah pada rambut bagian pipi dan mahkota.[4] Bagian pipi bokkoi berwarna lebih gelap daripada beruk lainnya, sedangkan mahkota bokkoi berwarna cokelat serta rambut pada dahi kepala lebih panjang.[4] Bokoi memiliki kantong pipi yang terlihat jelas.[4] Punggung dan tangannya sering digunakan untuk membawa barang dan makanan.[4] Bulu bokoi berwarna cokelat gelap pada bagian belakang sedangkan pada bagian leher, bahu dan bagian bawah berwarna cokelat pucat.[4] Kaki bokoi juga berwarna coklat.[4]

Bokoi memiliki tubuh dengan panjang hewan jantan antara 45 hingga 55 cm sedangkan untuk bokoi betina memiliki panjang antara 40 hingga 45 cm.[4] Bokoi memiliki ekor yang cukup panjang, baik bokoi betina maupun jantang memiliki ukuran panjang antara 10 sampai 16 cm.[4] Beruk jenis ini memiliki ukuran cukup besar, beruk jantan rata-rata memiliki berat badan sebesar antara 6 sampai 9 kg.[4] Beruk betina memiliki berat badan yang sedikit ringan yaitu antara 4,5 hingga 6 kg.[4]

Perilaku

sunting

Bokoi merupakan binatang yang aktif pada siang hari atau biasa disebut dengan istilah diurnal.[5] Bokoi hidup dalam kelompok, setiap kelompok terdiri dari lima hingga dua puluh lima ekor.[5] Satu kelompok bokoi biasanya dipimpin oleh seekor hewan jantan.[5] Kadang-kadang terjadi perkelahian antara bokoi jantan pemimpin kelompok untuk merebut bokoi betina dari kelompok yang lain.[5]

Bokoi berjalan dengan cara merangkak untuk mencari makanan.[5] Makanan bokoi adalah dedaunan, bunga, biji-bijian, serta bua-buahan.[5] Hewan ini lebih banyak hidup di atas pohon dengan ketinggian antara 24 hingga 36 meter.[5] Saat akan mencari makan, kelompok bokoi akan bergerak bersama dengan dipimpin oleh seekor beruk jantan.[5] Beruk jantan ini akan memberikan tanda untuk berkomunikasi dengan suara atau teriakan yang khas.[5]

Bokoi berkembangbiak dengan cara beranak.[5] Betina yang sudah siap kawin akan menampakkan alat kelamin yang bengkak.[5] Masa kehamilan bokoi adalah lima sampai enam bulan dan sebagian besar hewan betina melahirkan hanya satu bayi.[5] Setelah melahirkan anaknya, induk bokoi akan memakan plasenta anaknya serta menjilati tubuh anaknya sampai bersih.[5]

Habitat dan persebaran

sunting

Bokoi adalah hewan endemik Kepulauan Mentawai.[6] Hewan ini sering ditemui di beberapa habitat seperti hutan bakau, hutan pantai, hutan sekunder, hutan primer, dan hutan-hutan di dekat pemukiman warga.[6] Persebaran bokoi hanya terbatas di Pulau Pagai Selatan, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Sipora di Kepulauan Mentawai, Sumatra.[7]

Status konservasi

sunting

Bokkoi kini keberadaannya terancam punah. Daftar Merah IUCN memasukkan bokkoi ke dalam kategori Kritis (Critically Endangered). Perburuan bokoi yang berlebihan membuat jumlah populasi beruk ini semakin berkurang. Pada sisi yang lain, pertambahan penduduk di Kepulauan Mentawai menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal dan lahan perkebunan meningkat. Hal tersebut berdampak pada tutupan hutan yang ada di kepulauan tersebut, yaitu banyak hutan yang dibuka menjadi daerah pemukiman dan perkebunan. Populasi bokoi kini hanya tersisa sekitar 2.100-3.700 ekor. Padahal pada tahun 1980-an populasinya masih tercatat sebanyak 15.000 ekor.[8]

Predator dari bokkoi adalah elang-ular bido, ular sanca, dan manusia. Manusia adalah predator terganas yang dapat menyebabkan populasi bokai semakin terus berkurang drastis.[7]

Rujukan

sunting
  1. ^ Miller, G.S. Jr. 1903. Seventy new Malayan mammals. Smithsonian Miscellaneous Collections, 45: 1-73 (Article no 1420, Macacus pagensis p.61, Plate XI, XII, and XIII.)
  2. ^ "Melestarikan Alam Indonesia". Yayasan Obor Indonesia. Diakses tanggal 9 Mei 2014. 
  3. ^ Groves, C.P. (2005). Wilson, D.E.; Reeder, D.M., ed. Mammal Species of the World: A Taxonomic and Geographic Reference (edisi ke-3). Baltimore: Johns Hopkins University Press. ISBN 0-801-88221-4. OCLC 62265494. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k "Mentawai macaque". Arkive. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-23. Diakses tanggal 9 Mei 2014. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m "Macaca pagensis". Encyclopedia of Life. Diakses tanggal 9 Mei 2014. 
  6. ^ a b "Population genetics of the two Mentawai macaques" (PDF). Siberut Island.org. Diakses tanggal 10 Mei 2014. [pranala nonaktif permanen]
  7. ^ a b "Mentawai macaque". The Primata. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-03. Diakses tanggal 9 Mei 2014. 
  8. ^ "Macaca pagensis". IUCN Red List. Diakses tanggal 9 Mei 2014.