Kupu-kupu elang

spesies serangga
Kupu-kupu elang
Acherontia atropos MHNT
Acherontia atropos MHNT
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. atropos
Nama binomial
Acherontia atropos
Peta penyebaran (merah: penyebaran sepanjang tahun; jingga: kemungkinan penyebaran pada musim panas)
Sinonim
  • Sphinx atropos Linnaeus, 1758
  • Acherontia sculda Kirby, 1877
  • Acherontia solani Oken, 1815
  • Acherontia atropos charon Closs, 1910
  • Acherontia atropos confluens Dannehl, 1925
  • Acherontia atropos conjuncta Tutt, 1904
  • Acherontia atropos diluta Closs, 1911
  • Acherontia atropos extensa Tutt, 1904
  • Acherontia atropos flavescens Tutt, 1904
  • Acherontia atropos griseofasciata Lempke, 1959
  • Acherontia atropos imperfecta Tutt, 1904
  • Acherontia atropos intermedia Tutt, 1904
  • Acherontia atropos moira Dannehl, 1925
  • Acherontia atropos myosotis Schawerda, 1919
  • Acherontia atropos obscurata Closs, 1917
  • Acherontia atropos obsoleta Tutt, 1904
  • Acherontia atropos pulverata Cockayne, 1953
  • Acherontia atropos radiata Cockayne, 1953
  • Acherontia atropos suffusa Tutt, 1904
  • Acherontia atropos variegata Tutt, 1904
  • Acherontia atropos violacea Lambillion, 1905
  • Acherontia atropos virgata Tutt, 1904

Acherontia atropos (atau dikenal juga sebagai kupu-kupu elang) adalah salah satu spesies yang paling banyak dikenal dari tiga spesies ngengat kepala maut. Spesies Acherontia umumnya terkenal karena bentuk pola tengkorak di bagian toraks.

Penampilan sunting

Acherontia atropos adalah ngengat besar dengan lebar sayap sekitar 90–130 mm (3,5-5 inci) dan menjadi ngengat terbesar di beberapa wilayah. Ngengat dewasa memiliki sayap dengan garis arus yang khas dan badan dari keluarga ngengat Sphingidae. Sayap bagian atas berwarna coklat dengan sedikit garis-garis kuning bergelombang; sayap bagian bawah berwarna kuning dengan beberapa garis coklat bergelombang. Ngengat ini beristirahat pada siang hari di pohon-pohon atau dalam sampah dengan membuka sayap ke seluruh tubuh.

Ngengat ini memiliki kemampuan untuk mengeluarkan suara mengerik yang keras jika merasa terganggu. Mereka biasanya menyerang sarang lebah untuk mengambil madu di malam hari. Tidak seperti spesies lain dari Acherontia, spesies ini hanya menyerang koloni lebah unggul seperti Apis mellifera. Ngengat ini akan diserang oleh lebah penjaga di pintu sarang, namun kutikula tebal dan ketahanan mereka terhadap racun memungkinkan mereka masuk ke sarang lebah. Ngengat dapat bergerak di dalam sarang tanpa terganggu karena mereka dapat meniru aroma lebah.[1]

Etimologi sunting

Nama spesies Atropos berkaitan dengan kematian yang berasal dari kata atropos. Atropos adalah salah satu dari tiga Moirai, dewi nasib dan takdir. Selain itu, nama genus Acherontia berasal dari kata Akheron, sebuah sungai di Yunani di mana dalam mitologi Yunani dikenal sebagai sungai dari rasa sakit dan merupakan salah satu dari lima sungai dunia bawah.

Penyebaran sunting

Acherontia atropos dapat ditemukan di seluruh Timur Tengah dan wilayah Mediterania, banyak dari Afrika hingga ke ujung selatan sampai sejauh bagian selatan Britania Raya. Ngengat ini juga dapat ditemui di India dan bagian barat Arab Saudi dan bagian barat Kepulauan Canaria dan Azores. Ngengat ini juga sering memasuki wilayah barat Eurasia dan beberapa ngengat berhasil melewati musim dingin.[2]

Perkembangan sunting

Ada beberapa generasi Acherontia atropos yang mengeram di Afrika setiap tahun. Di bagian utara dari wilayah tersebut, spesies ini melewati musim dingin dalam tahap pupa. Telur diletakkan di bawah daun tua Solanaceae: biasanya kentang. Namun ngengat ini juga meletakkan telurnya di daun pohon anggota Verbenaceae, misalnya Lantana dan pada anggota keluarga Cannabaceae, Oleaceae,[3] Pedaliaceae dan lain-lain. Larvanya besar dengan sebuah tanduk posterior yang menjadi ciri khas dari larva Sphingidae. Hampir sebagaian larva sphingidae memiliki tanduk posterior yang cukup halus. Sebaliknya, spesies Acherontia dan kerabat tertentu memiliki tanduk posterior yang agak tebal. Tanduk itu sendiri menikung ke bawah, namun ujungnya berbentuk ikal ke atas.

Larva yang baru menetas awalnya berwarna hijau muda namun menggelap setelah diberi makan, dengan garis-garis kuning diagonal di bagian pinggir. Pada instar kedua, ngengat ini memiliki tanduk seperti duri di bagian belakang. Pada instar ketiga, sisi ungu atau biru berkembang menjadi garis-garis kuning dan tanduk di ekor berubah dari hitam ke kuning. Pada instar terakhir, duri hilang dan larva dapat memiliki salah satu dari tiga warna: hijau, coklat atau kuning. Larva tidak banyak bergerak dan mereka akan membunyikan rahang atau bahkan menggigit jika merasa terancam, meskipun gigitan mereka tidak berbahaya bagi kulit manusia. Larva tumbuh sekitar 120–130 mm dan menjadi kepompong di galian bawah tanah. Kepompong ngengat ini halus dan mengkilap dengan belalai yang menyatu ke tubuh seperti pada sebagian besar Lepidoptera.[2]

Siklus hidup
Larva (ulat)
Posterior dari larva dewasa
Kepompong
Imago

Cerita rakyat sunting

 
Detail dari tengkorak Acherontia atropos.

Terlepas dari fakta bahwa Acherontia atropos benar-benar tidak berbahaya (kecuali sebagai hama minor untuk tanaman dan sarang lebah),[4] pola tengkorak pada ngengat telah memberikan reputasi negatif, seperti hal-hal yang berhubungan dengan supranatural dan sifat jahat. Ada banyak takhayul yang menyatakan bahwa ngengat membawa nasib buruk bila ia terbang masuk ke rumah yang diikuti dengan kematian atau kemalangan terhadap penghuni rumah. Bahkan karena kurangnya informasi, orang-orang di Afrika Selatan menganggap bahwa ngengat ini memiliki sengatan yang beracun dan bersifat fatal, mungkin merujuk pada bentuk belalai mereka, tapi kadang-kadang juga pada tanduk posterior di larva mereka).[5]

 
Ulat di tangan orang dewasa.

Referensi sunting

  1. ^ Moritz, RFA, WH Kirchner and RM Crewe. 1991. Chemical camouflage of the death's head hawkmoth (Acherontia atropos L.) in honeybee colonies. Naturwissenschaften 78 (4): 179-182.
  2. ^ a b Pittaway, AR. 1993. The hawkmoths of the western Palaearctic. Harley Books, London.
  3. ^ Alan Weaving; Mike Picker; Griffiths, Charles Llewellyn (2003). Field Guide to Insects of South Africa. New Holland Publishers, Ltd. ISBN 1-86872-713-0. 
  4. ^ Smit, Bernard, "Insects in South Africa: How to Control them", Pub: Oxford University Press, Cape Town, 1964.
  5. ^ Skaife, Sydney Harold (1979). African insect life, second edition revised by John Ledger and Anthony Bannister. Cape Town: C. Struik. ISBN 0-86977-087-X. 

Pranala luar sunting