Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol.[1] Fenol dijadikan pembanding karena fenol sering digunakan untuk mematikan mikroorganisme.[1] Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol.[1] Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan mikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol.[1] Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak mematikannya dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan antimikrobial yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak dalam lima menit.[1]

Hände-Desinfektionsmittel Braun Sterillium classic pure
Phenol substance photo

Waktu untuk menguji antibiotika adalah 18-24 jam, sedangkan untuk mata tidak mungkin selama itu.[2] Oleh karena itu, digunakan waktu tertentu dengan metode kontak secara konvensional, waktu yang paling cepat adalah 2,5 menit, paling lama 15 menit.[2] Kekuatan fenol untuk menguji desinfektan adalah tidak lebih besar dari 5%.[2]

Desinfektan digunakan di rumah sakit dan laboratorium harus diuji secara berkala untuk memastikan potensi dan kemanjuran.[3] Sebagai desinfektan tertentu kehilangan potensi pada berdiri dan penambahan bahan organik, keberhasilan mereka harus diuji.[3] Sementara metode tertentu membantu dalam memilih cairan yang tepat desinfektan untuk digunakan orang lain menguji efektivitas desinfektan sudah digunakan.[3] Beberapa metode membandingkan kinerja dengan fenol sedangkan metode lain hanya menyatakan jika disinfektan efektif atau tidak.[3]

Sejarah

sunting

Pada tahun 1868, Joseph Linster, yang mungkin dipacu oleh karya Pasteur dalam sterilisasi panas serta dekontaminasi urin, susu, peralatan bedah, dan perban, memulai eksperimennya dalam "bedah antiseptik".[4] Ia semula menggunakan asam karbolat (fenol) yang tidak diencerkan.[4] Konsentrasi ini mennyebabkan iritasi luka yang cukup bermakna.[4] Akhirnya ia menemukan bahwa setelah diencerkan 1:40, fenol masih efektif dan peradangan secara nyata berkurang.[4] Ia melaporkan adanya penurunan angka infeksi di rumah sakit di Berlin 90% menjadi 15%.[4] Hingga saat ini, fenol masih digunakan sebagai pembanding atau standar dalam penentuan kemempuan desinfektan.[4]

Tujuan

sunting

Walaupun koefisien fenol ini digunakan untuk menguji desinfektan, koefisien fenol ini juga digunakan untuk menguji efisiensi kemampuan desinfektan tersebut membunuh jamur, untuk menentukan nilai germisidal atau kemampuannya untuk membunu jamur pada suatu senyawa murni, serta untuk menghitung nilai antiseptik.[5] Walaupun uji koefisien fenol ini digunakan untuk menguji kemampuan senyawa yang mirip dengan fenol, dalam tahun-tahun terakhir, hal tersebut telah berkembang secara bertahap.[5]

Ciri-ciri Desinfektan Ideal

sunting
  1. Aktivitas antimikrobial, pada konsentrasi rendah harus mempunyai aktivitas antimikrobial dengan spektrum luas.[2]
  2. Kelarutan, harus dapat larut dalam air atau pelarut lain sampai taraf yang diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif.[2]
  3. Stabilitas, perubahan yang terjadi pada substansi bila dibiarkan beberapa hari harus seminimal mungkin dan tidak boleh menghilangkan sifat antimikrobialnya secara nyata.[2]
  4. Tidak bersifat racun.[2]
  5. Homogen.[2]
  6. Tidak bergabung dengan bahan organik.[2]
  7. Aktivitas antimikrobial pada suhu kamar.[2]
  8. Tidak menimbulkan karat dan warna.[2]
  9. Kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap.[2]
  10. Memiliki kemampuan sebagai deterjen/ pembersih[2]
  11. Tersedia dalam jumlah yang besar dengan harga yang pantas.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e Lay BW. 1994. Analisis Mikrob di laboratorium. Jakarta: Grafindo. ISBN 979-421-388-8. Hlm.68.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n Dra. Hj. Dewi Rusmiati, Dra. Hj. Sulistianingsih, Dr. Tiana Milanda, Sri Agung F.K, M.Si (2009). "Penentuan Daya Hambat dari Suatu Sediaan yang Berpotensi Sebagai Antiseptik atau Desinfektan Terhadap Bakteri Uji". Jatinangor. 
  3. ^ a b c d (Inggris) Sridhar. "Testing of disinfectants" (PDF). Diakses tanggal May 4 2014. 
  4. ^ a b c d e f Barbara J. Gruendemann, Billie Fernsebner (2006). Buku Ajar: Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC. 
  5. ^ a b (Inggris) George F. Reddish. "Limitation of The Phenol Coefficients Test". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-04. Diakses tanggal May 4 2014.