Koperasi anjungan

(Dialihkan dari Koperasi platform)

Koperasi platform, atau koperasi anjungan adalah badan usaha yang dimiliki secara kooperatif serta dikelola secara demokratis dengan bentuk wadah teknologi komputasi yang menggunakan situs web, aplikasi seluler, atau sebuah sistem teknologi protokol untuk memfasilitasi kegiatan jual-beli barang dan jasa. Koperasi platform merupakan sebuah alternatif dari platform konvensional yang dibiayai oleh modal ventura karena mereka dimiliki dan diatur oleh pihak-pihak yang paling bergantung padanya — pekerja, pengguna, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Tipologi sunting

Meskipun belum ada tipologi koperasi anjungan digital yang disepakati secara umum, para peneliti sering kali mengelompokkan koperasi platform berdasarkan kategori industrinya. Beberapa kategori potensial meliputi: transportasi, tenaga kerja panggilan (on-demand), jurnalisme, musik, proyek kreatif, bank waktu, film, perawat-ke-rumah, fotografi, koperasi data, lokapasar.[1] Tipologi lain membedakan koperasi platform berdasarkan tata kelola atau struktur kepemilikan mereka.

Contoh-contoh sunting

Beragam koperasi anjungan digital menggunakan model bisnis yang mirip dengan aplikasi seluler dan situs - situs yang lebih terkenal, dengan perbedaan berupa struktur kepemilikan secara kooperatif. Sebagai contoh, ada beberapa aplikasi pemesanan taksi yang dimiliki oleh para pengemudinya yang memungkinkan pelanggan memesan pengantaran lalu memberitahukannya kepada pengemudi terdekat, serupa dengan Uber.[2][3]

Situs The Internet of Ownership (Internet Kepemilikan) menampilkan direktori dari ekosistem koperasi platform.[4]

Eva[5] adalah aplikasi berbagi kendara yang menawarkan layanan serupa dengan Uber, namun lebih selaras dengan prioritas anggota koperasinya: harga yang lebih murah bagi anggota penumpang dan pendapatan yang lebih baik bagi anggota pengemudi.[6]

Fairbnb.coop[7] adalah sebuah lokapasar dan jasa penyedia penginapan bagi mereka yang ingin mengontrak atau menyewa penginapan dalam jangka pendek. Tak hanya itu, Fairbnb juga merupakan sebuah komunitas aktivis, pengembang perangkat lunak, peneliti, dan desainer yang bekerja bersama membuat platform yang memungkinkan tuan rumah dan tamu saling terhubung untuk perjalanan wisata serta pertukaran budaya, sambil meminimalkan dampak negatifnya pada komunitas setempat. Ini adalah alternatif dari platform komersil sejenis.[8]

Fairmondo adalah sebuah lokapasar daring untuk barang dan jasa dengan nilai etis yang berasal dari Jerman dan telah berekspansi ke Inggris. Kesempatan untuk bergabung sebagai pemilik terbuka untuk umum dengan saham kepemilikan yang dibatasi pada nominal yang terjangkau, serta para pemilik yang mempraktekkan kontrol secara demokratis melalui prinsip satu-orang-satu-suara.[9] Ini adalah sebuah alternatif kooperatif dari Amazon dan eBay.[10]

Green Taxi Cooperative adalah perusahaan taksi terbesar di area metro Denver.[11] Dikelola oleh Communications Workers of America Local 7777, para anggotanya menjadi bagian dari koperasi dengan membayar biaya keanggotaan senilai $2000 lalu membayar royalti secara rutin yang nilainya sangat kecil dibandingkan dengan yang dibebankan oleh perusahaan besar lainnya.[12] Meskipun sama-sama menggunakan aplikasi seluler untuk pemesanan layanan, dan karenanya bersaing secara langsung dengan aplikasi seperti Uber dan Lyft, pada November 2016 dilaporkan bahwa Green Taxi Cooperative memegang market share hingga 37% di Denver.[13]

Loconomics adalah sebuah lokapasar daring di Amerika Serikat yang dimiliki oleh para pekerjanya dan bertujuan untuk membantu penggunanya menemukan pekerja lepas bagi pekerjaan remeh-temeh seperti menjaga bayi atau merawat hewan peliharaan. Dalam sistemnya, tidak ada royalti yang dibebankan. Calon anggota dapat bergabung sebagai pemilik dengan tanggungan berupa biaya kepemilikan bulanan yang akan memberi anggota hak untuk memberi suara atau mencalonkan diri sebagai kandidat dewan eksekutif koperasi.[14]

Midata merupakan platform daring berbasis di Zurich yang dimiliki secara kooperatif, yang bertujuan untuk menjadi wadah pertukaran data rekam medis di antara para anggotanya. Menggunakan aplikasi sumber terbuka, para anggota dapat membagikan data rekam medis mereka pada dokter, rekan, dan peneliti secara aman, serta mendapatkan akses ke “analisis data, visualisasi dan hasil interpretasi medis." Anggota juga dapat memberikan persetujuan penggunaan rekam medis mereka dalam penelitian medis dan percobaan klinis. Dalam proyek percontohan, pasien yang baru saja melalui bedah bariatrik bisa mengunggah data medis mereka ke platform ini, termasuk data berat badan dan jumlah langkah harian mereka, dan mengikuti perkembangan paska-bedah mereka sendiri.[15]

Stocksy United adalah koperasi platform yang berkantor pusat di Victoria, British Columbia. Koperasi ini disebut sebagai “kurasi rapi stok fotografi dan rekaman video bebas royalti yang ‘menawan, unik, dan mudah digunakan.'"[16] Pada tahun 2015, Stocksy memperoleh omzet sebesar $7.9 juta—dua kali lipat omzet pada tahun sebelumnya—dan membayar dividen senilai $200,000 pada para anggotanya.[16]

Up & Go adalah lokapasar digital bagi penyedia layanan rumah tangga yang memberikan kemudahan kepada pengguna untuk mengatur jadwal layanan seperti pembersihan rumah, mengajak jalan anjing peliharaan, dan perbaikan rumah dengan bisnis yang dimiliki oleh para pekerjanya serta memiliki praktik kerja adil.[17][18]

Resonate[19] adalah koperasi streaming musik[20] yang mirip dengan Spotify.

Ko-operativisme platform sunting

Kooperativisme platform adalah sebuah kerangka berpikir dan pergerakan intelektual yang mendukung pembangunan koperasi platform secara global. Gerakan ini menentang klaim para tekno-solusionis yang menganggap bahwa teknologi, pada dasarnya, merupakan jawaban bagi semua permasalahan sosial.[21][22][23] Malahan, para pendukung pergerakan ini mengklaim bahwa komitmen-komitmen etis seperti pembangunan kepemilikan bersama secara global, dukungan pada serikat pekerja yang penuh inovasi, dan pengenalan akan keberlanjutan ekologis dan sosial, juga keadilan sosial, merupakan langkah yang diperlukan untuk menciptakan ekonomi sosial yang adil.[24] Kooperativisme platform mendukung koeksistensi model bisnis berbasis koperasi dan model bisnis tradisional yang ekstraktif dengan tujuan untuk menciptakan lansekap pekerja digital yang lebih beranekaragam dan menghargai pentingnya kondisi bekerja yang adil.[25]

Kooperativisme platform mengambil inspirasi dari upaya lain melakukan disintermediasi digital, termasuk gerakan produksi ujung-ke-ujung (peer-to-peer production) yang dipimpin oleh Michel Bauwens, Vasilis Kostakus, dan P2P Foundation,[26] yang mengadvokasi "bentuk baru partisipasi demokratis dan ekonomi"[27] yang bertumpu "pada partisipasi bebas rekan yang setara yang terlibat dalam produksi sumber daya bersama," serta mekanisme non-pasar yang terdistribusi secara radikal berisi produksi sejawat yang terhubung satu dengan lainnya yang didukung oleh Yochai Benkler.[28] Buku karangan Marjorie Kelly yang berjudul Owning Our Future (Miliki Masa Depan Kita) membantu memisahkan konsep kepemilikan demokratis dan ekstraktif dalam diskusi ini.[29]

Meskipun koperasi platform pada dasarnya adalah badan usaha berbentuk koperasi yang memberikan kontrol demokratis bagi para pekerja, pengguna, dan anggota penting lain, perusahaan dan badan usaha sejenis yang mendukung ekosistem dari ekonomi kooperasi platform tetap dianggap sebagai bagian dari pergerakan kooperativisme platform selama mereka mencoba untuk mendorong, membangun, dan menyokong perkembangannya. Ada pula opini yang menyebutkan bahwa karena penyebaran kooperativisme platform “akan memerlukan bentuk ekosistem yang berbeda – dengan struktur keuangan, hukum, kebijakan, dan kultur yang layak – untuk mendukung pembangunan usaha demokratis perusahaan daring,” setiap orang atau bisnis yang terkait dengan pembangunan ekosistem ini bisa dianggap sebagai pendukung kooperativisme platform.[30]

Sejarah istilah sunting

Istilah “kooperativisme platform” diperkenalkan oleh profesor dari New School, Trebor Scholz, dalam artikel yang dirilis tahun 2014 berjudul, Platform Cooperativism vs the Sharing Economy (Kooperativisme Platform vs Ekonomi Berbagi), di mana ia mengkritik platform ekonomi berbagi dan meminta diadakannya alternatif dari koperasi yang dikontrol secara demokratis yang “membuat pekerja dapat menjual kerja mereka tanpa manipulasi dari pihak ketiga."[28] Tidak lama kemudian, jurnalis Nathan Schneider menerbitkan artikel Owning is the New Sharing (Memiliki adalah Bentuk Baru Berbagi) yang mendokumentasikan berbagai proyek yang menggunakan model koperasi dalam aktivitas perdagangan digital dan juga model pendanaan daring terdistribusi yang diharapkan dapat menggantikan model modal ventura yang sangat lumrah digunakan di sektor teknologi.[31] Baik Scholz maupun Schneider kemudian mengkreditkan pemikiran dan provokasi para peneliti lain dan pendukung kerja digital sebagai inspirasi mereka, termasuk, di antaranya, pengacara Janelle Orsi dari Sustainable Economies Law Center (Pusat Hukum Ekonomi Berkelanjutan), yang telah “mengajak perusahaan-perusahaan teknologi dalam ekonomi berbagi untuk membagikan kepemilikan dan pendapatan dengan para penggunanya,” dan penggerak Amazon Mechanical Turk, Kristy Milland, yang telah mengajukan alternatif kepemilikan pekerja pada platform dalam konferensi Digital Labor: Sweatshops, Picket Lines, Barricades tahun November 2014.[32][33]

Ada beberapa ide serupa yang muncul sebelum kooperativisme platform. Pada tahun 2012, federasi koperasi Italia Legacoop menghasilkan sebuah manifesto yang berfokus pada Cooperative Commons (Kebersamaan Kooperatif) yang mengajak pembacanya berkaca dari contoh gerakan kooperatif untuk mengontrol data daring.[34] Pada tahun yang sama, Mayo Fuster Morell menerbitkan sebuah artikel yang berjudul Horizons of Digital Commons (Cakrawala Kebersamaan Digital) di mana ia membawakan ide tentang evolusi dari penyatuan produksi sejawat berbasis kebersamaan dengan koperasi dan ekonomi sosial.[35] Artikel ini mengulas pemikiran dari sebuah acara yang disebut Building Digital Commons (Membangun Kebersamaan Digital), yang diadakan pada Oktober 2011. Tujuan dari acara tersebut adalah menghubungkan tradisi kooperatif dan produksi kolaboratif. Istilah-istilah lain yang telah ada sebelumnya terkait dengan bentuk baru kooperativisme seperti “kooperativisme terbuka”[36] dan juga penelitian-penelitian tentang bagaimana lingkungan digital membuka kemungkinan-kemungkinan baru bagi tradisi koperasi[37] sangatlah revelan dengan istilah baru ini, kooperativisme platform.

Pada tahun 2015, Scholz menerbitkan sebuah teks pemikiran dasar tentang kooperativisme platform, Platform Cooperativism: Challenging the Corporate Sharing Economy (Kooperativisme Platform: Menentang Ekonomi Berbagi Korporasi), yang dirilis dalam lima bahasa[38] dan membantu untuk memperkenalkan konsep ini secara global.[39] Pada tahun 2016, ia merilis Uberworked and Underpaid: How Workers Are Disrupting the Digital Economy (Kerja Lebih dan Upah Kurang: Bagaimana Para Pekerja Menggoyang Tatanan Ekonomi Digital),[40] yang mengembangkan konsep ini lebih jauh. Bersama, Scholz dan Schneider kemudian mengadakan ajang diskusi mengenai subyek ini, Platform Cooperativism. The Internet. Ownership. Democracy (Kooperativisme Platform. Internet. Kepemilikan. Demokrasi), yang diadakan di The New School pada November 2015[41] dan menyunting buku berjudul Ours to Hack and to Own: The Rise of Platform Cooperativism, a New Vision for the Future of Work and a Fairer Internet (Hak Kita untuk Retas dan Miliki: Kebangkitan Kooperativisme Platform, Pandangan Baru bagi Masa Depan Kerja dan Internet yang Lebih Adil).[42]

Akar kritik terhadap ekonomi berbagi sunting

Para pendukung kooperativisme platform mengklaim bahwa dengan memastikan bahwa nilai finansial dan sosial sebuah platform dapat disebarkan di antara para pesertanya, koperasi platform akan memberi dampak ekonomi digital yang lebih adil, tidak seperti model ekstraktif dalam perusahaan korporat.

Konsep kooperativisme platform muncul dari diskursus seputar buruh digital yang menjadi topik populer pada akhir 2000-an dan di awal 2010-an, di mana ia mengkritik penggunaan pasar buruh digital untuk menghindari hukum perlindungan buruh tradisional.[33] Penelitian awal terhadap pekerja digital, menggunakan teori dari Italian Workerists, berfokus pada kerja “gratis” atau “tak berbentuk” yang dilakukan oleh para pengguna platform Web 2.0 (terkadang disebut sebagai “playbor”), sedangkan penelitian-penelitian yang muncul setelahnya digunakan sebagai kritik pada “perampokan masal”[43][44] terhadap para pekerja digital oleh jasa agensi buruh seperti Amazon Mechanical Turk dan Crowdflower.[45]

Pada tahun 2014, diskursus mengenai pekerja digital beralih pada apa yang disebut dengan “ekonomi berbagi”, di mana dampaknya adalah peningkatan perhatian akademisi dan media pada praktik dan kebijakan pasar daring terkait dengan pekerja, jasa, dan barang.[28] Para peneliti dan pembela buruh berargumen bahwa platform seperti Uber dan TaskRabbit secara tidak adil mengkategorikan para pekerja penuh waktu sebagai kontraktor independen, bukan karyawan, dan dengan begitu mereka menghindari hukum perlindungan pekerja seperti hukum upah minimum[46][47][48] dan hak bergabung dengan serikat di mana pekerja dapat ikut serta dalam upaya melakukan negosiasi hak buruh secara kolektif,[49] serta hak-hak yang didapatkan para pekerja dengan status karyawan, termasuk hari libur, asuransi pengangguran, dan asuransi kesehatan.[50]

Penelitian lain berfokus pada manajemen terotomasi di tempat kerja digital yang menggunakan algoritma, tanpa kebebasan bagi para pekerja untuk ikut bersuara. Misalnya, perhitungan bayaran per jarak tempuh yang didapatkan oleh pengemudi Uber ditentukan oleh kalkulasi algoritma yang membuat nilai bayarannya fluktuatif,[51][52] dan para pengemudi bisa kehilangan pekerjaan mereka apabila mereka tidak dapat mengikuti beberapa standar parameter yang ditentukan oleh platform terkait, termasuk pemesanan tanpa pembatalan (minimal 90%) dan penilaian pelanggan (4.7 dari 5).[52] Pekerja ekonomi berbagi yang protes mengenai manajemen berbasis algoritma ini biasanya diabaikan, (sebagai contoh forum diskusi TaskRabbit ditutup paksa sebagai respon dari ketidakpuasan pekerja)[53] dan terkadang diberitahu bahwa, karena para pemilik platform tidak memosisikan para pekerja sebagai karyawan, para pekerja sebenarnya tidak dikelola oleh perusahaan teknologi yang mengembangkan platform sarana mereka bekerja.[54][55]

Meskipun koperasi platform menawarkan para pekerja-pemiliknya kebebasan mengontrol platform yang mereka gunakan dengan lebih adil dan luwes, model ini sempat dipandang sekedar sebagai sebuah alternatif etis untuk platform ekonomi berbagi yang sudah ada.[56] Karena kritik-kritik awal terhadap ekonomi berbagi masih relevan, koperatif platform cenderung menyorot upaya mereka untuk menyediakan pekerja-pemilik dengan upah layak atau pembagian hasil yang adil, hak pekerja, kontrol pada desain platform, dan pengaruh demokratis terhadap manajemen dari usaha kooperatif.

Kebijakan publik sunting

Gerakan kooperativisme platform telah berpengaruh pada banyak perubahan kebijakan global.

Spanyol sunting

Barcelona sunting

Barcelona memiliki sejarah panjang dalam menghubungkan kooperativisme dan produksi kolaboratif.[57] Pada 30 Oktober 2011, sebuah ajang diadakan untuk “Mendorong munculnya dialog antara tradisi kooperatif dan kebersamaan digital".[58]

Komisi Sosial Ekonomi dan Konsumsi dari Dewan Kota Barcelona pada tahun 2015 membangun sebuah program terkait dengan kooperativisme platform.[59] Program ini meliputi pengadaan pendanaan untuk mendukung kewirausahaan dan “La Communificadora,” sebuah pelatihan dan dukungan kewirausahaan, dan lain-lain.[60]

Sebuah ajang internasional pada Maret 2016 yang diadakan oleh BarCola (sebuah bentuk penghormatan pada Collaborative Economy and Commons-Based Peer Production di Barcelona) menghasilkan 120 proposal kebijakan untuk pemerintah negara-negara di Eropa. Terintegrasi sebagai aksi konkrit untuk Rancangan Aksi Kota Dewan Kota Barcelona, melanjutkan proses partisipasi diskusi daring, sekaligus menyasar pemerintah lokal lain di Spanyol dan Pemerintah Catalunya, dokumen tersebut mengkritik dasar pemikiran organisasi “korporasi multinasional berbasis di Silicon Valley” yang meskipun mirip dengan model ekonomi kolaboratif-bersama, “bertindak tak ubahnya model ekonomi kapitalis yang sudah mapan secara global, mereka melakukan ekstraksi pendapatan melalui kolaborasi yang terhubung”.

Pernyataan bersama mengenai kebijakan publik terkait ekonomi kolaboratif tersebut yang mengintegrasikan visi berasaskan Kebersamaan (commons-oriented vision) pada paradigma yang sedang naik daun ini, mengklaim bahwa dengan melakukan privatisasi terhadap aspek-aspek tertentu dalam model Kebersamaan kolaboratif, perusahaan-perusahaan tersebut menciptakan “kesenjangan parah dan hilangnya hak manusia”. Organisasi dan peserta yang ikut dalam ajang tersebut mengajukan pembuatan regulasi yang dapat menciptakan model ekonomi kolaboratif sejati, dengan langkah-langkah seperti mendanai inkubator proyek-proyek baru dalam ekonomi kolaboratif, seperti kooperativisme platform, dan juga pengalih-gunaan ruang publik menjadi ruang kerja dan produksi yang dikelola secara bersama. Karena memiliki ideologi yang tertanam dalam kerangka pemikiran riset aksi untuk pembuatan kebijakan publik bersama, beberapa proposal kebijakan tersebut memperoleh dkungan dari anggota pemerintahan kota Barcelona. Keluaran dari proses tersebut menghasilkan tindakan-tindakan spesifik seperti inkubasi usaha ekonomi kolaboratif baru yang mengikuti model kooperatif atau kemungkinan skema pendanaan baru untuk proyek sipil dengan bentuk “match-funding” yang transparan.

Amerika Serikat sunting

Anggota Dewan Kota New York, Brad Lander dari Distrik 39 Brooklyn, salah satu pendiri dari faksi Kaukus Progresif dalam Dewan, merilis laporan pada tahun 2016 yang berjudul, Raising the Floor for Workers in the Gig Economy: Tools for NYC & Beyond (Meningkatkan Daya Tawar bagi Pekerja dalam Ekonomi Fleksibel: Alat Bantu bagi Pekerja New York dan Dunia),[61] yang menganalisa sektor kerja di Kota New York dan “menghadirkan kaidah kebijakan bagi kota-kota yang berusaha untuk melindungi pekerja lepas dari perampokan upah dan diskriminasi, memberi akses ke tunjangan yang lebih luwes, dan membangun kerangka pemikiran bagi pengorganisasian pekerja."[62] Di bawah kepemimpinannya, Dewan Kota New York sepakat secara menyeluruh untuk mengesahkan “Akta Kerja Lepas tidak Gratis” yang memberi hak bagi pekerja lepas untuk mendapatkan bayaran penuh dan tepat waktu, juga dengan kaidah-kaidah baru untuk mengatur, dan amandemen terhadap hukum Hak Asasi Manusia untuk mengklarifikasi bahwa perlindungan karyawan dapat digunakan dalam kasus pekerja independen dan lepas.[63] Dalam laporannya, anggota Dewan Kota New York Brad Lander mengajukan kooperativisme platform sebagai model untuk membantu para pekerja dalam ekonomi digital.[61][62]

Departemen Pertanian AS tampaknya juga mendukung gerakan kooperativisme platform melalui artikel dalam majalah Rural Cooperatives edisi September/Oktober 2016.[64]

“Penduduk Amerika yang tinggal di daerah telah mengelola koperasi untuk membangun kekuatan ekonomi tandingan melawan korporasi besar yang dimiliki investor selama lebih dari satu abad. Pergerakan koperasi ini telah berpindah ke dalam sektor ekonomi berbagi yang telah berkembang pada abad ini. Di manapun ada investor-pemilik platform digital yang dapat memuaskan kebutuhan para pemilik aset dan pengguna di daerah, ekonomi berbagi akan diterima secara terbuka. Namun ketika ada kebutuhan mendesak, platform digital yang dimiliki secara kooperatif terbukti jadi opsi yang sangat baik. "

Britania Raya sunting

Pada tahun 2016, Jeremy Corbyn, pemimpin dari Partai Buruh dan Oposisi di Britania Raya, merilis manifesto demokrasi digital yang mengajak untuk, di antaranya, menumbuhkembangkan “kepemilikan kooperatif atas digital platform yang berfungsi untuk mendistribusikan kerja dan menjual jasa." Ia mengusulkan pada National Investment Bank dan bank-bank regional yang ada untuk “membiayai usaha sosial yang situs web dan aplikasinya didesain untuk meminimalisir biaya untuk menghubungkan produsen dengan konsumen dalam transportasi, akomodasi, kultural, katering, dan sektor penting lainnya dalam ekonomi Britania Raya" [65]

Advokasi sunting

Organisasi sunting

Platform Cooperativism Consortium (PCC)

Platform Cooperativism Consortium (Konsorsium Kooperativisme Platform) adalah "think-and-do tank" (lembaga riset dan pelaksanaan kebijakan)[66] bagi pergerakan kooperativisme platform yang bertempat di The New School di Kota New York.[67] Sebagai “jaringan global para peneliti, koperasi platform, pengembang perangkat lunak independen, seniman, desainer, pengacara, aktivis, usaha penerbitan, dan pemberi dana,"[68] konsorsium ini terlibat dalam riset, advokasi, pendidikan, dan proyek berbasis teknologi. Konsorsium ini diluncurkan pada Novermber 2016 di acara konferensi Building the Cooperative Internet (Membangun Internet Kooperatif).[69]

The Internet of Ownership

The Internet of Ownership (Internet Kepemilikan) adalah situs web yang menyimpan direktori global koperasi platform[70] dan kalender acara[71] yang terkait dengan gerakan kooperativisme platform. Situs ini dikelola oleh Nathan Schneider dan Devin Balkind.[70]

Pergerakan sunting

Pada September 2016, Nathan Schneider menulis artikel Here’s my plan to save Twitter: let’s buy it (Ini dia rencanaku untuk menyelamatkan Twitter: ayo kita beli)[72] di mana ia bertanya, “Bagaimana jika para penggunanya bekerjasama dan membeli saham Twitter beramai-ramai?" Setelah Twitter dimiliki oleh para penggunanya, menurut Schneider, Twitter bisa diubah menjadi koperasi platform.

Kritik terhadap kelayakan koperasi platform sunting

Dominasi Pemain Petahana sunting

Beberapa kritikus dari kooperativisme platform mengklaim bahwa koperasi platform akan kesulitan menggusur platform petahana yang dimodali oleh modal ventura. Nick Smicek menulis bahwa, karena “sifat monopoli dari platform, dominasi efek jaringan, dan sumber daya melimpah di balik perusahaan-perusahaan ini ... bahkan apabila semua perangkat lunak dijadikan sumber terbuka (open-source), platform seperti Facebook masih akan memiliki nilai tinggi karena data yang mereka miliki, efek jaringan, dan sumber daya finansial untuk melawan kehadiran koperasi.”[73] Rufus Pollock menunjukkan keprihatinan serupa bahwa koperasi platform akan menghadapi tantangan besar untuk mencapai skala yang besar, terutama karena ketidakmampuan mereka untuk menggalang modal saham tradisional[74] Ditambah lagi, ia berargumen bahwa koperasi sering kali melalui proses pengambilan keputusan yang lambat dan tidak efisien sehingga akan menghambat mereka untuk bersaing dengan baik. Akhirnya, ia menyampaikan bahwa ada risiko koperasi platform akan menjadi tidak etis dengan menjadi klub eksklusf bagi anggota mereka (sebagai contoh, koperasi angkutan bersama mungkin akan dikontrol oleh pengemudi yang akhirnya mengeksploitasi pengguna jasa). Evgeny Morozov menulis bahwa “Usaha kooperativisme platform sebenarnya layak untuk diteruskan; terkadang, mereka menghasilkan proyek lokal yang impresif dan etis. Tidak ada alasan mengapa koperasi pengemudi di kota kecil tidak dapat membuat aplikasi yang membantu mereka mengalahkan Uber secara lokal. Namun, tidak ada alasan bagus untuk percaya bahwa koperasi lokal ini dapat membuat mobil tanpa pengemudi (self-driving car): upaya ini memerlukan investasi besar-besaran dan infrastruktur khusus untuk mengumpulkan dan menganalisis semua data. Kita bisa saja membuat koperasi kepemilikan data, namun daya saing mereka akan sulit untuk bisa setara dengan Google atau Amazon " [75]

Meskipun hal ini bisa jadi benar di sektor tertentu, Arun Sundarajan mengklaim bahwa, “Teori ekonomi mengimplikasikan bahwa koperasi pekerja lebih efisien dari korporasi berbasis saham ketika tidak ada perbedaan yang besar dalam hirarki kontribusi di antara para pekerja, yaitu ketika tingkatan kompetisi eksternal rendah dan tidak ada kebutuhan untuk adanya investasi berulang sebagai respon dari perubahan teknologi.” Menggunakan Uber sebagai contoh dari platform yang dominan, ia melanjutkan: “Para pengemudi taksi sebenarnya memberikan jasa yang kurang lebih seragam dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. Saat teknologi angkutan berbasis daring menjadi komoditas, potensi untuk koperasi pekerja menjadi besar, karena tiap-tiap pasar lokal terbuka untuk persaingan."[76]

Terlepas dari itu, kemungkinan bahwa platform yang dominan menggunakan arus data yang mereka peroleh dari pengguna mereka yang jumlahnya lebih besar untuk dimanfaatkan sebagai inovasi teknologi yang meningkatkan nilai mereka di mata pelanggan tetaplah sebuah tantangan besar. Sebagai contoh, Uber mencoba menggunakan data yang mereka kumpulkan dari para pengemudinya melalui aplikasi mereka untuk mengotomasi industri taksi, dengan begitu menghilangkan kebutuhan adanya pekerja dan mengurangi nilai dari sebuah pengantaran hingga di bawah harga yang dibutuhkan pekerja manusia untuk bertahan hidup.

Kesulitan mendapatkan modal pada tahap awal sunting

Meskipun Sundarajan percaya bahwa ada pasar di mana koperasi platform dapat berjalan sukses, ia mendapati bahwa ganjalan utama mereka untuk masuk adalah pendanaan awal, terutama karena devaluasi ideologis mereka tentang pentingnya menghasilkan keuntungan bagi para investor-pemangku kepentingan. Namun, ia juga menyadari bahwa beberapa bentuk penggalangan dana alternatif dapat mempermudah penetrasi pasar para koperasi platform. Beberapa yang ia sebutkan adalah Fairshare, sebuah model keikutsertaan yang membedakan antara pendiri, pekerja, pengguna, dan investor, dengan haknya masing-masing mengenai suara, kompensasi, dan hak untuk menjual saham ke pasar terbuka. Model lain yang ia sebutkan termasuk pendanaan publik menggunakan koin crypto (crypto-coin), investasi melalui bantuan sosial, dan “program kepemilikan saham penyedia” yang meniru bentuk kepemilikan bersama dalam “program kepemilikan saham bersama pada karyawan” (Employee Stock Ownership Program).[77]

Lihat juga sunting

Daftar Referensi sunting

  1. ^ Scholz, Trebor (4 December 2016). "The Prospects of Platform Cooperativism". Slideshare. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  2. ^ "Profile of People's Ride: a co-operative, driver-owned alternative to Uber". 10 August 2016. Diakses tanggal 25 November 2016. 
  3. ^ Schneider, Nathan. "Denver Taxi Drivers Are Turning Uber's Disruption on Its Head". The Nation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-22. Diakses tanggal 25 November 2016. 
  4. ^ "The Internet of Ownership: Directory". 
  5. ^ "Eva". Diakses tanggal 15 March 2020. 
  6. ^ "Eva". eva.coop. Diakses tanggal 2020-03-15. 
  7. ^ "Fairbnb.coop". Diakses tanggal 19 March 2019. 
  8. ^ "A smart and fair solution for community-powered tourism". fairbnb.coop. Diakses tanggal 2018-09-01. 
  9. ^ "Welcome to Fairmondo". Fairmondo. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  10. ^ Scholz, Trebor (2016). Platform Cooperativism: Challenging the Sharing Economy (PDF). New York: Rosa Luxemburg Stiftung. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-12-06. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  11. ^ Schneider, Nathan (7 September 2016). "Denver Taxi Drivers Are Turning Uber's Disruption on Its Head". The Nation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-22. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  12. ^ Kenny, Andrew (8 December 2016). "A third of Denver's taxi drivers have joined Green Taxi Cooperative to fight Uber". Denverite. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  13. ^ "Archived copy". Green Taxi Co-op. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 February 2018. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  14. ^ "Loconomics". Loconomics. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-01. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  15. ^ "Midata". MIDATA. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  16. ^ a b Pontefract, Dan (1 October 2016). "Platform Cooperatives Like Stocksy Have A Purpose Uber And Airbnb Never Will". Forbes. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  17. ^ "Up & Go". Up & Go. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  18. ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 October 2017. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  19. ^ "Resonate". Diakses tanggal 19 March 2019. 
  20. ^ "FairShares Association: The association for multi-stakeholder co-operation in member-owned social enterprises". Diakses tanggal 19 March 2019. 
  21. ^ Scholz, Trebor (5 April 2015). "Think Outside the Boss: Cooperative Alternatives to the Sharing Economy". Public Seminar. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  22. ^ Schneider, Nathan (7 December 2016). "An Internet of ownership: democratic design for the online economy". The Internet of Ownership. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 December 2016. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  23. ^ O'Dwyer, Rachel (2016). Scholz, Trebor; Schneider, Nathan, ed. Ours To Hack and Own: The Rise of Platform Cooperativism, a New Vision for the Future of Work and a Fairer Internet. New York: OR Books. hlm. 237. 
  24. ^ "Mission". Platform Cooperativism Consortium. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  25. ^ Scholz, Trebor (2016). Uberworked and Underpaid: How Workers Are Disrupting the Digital Economy. New York City: Polity. Part II. 
  26. ^ "P2P Foundation". P2P Foundation. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  27. ^ "Our Story". P2P Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 February 2018. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  28. ^ a b c Scholz, Trebor (5 December 2014). "Platform Cooperativism vs. the Sharing Economy". Medium. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  29. ^ Kelly, Marjorie (2012). Owning Our Future. Berrett-Koehler Publishers. ISBN 978-1605093109. 
  30. ^ Schneider, Nathan; Scholz, Trebor (2016). "Introduction". Dalam Scholz, Trebor; Schneider, Nathan. Ours To Hack and Own: The Rise of Platform Cooperativism, a New Vision for the Future of Work and a Fairer Internet. New York: OR Books. 
  31. ^ Schneider, Nathan (21 December 2014). "Owning is the New Sharing". Shareable. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  32. ^ Schneider, Nathan (2016). "The Meanings of Words". Dalam Scholz, Trebor; Schneider, Nathan. Ours To Hack and Own: The Rise of Platform Cooperativism, a New Vision for the Future of Work and a Fairer Internet. New York: OR Books. 
  33. ^ a b Sifry, Micah L. (25 October 2016). "A Conversation with Trebor Scholz on the Rise of Platform Cooperativism". Civic Hall. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-22. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  34. ^ "Digital Commons: Manifesto". Legacoop. 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-13. Diakses tanggal 2017-03-12. 
  35. ^ Fuster Morell, Mayo (September 2012). "Horizontes del procomún digital" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 13 April 2016. Diakses tanggal 25 April 2017. 
  36. ^ Bauwens, M., Kostakis, V. (2014). "From the communism of capital to capital for the commons: Towards an open co-operativism". TripleC. 12 (1): 356–361. doi:10.31269/triplec.v12i1.561. 
  37. ^ De Peuter & Dyer-Witheford, G. (2010). "Commons and cooperatives". Affinities: A Journal of Radical Theory, Culture, and Action. 4 (1). 
  38. ^ "The Platform Cooperativism Primer". platform.coop. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 March 2017. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  39. ^ "Contributors". Platform Cooperativism Consortium. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  40. ^ Scholz, Trebor (2016). Uberworked and Underpaid: How Workers Are Disrupting the Digital Economy. New York City: Polity. 
  41. ^ "Platform Cooperativism. The Internet. Ownership. Democracy". platform.coop. Diakses tanggal 10 December 2016. [pranala nonaktif]
  42. ^ Scholz, Trebor; Schneider, Nathan, ed. (2016). Ours To Hack and Own: The Rise of Platform Cooperativism, a New Vision for the Future of Work and a Fairer Internet. New York: OR Books. 
  43. ^ Scholz, Trebor (2016). "Chapter 4". Uberworked and Underpaid: How Workers Are Disrupting the Digital Economy. New York City: Polity. 
  44. ^ Terranova, Tiziana (2004). Network Culture: Politics for the Information Age. Pluto Press. ISBN 0-7453-1748-0. 
  45. ^ Scholz, Trebor (2016). "How Platform Cooperativism Can Unleash the network". Dalam Scholz, Trebor; Schneider, Nathan. Ours To Hack and Own: The Rise of Platform Cooperativism, a New Vision for the Future of Work and a Fairer Internet. New York: OR Books. hlm. 23. 
  46. ^ Cheng, Denise (October 2014). Is sharing really caring? A nuanced introduction to the peer economy (PDF). 
  47. ^ "Sharing Economy 2.0: Can Innovation and Regulation Work Together?". Knowledge@Wharton. 5 November 2014. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  48. ^ Bauwens, Michel (29 October 2014). "How Uber drivers, making less than the minimum wage, are organizing with assistance of taxi drivers". P2P Foundation. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  49. ^ Smith, Rebecca; Leberstein, Sarah (September 2015). Rights on Demand: Ensuring Workplace Standards and Worker Security In the On-Demand Economy (PDF). National Employment Law Project. hlm. 5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-04-27. Diakses tanggal 2017-03-12. 
  50. ^ Smith, Rebecca; Leberstein, Sarah (September 2015). Rights on Demand: Ensuring Workplace Standards and Worker Security In the On-Demand Economy (PDF). National Employment Law Project. hlm. 4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-04-27. Diakses tanggal 2017-03-12. 
  51. ^ Rosenblat, Alex; Stark, Luke (15 October 2015). Uber's Drivers: Information Asymmetries and Control in Dynamic Work (PDF). Data & Society. hlm. 5.  [pranala nonaktif]
  52. ^ a b Slee, Tom (26 November 2014). "Why Canada should de-activate Uber". Tom Slee. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  53. ^ Weber, Harrison (10 July 2014). "TaskRabbit users revolt as the company shuts down its bidding system". Venture Beat. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  54. ^ Biddle, Sam (23 July 2014). "If TaskRabbit Is the Future of Employment, the Employed Are Fucked". Gawker. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  55. ^ Claburn, Thomas (2 August 2016). "Uber Drivers Under Algorithmic Management: Study". Information Week. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  56. ^ Scholz, Trebor (2016). Platform Cooperativism: Challenging the Sharing Economy (PDF). New York: Rosa Luxemburg Stiftung. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-12-06. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  57. ^ Fuster, Mayo (2012). "Horizontes de procomún digital". Barcelona: Caritas. 
  58. ^ "Digital commons event, 30 October 2011, Barcelona". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-09. 
  59. ^ Fuster, Mayo. "Presentation Barcelona Collaborative Economy Action Plan - Platform Cooperativism action". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-10. Diakses tanggal 2017-03-12. 
  60. ^ "Barcelona Collaborative Economy Action Plan". Barcelona Activa. 
  61. ^ a b "Raising the Floor For Workers In The Gig Economy: Tools for NYC & Beyond". Brad Lander. 5 September 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 March 2018. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  62. ^ a b "Brad Lander". Platform Cooperativism. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 December 2016. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  63. ^ Lee, Adaline (22 November 2016). "Hack the Union talks the passage of Freelance Isn't Free". Freelancer's Union. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  64. ^ Borst, Alan (October 2016). "'Platform co-ops' gaining traction" (PDF). Rural Cooperatives Magazine. Washington D.C.: US Department of Agriculture. 
  65. ^ "Digital democracy manifesto". Jeremy Corbyn. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 August 2017. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  66. ^ "10 Areas of Activities". Platform Cooperativism Consortium. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  67. ^ "Platform Cooperativism Consortium". Platform Cooperativism Consortium. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  68. ^ Sharp, Darren (16 November 2016). "International Consortium Launched at Second Platform Cooperativism Conference". Shareable. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  69. ^ Sharp, Darren (16 November 2016). "Contributors - Platform Cooperativism Consortium". Shareable. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  70. ^ a b "Directory". The Internet of Ownership. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 November 2016. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  71. ^ "Events". The Internet of Ownership. Diarsipkan dari versi asli tanggal 25 October 2016. Diakses tanggal 10 December 2016. 
  72. ^ Schneider, Nathan (29 September 2016). "Here's my plan to save Twitter: let's buy it". The Guardian. Diakses tanggal 12 December 2016. 
  73. ^ Srnicek, Nick (2017). Platform Capitalism. New York City: Polity. hlm. 127. 
  74. ^ Information Coops: Collective Funding of Information Goods from Software to Medicines 
  75. ^ Morozov, Evgeny (3 December 2016). "Data populists must seize our information – for the benefit of us all". The Guardian. Diakses tanggal 12 December 2016. 
  76. ^ Sundararajan, Arun (2016). The Sharing Economy: The End of Employment and the Rise of Crowd-Based Capitalism. Cambridge: MIT Press. hlm. 197. 
  77. ^ Sundararajan, Arun (2016). The Sharing Economy: The End of Employment and the Rise of Crowd-Based Capitalism. Cambridge: MIT Press. hlm. 198.