Kereta Naga Paksi

layanan kereta api di Indonesia


Kereta Naga Paksi atau yang biasa dikenal dengan nama kereta Kencana Naga Paksi merupakan kereta kencana milik kerajaan Sumedang Larang.

Kereta Naga Paksi merupakan kereta kencana dengan ukuran yang sangat besar yaitu panjang 7 meter, lebar 2,5 dan tinggi 3,1 meter. Menurut Raden Moch Achmad Wiriaatmadja (pemangku adat Sumedang Larang), pada masa lalu kereta Naga Paksi dibuat dengan kayu namun pada masa sekarang replikanya dibuat dengan rangka besi.[1]

Menurut Raden Kusdinar A Sumawilaga, Kereta Naga Paksi mulai digunakan pada masa kepemimpinan Pangeran Koesoemah Dinata (Pangeran Kornel), yaitu sekitar tahun 1791 - 1828 dan masih digunakan pada masa kepemimpinan Pangeran Suria Kusumah Adinata yang berkuasa sekitar tahun 1838 - 1882 untuk keperluan bepergian di dalam kota, menghadiri acara dan sebagai kendaraan pernikahan.[1]

Sejarah sunting

Pada pertengahan periode tahun 90an, Elang Yusuf Dendabrata (keluarga kesultanan Kacirebonan sekaligus ahli kereta keraton) diminta untuk membuat replika dari kereta Naga Paksi, tetapi kereta Naga Paksi yang akan dibuat replikanya tersebut tidak meninggalkan bekas atau gambaran sama sekali, oleh karenanya Elang Yusuf melakukan tirakat untuk memohon izin membuat replika kereta dan mendapat petunjuk dari Allah swt dengan melakukan puasa dan shalat tahajud setiap malam, tirakat tersebut beliau lakukan selama kurang lebih tujuh hari sampai beliau merasa mendapatkan izin untuk membuat replika kereta Naga Paksi, kemudian gambaran-gambaran tentang kereta Naga Paksi mulai berdatangan secara batin pada saat beliau sedang menjalankan ibadah haji pada tahun 1994, di penginapan beliau mulai menuangkan bentuk kepala kereta dalam sketsa di buku hariannya, setelah selesai, beliau kemudian menelepon putra sulungnya dan berpesan supaya membuatkan roda kereta sementara hal-hal lainnya akan dilakukan selepas kepulangan beliau.[2]

Pada sekitar bulan maret 1995 Elang Yusuf Dendabrata memulai pengerjaannya untuk membuat replika kereta Naga Paksi, beliau membawa kurang lebih empat ahli (bahasa Cirebon: tukang) yaitu dua orang ahli ukir dan dua orang ahli kayu, kakaknya yaitu Elang Sartono juga ikut menemani. Pengerjaan tersebut memakan waktu yang sangat lama yaitu sekitar 10 bulan, setiap malam Jum'at di ruangan pengerjaan selalu dinyalakan wewangian (adat Cirebon yang bernafaskan Islam mengingatkan pentingnya menyambut hari Jum'at dengan wewangian yang merupakan Sunnah dalam Islam) ketika sedang dalam tahap penyeleseian kereta tersebut, Wakil Gubernur Jawa Barat pada masa itu yaitu H.M A Sampurna yang telah kembali berobat dari Belanda membawa foto kereta Naga Paksi dan ternyata sketsa rancangan yang dibuat oleh Elang Yusuf Dendabrata sama dengan yang ada pada foto dari Belanda tersebut.[2]

Pembuatan replika akhirnya dapat diseleseikan pada sekitar bulan Januari 1996.

Gedong kereta sunting

Pada akhir tahun 1996 Gedong kereta di kompleks museum Prabu Geusan Ulun akhirnya dibangun untuk menyimpan kereta replika yang dibuat oleh Elang Yusuf Dendabrata [3]

Replika oleh bapak Chaltim sunting

Setelah pembuatan kereta Naga Paksi oleh Elang Yusuf Dendabrata pada tahun 1995, kemudian untuk keperluan HUT ke 433 kabupaten Sumedang yang jatuh pada hari Sabtu 23 April 2015, bapak Chaltim (seorang budayawan Sumedang asal Tomo, Sumedang) membuat replika kereta Naga Paksi dari yang ada di kompleks museum Prabu Geusan Ulun dengan menggunakan spon sebagai bahan untuk badannya yang diperkuat dengan rangka dari besi.[1]

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Nuryaman. 2011. Replika Kereta Naga Paksi Gunakan Rangka Besi. [[kota Bandung|Bandung]]: Pikiran Rakyat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-06. Diakses tanggal 2016-06-01. 
  2. ^ a b Ibrahim, Muchataruddin, Julinar Said, Espita Riama, Andi Maryam. 1999. Ensiklopedia Tokoh Kebudayaan Nasional IV. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
  3. ^ Suryaman, Raden Nanang, dkk. 1996. Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun serta Riwayat Leluhur Sumedang. Sumedang: Yayasan Pangeran Sumedang