Kemandulan jantan merupakan gejala kemandulan (sterilitas) pada fungsi reproduksi jantan yang dialami oleh organisme (terutama tumbuhan). Apabila organisme itu berkelamin ganda (hermafrodit), praktis ia hanya berfungsi sebagai betina. Gejala ini telah dilaporkan oleh Kölreuter pada abad ke-18 pada banyak tumbuhan bermanfaat dan terutama dapat dilihat dari tidak berkembangnya alat kelamin jantan (benang sari/stamen atau kepala sari/anther) secara normal sehingga tidak mampu menghasilkan serbuk sari. Kemandulan jantan juga dapat disebabkan karena gangguan fungsi pada serbuk sari itu sendiri.

Terdapat dua sumber ekspresi kemandulan jantan: mutasi pada kromosom inti sel dan mutasi pada kromosom di luar initi (mitokondria dan plastida). Tipe yang pertama tersebut dikenal sebagai kemandulan jantan genik/genetik dan tipe yang kedua dikenal sebagai kemandulan jantan sitoplasmik. Kemandulan jantan sitoplasmik pada sejumlah kasus dapat dipulihkan apabila pada kromosom inti sel terdapat gen pemulih (restorer). Modifikasi ini dikenal sebagai kemandulan jantan sitoplasmik-genik dan lebih populer dikenal melalui singkatannya dalam bahasa Inggris, CGMS (dari cytoplasmic-genic male sterility).

Kemandulan jantan telah dimanfaatkan oleh sejumlah perusahaan benih untuk membantu menghasilkan varietas hibrida karena dapat menekan biaya program persilangan secara massal. Teknik pemanfaatannya diperkenalkan oleh Marcus Morton Rhoades (1903–1991). Kemandulan jantan genik yang terpengaruh oleh suhu udara (thermosensitive genic male sterility, TGMS) dan fotoperiodisme (photoperiodism sensitive GMS, PGMS) dimanfaatkan di Cina dalam persilangan padi hibrida, sedangkan CGMS telah dimanfaatkan dalam berbagai produksi varietas hibrida sejumlah tanaman ekonomis, seperti jagung, rapa, dan tomat.

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting