Kontrak elektronik


Kontrak Elektronik (e-contract) atau istilah lain adalah Kontrak online (online contract) atau Kontrak daring yaitu kesepakatan para pihak untuk saling mengikat demi tercapainya tujuan bersama yang dilakukan secara elektronik. Secara umum kontrak elektronik diartikan sebagai kontrak yang dibuat dalam bentuk elektronik.[1]

Ketentuan dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang tentang informasi dan Trasansi Elektronik (UU ITE) yang pada pokonya memberikan makna kontrak elektronik yaitu sebuah perjanjian antara para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Makna tersebut juga selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Adanya kegiatan transaksi elektronik mengakibatkan adanya perikatan atau hubungan hukum secara elektronik dengan memadukan jaringan berbasis komputer dengan sistem komunikasi yang selanjutnya difasilitasi dengan jaringan internet atau jaringan global.[2] Kontrak Elektronik merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPer yang memberlakukan “Asas Kebebasan Berkontrak”.[3] Sehingga keabsahan kontrak elektronik harus dilihat secara jelas apakah sudah sesuai dengan syarat sah perjanjian sebagaimana yang diamanatkan Pasal 1320 KUHPer.

Asas Dalam Kontrak Elektronik sunting

Pemanfaatan teknologi informasi dalam pelaksanaan transaksi elektronik khususnya dalam hal adanya kontrak elektronik harus dilaksanakan berdasarkan beberapa asas yang tertuang dalam UU ITE, asas tersebut diantaranya:[4]

  1. asas kepastian hukum
  2. manfaat
  3. kehati-hatian
  4. itikad baik
  5. kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Selain asas asas yang dikemukakan dalam UI ITE juga terdapat asas-asas dalam dalam KUHPerdata yang dapat digunakan dalam kontrak elektronik. asas tersebut yaitu:[5]

  1. Asas Kebebasan Berkontrak (Contractvrijheid)
  2. Asas Konsensualisme (Persesuaian Kehendak)
  3. Asas Itikad Baik
  4. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)
  5. Asas Kekuatan Mengikat (Pucta Sunt Servanda)
  6. Asas Kepastian Hukum
  7. Asas Keseimbangan

Syarat Sah Kontrak Elektronik sunting

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 46 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dimana sarat sahnya kontrak elektronik meliputi:[6][7]

  1. Terdapat kesepakatan para pihak
  2. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  3. Terdapat hal tertentu
  4. Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Sedangkan syarat sahnya kontrak elektronik sebagaimana yang disamakan dengan syarat sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyebutkan sebagai berikut:[1][8][9]

  1. Adanya kesepakatan (toesteming) para pihak.
  2. Kecakapan melakukan perbuatan hukum, Maksudnya adalah merka yang melakukan perjanjian harus cakap dan berwenang untuk melakukan perjanjian tersebut
  3. Adanya objek tertentu (onderwerp der overeenskomst). Maksud dari objek tertentu dalam suatu perjanjian adalah suatu prestasi.
  4. Adanya sebab yang halal (geoorloofde oorzak). Ketentuan dalam Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu persetujuan yang dibuat karena sebab yang terlarang tidak mempunyai kekuatan.

keabsahan suatu kontrak diukur dari terpenuhinya kehendak para pihak pada klausula-klausula yang di sepakati (expression of will).[10] Sehingga Pasal 1320 KUHperdata dengan tegas menyebutkan kesepakatan para pihak sebagai unsur perjanjian yang pertama dan utama. Keberadaan kontrak elektronik merupakan perwujudan inisiatif para pihak untuk membuat suatu perikatan. Tentunya hal ini dilindungi Pasal 1338 KUHPerdata yang memberlakukan asas kebebasan berkontrak. Terkait keabsahan kontrak elektronik bila dilihat dari KUHperdata, maka harus dilihat dari syarat sah kontrak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Kontrak elektronik harus memenuhi syarat subyektif, yang mewujudkan kesepakatan para pihak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu guna memenuhi suatu tujuan.

Landasan hukum kontrak elektronik yang digunakan baik KUHPerdata dan juga UU ITE telah memberikan dasar bagi keabsahan kontrak elektronik ini. KUHPerdata telah memberikan empat syarat sah kontrak sebagai dasar pembuatan kontrak elektronik yang sah dimana harus dilandasi dengan itikad baik. Sedangkan UU ITE memberikan ketentuan yang bersifat preventif mengingat karakteristik kontrak elektronik begitu beragam dan unik.[10]

Isi Kontrak Elektronik sunting

Isi dari kontrak elektronik yang akan melakukan transaksi elektronik setidak-tidaknya memuat:[11]

  1. Data identitas para pihak.
  2. Objek dan spesifikasi.
  3. Persyaratan Transaksi Elektronik.
  4. Harga dan biaya.
  5. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak.
  6. Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi.
  7. Pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

Cara Penggunaan Kontrak Elektronik sunting

Terkait dengan tata cara penggunaan kontrak elektronik telah diatur dalam UU ITE. Secara spesifik diatur dalam Pasal 18 yang pada pokonya yang menyatakan:[12]

  1. Transaksi elektronik yang dibuat melalui sistem kontrak elektronik bersifat mengikat para pihak.
  2. Para pihak memiliki hak untuk menentukan hukum yang berlaku atau diterapkan dalam transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik.
  3. Bilamana para pihak tidak menentukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik, maka hukum yang berlaku dengan berlandaskan kepada asas Hukum Perdata Internasional.
  4. Para pihak memiliki hak dan berwenang untuk menentukan kewenangan untuk menetapkan lembaga penyelesaian sengketa alternatif seperti forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga lain yang berwenang untuk menangani sengketa yang mungkin timbul sebagai akibat dilakukanya transaksi elektronik.
  5. Bilamana para pihak tidak melakukan pemilihan terhadap forum atau lembaga yang berweang untuk menyelesaikan sengketa yang timbul maka yang berwenang menangani sengketa atas terjadinya transaksi elektronik adalah ketetapan dan berpedoman pada asas hukum perdata Internasional.

Penjelasan lebih lanjut terkait penggunaan kontrak elektronik sebagaimana Pasal 18 UU ITE dimana pada pokoknya berisikan hal-hal berikut:[12]

  1. Kontrak elektronik dapat dipergunakan pada transaksi elektronik, mengingat kegiatan kontrak merupakan perbuatan hukum.
  2. Bilamana terjadi sengketa atas terjadinya kontrak elektronik maka para pihak memiliki wewenang untuk menentukan dengan hukum mana untuk menyelesaikan perselisihan atas transaksi elektronik yang terjadi.
  3. Apabila para pihak tidak menentukan mekanisme penyelesaikan sengketa yang mungkin ditimbulkan sebagai akibat dari kontrak elektronik yang dibuatnya oleh para pihak maka yang berlaku adalah hukum perdata Internasional.

Daftar Referensi sunting

  1. ^ a b Sinaga, David Herianto; Wiryawan, I Wayan (2020). "Keabsahan Kontrak Elektronik (E-Contract) Dalam Perjanjian Bisnis". Jurnal Kertha Semaya. 8 (9): 1388. ISSN 2303-0569. 
  2. ^ Santoso, Agus; Pratiwi, Dyah (2008). "Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem Elektronik Perbankan Dalam Kegiatan Transaksi Elektronik Pasca Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik". Jurnal Legislasi Indonesia. 5 (4): 75. 
  3. ^ Arkiswan; Sari, Debby Puspita (2021). "Syarat Sah Kesepakatan Dalam Perjanjian Transaksi Elektronik Pada Aplikasi Jual Beli Online Lazada". Jurnal Pro Hukum. 10 (1): 9. ISSN 2615-5567. 
  4. ^ Kejahatan siber (cyber crime) : suatu pengantar / Maskun. Jakarta: Kencana. 2013. hlm. 144. ISBN 978-602-9413-93-9. 
  5. ^ Kalangi, Alice (2015). "Kedudukan dan Kekuatan Mengikat Perjanjian Transaksi Melalui Internet (E-Commerce)". Lex Privatum. 3 (4): 132 –134. 
  6. ^ "Bagaimana Legalitas Kontrak dan Tanda Tangan Elektronik?". SMARTLEGAL.ID. 22 Januari 2019. Diakses tanggal 6 Desember 2021. 
  7. ^ "4 Syarat Sahnya Perjanjian yang Harus Dipenuhi Ketika Membuat Perjanjian Bisnis". LIBERA. Diakses tanggal 6 Desember 2021. 
  8. ^ Romadhoni, Ridwan; Kharisma, Dona Budi (2019). "ASPEK HUKUM KONTRAK ELEKTRONIK (E-CONTRACT) DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE YANG MENGGUNAKAN BITCOIN SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN". Jurnal Privat Law. VII (1): 52. 
  9. ^ Miru, Ahmadi (2011). Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hlm. 4. ISBN 978-979-769-105-9. 
  10. ^ a b Christianto, Hwian (15 September 2008). "Kontrak Elektronik Menurut UU ITE dan BW". Gagasan Hukum. ISSN 1979-9373. Diakses tanggal 6 Desember 2021. 
  11. ^ Khotimah, Cindy Aulia. "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI-ONLINE (E-COMMERCE)" (PDF). BUSINESS LAW REVIEW. 1: 16. 
  12. ^ a b Indra, R. (26 Juli 2019). "Pengertian dan Kedudukan Perjanjian/Kontrak Elektronik". Dokterhukum.com. Diakses tanggal 6 Desember 2021.