Krisis pangan 2022

artikel daftar Wikimedia

Krisis pangan 2022 adalah peningkatan harga pangan dan krisis pasokan pangan di seluruh dunia yang terjadi di tahun 2022. Berbagai kondisi secara bersama-sama menjadi penyebab mengapa krisis ini terjadi, seperti masalah geopolitik, ekonomi, dan bencana alam seperti gelombang panas, banjir, dan kekeringan akibat perubahan iklim. Pandemi COVID-19 juga menyebabkan masalah ketahanan pangan yang masih berlanjut di tahun 2022.

Setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, FAO dan berbagai pengamat pasar komoditas pangan memperingatkan bahwa keruntuhan pasokan pangan akan terjadi dan akan menyebabkan harga pangan meningkat.[1][2][3][4][5] Kekhawatiran ini terutama terkait berkurangnya pasokan berbagai komoditas penting seperti gandum, jagung, dan minyak nabati yang dapat meningkatkan harga.[3] Invasi juga menyebabkan meningkatnya harga bahan bakar yang juga akan meningkatkan harga pupuk, sehingga akan menyebabkan krisis pangan yang makin berkepanjangan.[5]

Bahkan sebelum perang di Ukraina berlangsung, harga pangan sudah mencapai titik tertingginya. Berdasarkan data FAO, di bulan Februari 2022, harga pangan year-on-year sudah meningkat 20 persen.[6] Perang semakin meningkatkan harga pangan sehingga secara YOY sudah meningkat 40 persen di bulan Maret.[7] Masalah yang berlapis seperti pandemi COVID-19, invasi Rusia di Ukraina, dan kegagalan pangan terkait perubahan iklim diperkirakan akan membalikkan upaya global yang sudah dicapai dalam hal pengurangan kelaparan dan malnutrisi.[8]

Di beberapa wilayah seperti Afrika Timur dan Madagaskar, kekeringan dan kelaparan sudah terjadi akibat kegagalan sistem pertanian dan perubahan iklim, dan peningkatan harga pangan diperkirakan akan membuat situasi semakin memburuk.[5][7] Bahkan negara-negara belahan bumi utara yang biasanya memiliki suplai pangan yang baik, seperti Britania Raya dan Amerika Serikat, mulai mengalami dampak langsung inflasi harga akibat berkurangnya pasokan pangan.[9] Berbagai analis menyebutkan bahwa peningkatan harga pangan ini adalah yang terburuk sejak krisis pangan 2007-2008.[7]

Penyebab

sunting

Krisis energi

sunting

Gas alam adalah bahan baku produksi amonia melalui proses Haber yang kemudian digunakan dalam produksi pupuk.[10] Pengembangan sumber nitrogen anorganik ini telah secara signifikan menyokong populasi dunia, dan diperkirakan saat ini hampir setengah warga dunia memiliki persediaan pangan yang dihasilkan dari lahan yang menggunakan pupuk nitrogen anorganik ini.[11]

Krisis energi global di tahun 2021–2022 telah merambat hingga ke produksi pupuk dan industri pangan.[12][13][14] Hal ini telah menyebabkan berbagai harga pupuk telah mencapai titik tertingginya sejak tahun 2008. Dan ini, menurut Independent Commodity Intelligence Services adalah masalah serius karena setengah suplai pangan dunia disokong oleh pupuk nitrogen anorganik.[15]

Invasi Rusia terhadap Ukraina

sunting

Harga gandum dunia telah mencapai harga tertingginya sejak 2008 merespon invasi Rusia di tahun 2002.[16] Pada saat invasi berlangsung, Ukraina merupakan eksportir jagung dan gandum terbesar nomor empat di dunia, dan eksportir minyak biji bunga matahari terbesar dunia. Rusia dan Ukraina secara bersama-sama merupakan penyuplai 27 persen gandum dunia dan 53 persen biji bunga matahari dan minyak biji bunga matahari dunia.[17] World Food Programme memperingatkan di bulan Maret bahwa perang di Ukraina dapat menyebabkan krisis pangan global mencapai level yang belum pernah dilihat sebelumnya.[18] Potensi gangguan yang terjadi pada suplai gandum dunia dapat memperparah krisis kelaparan di Yaman, Afghanistan, dan Afrika Timur.[19][20][21][22] Asosiasi Produsen Roti Amerika Serikat memperingatkan bahwa segala hal yang terbuat dari serealia akan mengalami peningkatan harga karena masing-masing jenis serealia saling terkait dan saling menggantikan. Wells Fargo menyatakan bahwa Ukraina akan mengalami kesulitan dalam bercocok tanam di musim semi 2002 dan akan kehilangan satu musim tanam, sedangkan embargo yang diterapkan terhadap Rusia akan semakin meningkatkan inflasi di sektor harga pangan. Mengembalikan kemampuan Ukraina dalam bercocok tanam ke kondisi semula akan membutuhkan waktu beberapa tahun bahkan setelah peperangan berakhir.[23]

Peningkatan harga gandum akibat konflik ini akan semakin memperparah negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor gandum Rusia dan Ukraina, seperti Mesir dan negara-negara di Afrika lainnya, dan dapat menyebabkan kerusuhan masyarakat.[24] Setidaknya 25 negara-negara di Afrika mengimpor sepertiga suplai gandum negara mereka dari Rusia dan Ukraina, dan 15 diantaranya mengimpor lebih dari setengahnya dari kedua negara itu.[25] Di bulan Februari, sebelum perang dimulai, pemerintah China memutuskan untuk menanggalkan setiap hambatan impor gandum dari Rusia sebagai bagian dari kesepakatan dagang yang telah dicapai kedua negara sebelumnya.[26] South China Morning Post menyebut ini sebagai "penyelamat" perekonomian Rusia.[27] Pada bulan Maret, FAO dan PBB melaporkan bahwa indeks harga pangan dunia telah mencapai level tertingginya dengan peningkatan sebesar 24 persen year-over-year, dan analis memperkirakan bahwa invasi akan memiliki dampak yang berkepanjangan terhadap harga pangan.[28][29]

Pada akhir bulan Maret, berdasarkan pernyataan wakil sekretaris negara Amerika Serikat, invasi Rusia, secara spesifik blokade laut dan serangan terhadap kapal kargo sipil, telah menyebabkan kelangkaan pangan di Ukraina; kondisi yang akan merambat ke berbagai belahan dunia.[30] Ditambah lagi dengan hambatan ekspor yang dialami Rusia akibat sanksi ekonomi karena mereka adalah salah satu eksportir utama potas, amonia, urea, dan nutrien tanah lainnya dan dapat mengganggu ketahanan pangan di berbagai negara.[31][32][33] Peningkatan harga gas alam juga akan menaikkan harga pupuk, dan akan berkontribusi pada peningkatan harga pangan secara global.[34] Sejak sebelum perang dimulai, Rusia telah menerapkan larangan ekspor amonium nitrat untuk memenuhi kebutuhan petani dalam negeri merespon tingginya harga pupuk dunia yang sudah meningkat.[35]

Berbagai ilmuwan menyarankan bahwa para pembuat kebijakan jangan meninggalkan praktek pertanian berkelanjutan demi meningkatkan produksi pangan. Sebaliknya, perubahan harus ada pada sisi permintaan, yaitu konsumen, yang secara langsung akan membentuk sistem pangan global yang berkelanjutan.[36] Perubahan yang dimaksud adalah dengan mengurangi konsumsi daging, karena hewan ternak mengkonsumsi serealia dalam jumlah besar dan lahan penggembalaan yang luas, dua hal yang dapat dialihkan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.[37][38]

Krisis iklim

sunting

Kejadian gelombang panas, banjir, dan kekeringan yang berulang antara tahun 2020 dan 2022 secara signifikan mempengaruhi suplai pangan dunia. Berbagai cuaca ekstrim ini terkait dengan perubahan iklim yang menjadikan sistem pangan kurang mampu bertahan dari guncangan selevel seperti perang di Ukraina. Jumlah cadangan gandum dunia sejak awal tahun 2022 sudah sangat rendah akibat cuaca ekstrim yang telah terjadi tersebut.[39]

Di Irak, perubahan iklim telah menyebabkan kelangkaan air yang dapat memiliki dampak pada negara itu selama beberapa tahun ke depan.[40] Suplai air Irak amat bergantung pada sistem sungai Eufrat–Tigris yang sedang mengalami penurunan debit aliran.[41]

Kekeringan di Afrima Timur telah terjadi sejak tahun 2021 dan semakin intens pada tahun 2022 sebagai akibat dari datangnya La Nina.[42][43] Tiga musim hujan hadir dalam kondisi yang kering di kawasan tersebut, mematikan tanaman pertanian dan sejumlah besar hewan ternak.[42] PBB memperkirakan dua puluh juta rakyat Afrika berada dalam risiko kelaparan.[42] Sejumlah besar hewan ternak dan satwa liar mati akibat kekeringan ini.[42] Berbagai kondisi ini memperparah dampak wabah belalang gurun di tahun 2019–2021 yang menghancurkan sejumlah besar area lahan pertanian.[42]

Di awal oktober 2021, atau setahun setelah perang Tigray dimulai, lembaga PBB untuk kemanusiaan yang bertugas di Tigray, OCHA, menyatakan bahwa pemerintah Ethiopia dengan sengaja menyebabkan kelaparan di wilayah Tigray, dengan cara menghentikan bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah itu.[44]

Krisis iklim juga terjadi di Eropa. Kekeringan yang terjadi saat musim dingin di Spanyol dan Portugal pada awal tahun 2022 diprediksi dapat mengurangi hasil pertanian di beberapa area hingga sebanyak 80 persen.[45] Hujan yang turun di awal Maret dan April tidak cukup membantu kondisi kekeringan.[46] Di Prancis, hujan yang dingin membeku justru terjadi di saat pembentukan kuncup, mematikan bakal bunga dan mengurangi hasil tanaman buah.[47]

Kekeringan di Italia telah mengurangi jumlah debit air yang mengalir di sungai Po, yang berkontribusi penting terhadap 40 persen hasil tani di negara itu. Intrusi air asin di pesisir dapat mengurangi hasil tani hingga 30 persen.[48]

Semenjak krisis pangan terjadi, India mengekspor lebih banyak gandum demi mengisi kekosongan suplai gandum dunia yang diakibatkan peperangan di Ukraina.[49] Namun di India sendiri, gelombang panas menyebabkan suplai pangan terganggu dan harga di beberapa tempat meningkat. Masalah juga diakibatkan oleh peperangan yang menyebabkan harga pupuk dunia meningkat.[50] Gelombang panas hadir di akhir musim tanam, membunuh tanaman sebelum mereka siap dipanen.[51][52] Gelombang panas ini telah menyebabkan pemerintah India mengubah kebijakannya terhadap suplai gandum dunia dengan menghentikan ekspor gandum.[53] Gelombang panas juga sangat mempengaruhi hasil panen buah di Balochistan.[54]

Gelombang panas telah menyebabkan Argentina, Uruguay, Paraguay, dan Brazil selatan, kawasan yang juluki dengan "kerucut selatan", mengalami penurunan hasil panen jagung, kedelai, dan serealia lainnya, sehingga secara signifikan mempengaruhi harga komoditas tersebut di seluruh dunia.[55][56][57][58]

Banjir parah di New South Wales, Australia pada Februari 2022 telah menghancurkan ladang kedelai dan sawah padi serta menurunkan sekitar 36 persen hasil kacang makadamia.[59] Sejumlah besar kawanan hewan ternak terganggu dan berbagai infrastruktur pertanian dan peternakan rusak parah akibat banjir, yang disebut sebagai bencana alam perusak hasil pertanian terbesar ketiga di Australia.[60]

Kegagalan rantai pasokan pangan

sunting

Di bulan Mei 2022, harian Guardian menyatakan bahwa salah satu penyebab rentannya sistem pangan adalah karena rantai pasokan dikendalikan oleh pemusatan pola pangan yang disebut dengan Global Standard Diet. Mereka membandingkan krisis perbankan 2008 disebabkan oleh pola yang serupa dengan yang dilakukan sistem pangan dunia saat ini.[61]

Di China, lockdown akibat COVID-19 yang masih berlanjut sampai sekarang sebagai bagian dari kebijakan nol COVID yang secara signifikan menurunkan input pertanian terhadap komoditas yang penting.[62] Sebelum ini, China yang sejak tahun 2021 telah melakukan pencadangan makanan pada level yang sangat tinggi dalam sejarah mereka dikarenakan perang dagang yang terjadi dengan Amerika Serikat dan Australia, dapat membeli lebih banyak bahan pangan dari berbagai negara di dunia.[63]

Referensi

sunting
  1. ^ Julia Horowitz (12 March 2022). "War has brought the world to the brink of a food crisis". CNN. Diakses tanggal 2022-04-01. 
  2. ^ Lynch, Colum. "U.N. to Keep Beasley at WFP as Food Crises Roil the World". Foreign Policy (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-01. 
  3. ^ a b McDonough, Siobhan (2022-02-27). "What the Russian invasion of Ukraine could mean for global hunger". Vox (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-01. 
  4. ^ Nicas, Jack (2022-03-20). "Ukraine War Threatens to Cause a Global Food Crisis". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2022-04-01. 
  5. ^ a b c Good, Keith (2022-03-21). ""Global Food Crisis" Possible- - "No Precedent Even Close to This Since World War II" • Farm Policy News". Farm Policy News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-05. 
  6. ^ Reuters (2022-03-05). "Food prices jump 20.7% yr/yr to hit record high in Feb, U.N. agency says". Reuters (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-01. 
  7. ^ a b c Braun, Phillip. "How The Russia-Ukraine War Has Compounded The Global Food Crisis". Forbes (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-01. 
  8. ^ "Global food security: These are the main challenges to feeding the world – and how we can solve them". World Economic Forum (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-01. 
  9. ^ Philpott, Tom. "As Russia's invasion roils supply chains, the world grows hungrier". Mother Jones (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-07. 
  10. ^ Mulvaney, Dustin (2011). Green Energy: An A-to-Z Guide. SAGE. hlm. 301. ISBN 978-1-4129-9677-8. 
  11. ^ Erisman, Jan Willem; MA Sutton, J Galloway, Z Klimont, W Winiwarter (October 2008). "How a century of ammonia synthesis changed the world". Nature Geoscience. 1 (10): 636–639. Bibcode:2008NatGe...1..636E. doi:10.1038/ngeo325. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 July 2010. Diakses tanggal 22 October 2010. 
  12. ^ "Energy crisis today – fertiliser and food crisis tomorrow?". Euractiv. 19 October 2021. 
  13. ^ "'I'm afraid we're going to have a food crisis': The energy crunch has made fertilizer too expensive to produce, says Yara CEO". Fortune. 4 November 2021. 
  14. ^ "Soaring fertilizer prices put global food security at risk". Axios. 6 May 2022. 
  15. ^ "Fears global energy crisis could lead to famine in vulnerable countries". The Guardian. 20 October 2021. 
  16. ^ Swanson, Anna (24 February 2022). "Ukraine Invasion Threatens Global Wheat Supply". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli  tanggal 24 February 2022. Diakses tanggal 25 February 2022. 
  17. ^ "Ukraine War to Compound Hunger, Poverty in Africa, Experts Say". VOA News. 19 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 March 2022. Diakses tanggal 23 March 2022. 
  18. ^ Durisin, Megan; Elkin, Elizabeth; Parija, Pratik (9 March 2022). "The World's Next Food Emergency Is Here as War Compounds Hunger Crisis". Bloomberg News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 March 2022. Diakses tanggal 10 March 2022. 
  19. ^ "Crisis in Ukraine Drives Food Prices Higher Around World". VOA News. 6 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 March 2022. Diakses tanggal 23 March 2022. 
  20. ^ "UN food agency official alarmed by Afghan food, fuel prices". Associated Press. 18 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 April 2022. Diakses tanggal 7 April 2022. 
  21. ^ "Afghanistan's Hungry Will Pay the Price for Putin's War". Foreign Policy. 1 April 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 April 2022. Diakses tanggal 7 April 2022. 
  22. ^ "As many as 28 million people across East Africa at risk of extreme hunger if rains fail again". Oxfam. 22 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 March 2022. Diakses tanggal 23 March 2022. 
  23. ^ "Russia's invasion of Ukraine will likely ratchet American food prices even higher, experts say". The Washington Post. 26 February 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 February 2022. Diakses tanggal 26 February 2022. 
  24. ^ "How tensions in Ukraine could rile Egypt". The Economist. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 February 2022. Diakses tanggal 25 February 2022. 
  25. ^ Yusuf, Mohammed (2022-03-19). "Ukraine War to Compound Hunger, Poverty in Africa, Experts Say". VOA (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 March 2022. Diakses tanggal 2022-03-23. 
  26. ^ "海关总署公告2022年第21号(关于允许俄罗斯全境小麦进口的公告) [General Administration of Customs Notification 21/2022]". General Administration of Customs. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 February 2022. Diakses tanggal 6 March 2022. 
  27. ^ Tang, Frank (24 February 2022). "China lifts all wheat-import restrictions on Russia amid Ukraine crisis". South China Morning Post (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 February 2022. Diakses tanggal 26 February 2022. 
  28. ^ "Food prices jump 24.1% yr/yr to hit record high in Feb, U.N. agency says". Reuters. 4 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 March 2022. Diakses tanggal 5 March 2022. 
  29. ^ "Food Price Index hit record high in February, UN agency reports". UN News. 4 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 March 2022. Diakses tanggal 5 March 2022. 
  30. ^ "Putin has created a "global food crisis" with war in Ukraine, US deputy secretary of state says" (dalam bahasa Inggris). CNN. 29 March 2022. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 March 2022. Diakses tanggal 30 March 2022. 
  31. ^ "As sanctions bite Russia, fertilizer shortage imperils world food supply". Reuters. 23 March 2022. 
  32. ^ "FAO Information Note: The importance of Ukraine and the Russian Federation for global agricultural markets and the risks associated with the current conflict, 25 March 2022 Update" (PDF). Food and Agriculture Organization. 25 March 2022. 
  33. ^ "Soaring fertilizer prices put global food security at risk". Axios. 6 May 2022. 
  34. ^ "Russia-Ukraine war worsens fertilizer crunch, risking food supplies". NPR. 12 April 2022. 
  35. ^ Thomas, Aled; Bland, William; Bobylov, Alexandre (2022-02-02). "Russia bans ammonium nitrate exports until April to support domestic farmers". www.spglobal.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-02. 
  36. ^ "Food crisis due to Ukraine war calls for demand-side action: less animal products, less waste, and greening EU agricultural policy — Potsdam Institute for Climate Impact Research" (dalam bahasa Inggris). Potsdam Institute for Climate Impact Research. Diakses tanggal 18 April 2022. 
  37. ^ "Auswirkungen des Ukraine-Kriegs auf Ernährungssicherheit". Science Media Centre Germany (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 April 2022. 
  38. ^ Bentley, Alison (22 March 2022). "Broken bread — avert global wheat crisis caused by invasion of Ukraine". Nature (dalam bahasa Inggris). 603 (7902): 551. Bibcode:2022Natur.603..551B. doi:10.1038/d41586-022-00789-x. PMID 35318475 Periksa nilai |pmid= (bantuan). Diakses tanggal 18 April 2022. 
  39. ^ Lee, Meredith. "'We see the storm coming': U.S. struggles to contain a deepening global food crisis". POLITICO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-07. 
  40. ^ "'All the trees have died': Iraqis face intensifying water crisis". Al Jazeera. 5 November 2021. 
  41. ^ "Severe water shortages strain wheat harvest in Iraq". Associated Press. 29 May 2022. 
  42. ^ a b c d e MULVANEY, KIERAN (2022-03-14). "Historic drought looms for 20 million living in Horn of Africa". National Geographic: Environment (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-05. 
  43. ^ "Severe drought threatens 13 million with hunger in Horn of Africa". UN News (dalam bahasa Inggris). 2022-02-08. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  44. ^ Schifrin, Nick (6 October 2021). "Ethiopia's 'sophisticated campaign' to withhold food, fuel and other aid from Tigray". PBS. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 October 2021. Diakses tanggal 16 October 2021. 
  45. ^ "Extreme winter drought devastates crops in Spain and Portugal". euronews (dalam bahasa Inggris). 2022-02-13. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  46. ^ Torres Benayas, Victoria (8 April 2022). "El marzo menos soleado en 40 años". El País. 
  47. ^ "Late frost ices over French vineyards, threatens fruit crops". AP NEWS (dalam bahasa Inggris). 2022-04-04. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  48. ^ "Italy's longest river, fed by melt from the Alps, dries up, threatening agricultural collapse". Daily Kos. Diakses tanggal 2022-05-19. 
  49. ^ Bhardwaj, Mayank (16 March 2022). "EXCLUSIVE India acts to seize gap in wheat export market left by Ukraine war". Reuters (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 30 April 2022. 
  50. ^ "Explained: How heatwave might thwart India's dream to feed the world". Firstpost (dalam bahasa Inggris). 2022-04-20. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-24. Diakses tanggal 2022-04-24. 
  51. ^ Vaughan, Adam. "Severe Indian heatwave will bake a billion people and damage crops". New Scientist (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-26. Diakses tanggal 2022-04-27. 
  52. ^ Kumar, Hari; Ives, Mike (28 April 2022). "The Extreme Heat Pummeling India and Pakistan Is About to Get Worse". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 April 2022. Diakses tanggal 30 April 2022. 
  53. ^ Business, Diksha Madhok, CNN. "India offered to help fix the global food crisis. Here's why it backtracked". CNN. Diakses tanggal 2022-05-17. 
  54. ^ Ellis-Petersen, Hannah; Meer Baloch, Shah (2 May 2022). "'We are living in hell': Pakistan and India suffer extreme spring heatwaves". The Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 12 May 2022. 
  55. ^ "GRAINS-Soybeans steady as South America rain chances assessed". Successful Farming (dalam bahasa Inggris). 2022-01-14. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-11. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  56. ^ by (2022-01-10). "La Niña puts record harvests at risk". California18 (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-05. 
  57. ^ Heath, Maximilian (2022-01-06). "Heatwave to hit Argentina, further stressing corn, soybean crops". Reuters (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-04-05. 
  58. ^ GRANT, DANIEL. "Argentine crops in 'grave danger;' Brazilian estimates fall". FarmWeek Now. 
  59. ^ "'All of our crops are completely submerged': Total crop losses expected in northern NSW flood zone". ABC News (dalam bahasa Inggris). 2022-03-03. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  60. ^ "Floods and livestock losses leave NSW and Queensland farmers reeling from third disaster in three years". the Guardian (dalam bahasa Inggris). 2022-03-01. Diakses tanggal 2022-04-05. 
  61. ^ "The banks collapsed in 2008 – and our food system is about to do the same | George Monbiot". the Guardian (dalam bahasa Inggris). 2022-05-19. Diakses tanggal 2022-05-19. 
  62. ^ Yu, Sun (2022-04-06). "China's zero-Covid policy risks causing agricultural crisis and food shortages". Financial Times. Diakses tanggal 2022-04-07. 
  63. ^ SHIN WATANABE, AIKO MUNAKATA. "China hoards over half the world's grain, pushing up global prices". Nikkei Asia. Diakses tanggal 2022-04-07.