Kejahatan kemanusiaan

Kejahatan terhadap umat manusia adalah istilah di dalam Hubungan Internasional yang mengacu pada tindakan pembunuhan massal dengan penyiksaan terhadap tubuh orang-orang sebagai suatu kejahatan penyerangan terhadap yang lain. Para sarjana Hubungan Internasional telah secara luas menggambarkan kejahatan terhadap umat manusia sebagai tindakan yang sangat keji, Pada suatu skala yang sangat besar, yang dilaksanakan untuk mengurangi ras manusia secara keseluruhan. Biasanya kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan atas dasar kepentingan politik, seperti yang terjadi di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang terjadi di Rwanda dan Yugoslavia.[1]

Anak-anak terluka akibat bom Israel di Gaza, 2012. Serangan terhadap anak-anak adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan kemanusiaan ini diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2000[2] tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU tersebut dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma, definisi kejahatan terhadap kemanusiaan ialah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.[3] Selain itu, kejahatan terhadap kemanusiaan merupakan salah satu dari empat pelanggaran HAM berat yang berada dalam yurisdiksi International Criminal Court (ICC). Pelanggaran HAM berat lainnya, antara lain genosida, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.

Pengadilan kriminal internasional

sunting

Pada tahun 2002 di kota Hague di Belanda dibentuklah suatu pengadilan kriminal internasional yang dalam bahasa Inggris disebut International Criminal Court (ICC). Statuta Roma memberikan kewenangan kepada ICC untuk mengadili kejahatan genosida, kejahatan terhadap perikemanusiaan, dan kejahatan perang.

Kejahatan-kejahatan terhadap perikemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 Statuta Roma tersebut adalah serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil dengan tujuan:

(a) Pembunuhan;
(b) Pemusnahan;
(c) Perbudakan;
(d) Pengusiran atau pemindahan penduduk;
(e) Perampasan kemerdekaan/perampasan kebebasan fisik lain;
(f) Menganiaya;
(g) Memperkosa, perbudakan seksual, memaksa seorang menjadi pelacur, menghamili secara paksa, melakukan sterilisasi secara paksa, ataupun bentuk kejahatan seksual lainnya;
(h) Penyiksaan terhadap kelompok berdasarkan alasan politik, ras, kebangsaan, etnis, kebudayaan, agama, dan jenis kelamin (gender) sebagaimana diatur dalam artikel 3 ICC ataupun dengan alasan-alasan lainnya yang secara umum diketahui sebagai suatu alasan yang dilarang oleh hukum internasional;
(i) Penghilangan seseorang secara paksa;
(j) Kejahatan apartheid;
(k) Perbuatan lainnya yang tak berperikemanusiaan yang dilakukan secara sengaja sehingga mengakibatkan penderitaan dan luka parah, baik tubuh, mental, maupun kesehatan fisiknya.[1]

Referensi

sunting
  1. ^ "United Nations Office on Genocide Prevention and the Responsibility to Protect". www.un.org. Diakses tanggal 2021-11-05. 
  2. ^ "UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia – Referensi HAM" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-02. 
  3. ^ "crime against humanity | international criminal law". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-05.