Leungli atau Si Leungli adalah dongeng rakyat Sunda Indonesia.[1] Dongeng ini bercerita tentang persahabatan antara seorang gadis bungsu yang malang dan teraniaya dengan seekor ikan mas ajaib bernama Leungli yang selalu membantu dan menghibur si Bungsu tiap kali gadis malang itu diperlakukan dengan buruk oleh kakak-kakak laki laki

Lukisan si Leungli karya Mellonnadiaart

Ringkasan cerita

sunting

Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa hiduplah tujuh orang saudari yatim piatu. Anak gadis bungsu adalah satu-satunya saudara tiri dari pernikahan mendiang orang tua mereka. Sifat kakak-kakaknya dan sifat si Bungsu sangat bertolak belakang. Si Bungsu adalah anak yang rajin, baik hati, jujur, dan rendah hati. Sedangkan kakak-kakaknya bersifat malas, sombong, angkuh, dan dengkian. Keenam kakak-kakaknya yang pemalas ini selalu menyuruh si Bungsu untuk mengerjakan sendiri banyak pekerjaan rumah, mulai dari mencuci, memasak, dan membersihkan rumah

Pada suatu hari si Bungsu secara tidak sengaja menghanyutkan pakaian seorang kakaknya saat mencuci pakaian di sungai. Kakaknya memarahinya, menghukum dan memukulnya, serta memerintahkan si Bungsu untuk mencari pakaiannya yang hilang sampai ditemukan atau ia tidak akan diperbolehkan kembali ke rumah.

Dalam kesedihannya si Bungsu pergi ke tepi sungai dan menangis seorang diri. Tiba-tiba muncullah seekor ikan mas bersisik keemasan, berlompatan kesana kemari berusaha menghibur si Bungsu. Ajaibnya, ikan mas ini dapat berbicara dengan manusia, dan namanya adalah Leungli. Leungli membantu si Bungsu menemukan pakaian yang hanyut, dan si Bungsu pun berterima kasih kepada Leungli atas kebaikannya. Sejak saat itu, Leungli menjalin persahabatan dengan si Bungsu dan selalu setia mendengarkan curahan hati, menghibur, bermain dan menggembirakan hatinya. Si Bungsu selalu menyisakan nasi jatah makan hariannya yang sudah sedikit itu untuk dibagikannya kepada Leungli. Tiap kali ia ingin bertemu Leungli, ia akan membawa sepincuk nasi, mencelupkan ujung rambutnya ke dalam sungai, dan menyanyikan pantun Sunda memanggil-manggil Leungli, maka ikan mas ajaib itu pun akan muncul.

Kakak-kakak perempuan si Bungsu penasaran dengan perubahan sikapnya yang belakangan tampak lebih tabah dan gembira, meskipun mereka senantiasa berlaku buruk terhadapnya. Kakak-kakaknya pun mengikuti si Bungsu secara sembunyi-sembunyi, dan akhirnya mengetahui keberadaan ikan ajaib bernama Leungli itu. Kakak-kakak si Bungsu yang iri dengki bersiasat untuk menangkap Leungli. Mereka mempelajari cara-cara memanggil Leungli yang dilakukan oleh si Bungsu, yaitu dengan membawa sepincuk nasi hangat, mencelupkan rambut ke dalam air sungai, dan menyanyikan tembang pantun untuk memanggil Leungli. Leungli pun tertipu dan terperangkap jaring kakak-kakak yang jahat tersebut. Dengan sia-sia ia mencoba untuk berontak, tetapi berhasil dilumpuhkan.

Tanpa mengetahui nasib buruk yang telah menimpa sahabatnya, si Bungsu berusaha memanggil Leungli. Tapi semua itu sia-sia karena si Leungli tak pernah muncul kembali. Dengan sedih si Bungsu pun pulang ke rumah, tetapi sesampainya di dapur, betapa terkejutnya ia saat menemukan sisik ikan mas dan tulang-belulang ikan sisa-sisa jasad si Leungli di atas piring. Kakak-kakaknya yang jahat rupanya telah memasak si Leungli untuk makan siang. Sambil menangis si Bungsu pun menguburkan jasad si Leungli di kebun halaman belakang rumahnya. Beberapa hari kemudian, secara ajaib di atas kuburan si Leungli muncul sebuah pohon emas, berdaun emas, dan berbuah intan permata. Anehnya, siapa pun kecuali si Bungsu, akan gagal saat bermaksud memetik daun emas dan buah permata itu, karena tiap kali akan dipetik daun atau buah itu berubah menjadi debu dan musnah.

Kabar mengenai pohon emas ajaib itu sampai ke keraton, dan membuat pangeran putra mahkota yang tampan tertarik untuk melihat pohon ajaib itu secara langsung. Pangeran akhirnya mendengar kisah Leungli sesungguhnya dan terkagum-kagum akan keluhuran budi, kebaikan, dan kecantikan si Bungsu. Mereka pun bertemu dan saling jatuh cinta. Akhirnya si Bungsu diboyong ke keraton, dinikahi oleh sang pangeran, dan mereka pun hidup bahagia bersama selamanya.

Moral cerita

sunting

Leungli adalah dongeng anak-anak tradisional Sunda. Kisah ini merupakan sarana pendidikan yang mengajarkan anak agar bersikap baik terhadap saudara-saudaranya dan juga terhadap semua makhluk hidup (dalam hal ini ikan mas). Secara tradisional, orang tua mendongeng kepada putra-putri mereka menjelang tidur dan mengharapkan agar sang anak memetik teladan dari si Bungsu yang bersifat rajin dan baik hati. Dongeng ini juga mengangkat tema moral tradisional, yakni mereka yang baik akan mendapatkan pahala sedangkan yang jahat akan mendapatkan hukuman. Kisah yang bersifat karma dan fabel yang mengajarkan kemurahan hati dan kebajikan ini hampir serupa dengan kisah Jataka dalam Budhisme. Hal tersebut mungkin bisa ditelusuri dari jejak leluhur orang Sunda yang menghormati alam sekaligus pengaruh agama Hindu-Budha pada masa lalu.

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Si Leungli". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-10-29. Diakses tanggal 2011-01-24.