Langit menurut Islam


Langit menurut Islam adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang dapat diamati oleh manusia. Keyakinan penciptaan langit dan Bumi oleh Allah selama enam masa merupakan bagian dari akidah Islam. Kedudukan langit lebih rendah dibandingkan dengan manusia dari segi tanggung-jawab yang diberikan oleh Allah atas penciptaannya. Salah satu sifat langit yang dinyatakan oleh Allah ialah sulit ditembus. Langit menurut Islam berfungsi sebagai sumber keberkahan dan hikmah. Langit juga menjadi tempat tinggal bagi para malaikat. Pengisahan tentang langit antara lain kisah Isra Mikraj yang dialami oleh Nabi Muhammad dan kisah pemberian hidangan dari langit kepada Nabi Isa.

Penciptaan sunting

Langit merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah. Keberadaannya tampak dan dapat diamati dan dirasakan oleh indra manusia.[1] Penciptaan langit oleh Allah merupakan sebuah keyakinan dalam akidah Islam.[2] Pernyataan penciptaan langit disebutkan dalam Surah Al-An'am ayat 101.[3] Allah mengisyaratkan penciptaan langit bersama dengan Bumi serta segala isinya selama enam masa. Keterangannya berasal dari Surah Al-Furqan Ayat 59 dan Surah As-Sajdah Ayat 4. Penyebutan enam masa ditafsirkan sebagai masa dalam persepsi manusia.[4]

Kedudukan sunting

Kedudukan langit sebagai makhluk ciptaan Allah lebih rendah dibandingkan dengan manusia.[5] Langit tidak mampu menanggung tanggung jawab yang diberikan oleh Allah berupa wahyu dalam kehidupan yang nyata. Karenanya, Allah menetapkan manusia sebagai makhluk pilihan untuk menanggungnya.[6] Kemudian, keberadaan langit dan segala isinya telah ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Keterangannya dalam Surah Az-Zukhruf ayat 13.[7] Karena itu, segala urusan yang ada di langit menjadi urusan Allah dan mencakup bagian dari kekuasaan-Nya. Keterangannya dalam Surah Yunus ayat 3.[8]

Sifat sunting

Sulit ditembus sunting

Allah menyatakan bahwa langit merupakan sesuatu yang sulit ditembus. Langit dapat ditembus hanya dengan kekuatan yang mencukupi untuk menembusnya. Keterangan ini ada dalam Surah Ar-Rahman ayat 33. Langit kemudian dapat ditembus setelah perkembangan ilmu mampu mempersiapkan penjelajahan planet-planet.[9]

Fungsi sunting

Sumber keberkahan sunting

Isi dari langit diciptakan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia.[10] Keberkahan dari langit merupakan pemberian dari Allah. Pemberian ini dikhususkan kepada orang-orang yang bertakwa. Keterangannya dari Surah Al-A'raf Ayat 96.[11]

Sumber hikmah sunting

Surah Yunus ayat 101 berisi perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad untuk memerhatikan isi dari langit dan Bumi secara rinci. Tujuannya agar manusia mempergunakan akalnya dalam mempelajari, meneliti dan mengelola sumber daya alam serat makhluk lain di dalamnya.[9]

Tempat tinggal malaikat sunting

Langit merupakan salah satu tempat tinggal bagi malaikat selain Bumi. Sebagian besar malaikat menempati langit untuk melaksanakan perintah Allah.[12]

Pengisahan sunting

Isra Mikraj sunting

Isra Mikraj mengisahkan kejadian perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram menuju ke Masjidil Aqsa dilanjutkan perjalanan menuju melintasi langit menuju ke Sidratul Muntaha. Kisah ini disebutkan dalam Surah Al-Isra' Ayat 1. Perjalanan melintasi langit merupakan salah satu bagian dari kenabian Muhammad. Kisah ini berada di luar nalar manusia karena pada masa Nabi Muhammad hanya ada transportasi darat. Hal lain yang tidak dapat dicapai nalar ialah waktu perjalanan yang hanya semalam. Jarak antara Masjidil Haram di Makkah dan Masjidil Aqsa di Palestina sekitar 1.500 km yang tidak mungkin ditempuh hanya semalam meskipun dengan transportasi darat pada masa itu.[13]

Hidangan dari langit sunting

Allah telah menurunkan hidangan dari langit setiap hari kepada Nabi Isa sebagai salah satu bentuk mukjizat baginya. Hidangan ini disajikan dalam piring-piring berukuran besar yang dikhususkan bagi pengikut Nabi Isa. Sebagian ulama berpendapat bahwa mukjizat ini diberikan oleh Allah ketika kondisi kemiskinan menimpa Nabi Isa dan pengikutnya. Pemberian hidangan ini bertujuan untuk menguatkan fisik mereka sehingga mampu melaksanakan ibadah.[14]

Referensi sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Burhanuddin 2016, hlm. 102.
  2. ^ Imawan 2020, hlm. 39.
  3. ^ Burhanuddin 2016, hlm. 106.
  4. ^ Rohidin 2020, hlm. 19.
  5. ^ Aksa, Fauzah Nur (2015). Pendidikan Agama Islam (PDF). Lhokseumawe: Unimal Press. hlm. 18. ISBN 978-602-1373-38-5. 
  6. ^ Syafaruddin, Pasha dan Mahariah 2017, hlm. 5.
  7. ^ Nawawi, Ahmad (Maret 2015). Syah, Hakim, ed. Pengantar Studi Islam: Perspektif Metodologi (PDF). Sleman: Azzagrafika. hlm. 61. ISBN 978-602-1048-19-1. 
  8. ^ Syafaruddin, Pasha dan Mahariah 2017, hlm. 6.
  9. ^ a b Rohidin 2020, hlm. 96.
  10. ^ Mahri, A. J. W., dkk. (Juni 2021). Irfan S, M., dkk., ed. Ekonomi Pembangunan Islam (PDF). Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia. hlm. 17. ISBN 978-602-60042-7-7. 
  11. ^ Bakhtiar, Nurhasanah (Februari 2018). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PDF). Sleman: Aswaja Pressindo. hlm. 102. ISBN 978-602-18663-1-3. 
  12. ^ Imawan 2020, hlm. 44.
  13. ^ Purwanto, Agus (Agustus 2012). Nalar Ayat-Ayat Semesta: Menjadikan AI-Quran sebagai Basis Konstruksi llmu Pengetahuan. Bandung: Penerbit Mizan. hlm. 239. ISBN 978-979-433-730-1. 
  14. ^ Robiansyah (Desember 2020). Tim Halaman Moeka, ed. 40 Doa Pilihan dari Al-Quran. Jakarta: Halaman Moeka Publishing. hlm. 43. ISBN 978-602-269-420-5. 

Daftar pustaka sunting