Lukat Gni merupakan sebuah prosesi peperangan dengan sarana api di desa Satria, Klungkung. Bahan yang digunakan berupa daun kelapa kering.[1]

Pemuda yang sedang menerima pukulan api

Kata Lukat Gni terdiri dari lukat dan gni. Lukat/malukat berarti pembersihan dari segala kotoran lahir/bathin, dan gni berarti api. Lukat gni dapat diartikan sebagai sebuah tradisi pembersihan atau penyucian mikrokosmos dan makrokosmos dari segala kekotoran atau mala dengan sarana api dan menjaga keseimbangan alam dan manusia, sehingga terjadi keharmonisan dalam pelaksanaan catur berata panyepian.[1][2]

Prosesi

sunting

Tradisi lukat gni dilakukan sehari menjelang Nyepi, menggunakan sarana daun kelapa kering yang diikat sebanyak 36 lembar atau dijumlah sembilan. Jumlah ini berarti sembilan penjuru arah mata angin atau Dewata Nawa Sanga sebagai pelindung atau benteng keselamatan.[3] Selain itu, obor sebanyak 33 buah juga melengkapi pelaksanaan tradisi ini. Jumlah 33 ini sebagai kekuatan yang terbagi sesuai arah mata angin dan warna. Dari arah timur sebanyak lima buah, selatan sembilan buah, barat tujuh buah dan utara empat buah serta posisi tengah sebagai poros utama sebanyak delapan buah.[3] Seperti di medan perang dengan diiringi blaganjur, pemuda satu per satu saling berhadapan. Senjata mereka merupakan daun kelapa kering, yang sudah dibakar api menggunakan obor yang dibawa oleh pemudi. Setelah keduanya siap, kedua pemuda yang saling berhadapan ini kemudian saling memukulkan punggung lawannya, menggunakan daun kelapa kering yang terbakar.[3]

Referensi

sunting
  1. ^ a b “Lukat Gni”, To maintain balance and purity of macrocosm and microcosm, Bali TravelNews, 31 Maret 2017, diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-13, diakses tanggal 13 Juli 2019 
  2. ^ Krama Puri Satria Kawan Gelar Lukat Gni, Nusa Bali, 30 Maret 2017, diakses tanggal 13 Juli 2019 
  3. ^ a b c Lukat Gni apa itu?, Bali TravelNews, 10 Maret 2019, diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-13, diakses tanggal 13 Juli 2019