Dalam eklesiologi, katekumen (Latin: catechumenus; bahasa Yunani: κατηχουμενος, katekoumenos; artinya "yang diberi bimbingan") adalah orang yang menerima bimbingan dan penyuluhan mengenai asas-asas ajaran agama Kristen dari seorang katekis sebagai langkah persiapan sebelum dibaptis.

Praktik Kristiani sepanjang sejarah sunting

Walaupun para katekumen sudah ada sejak masa Paulus menulis surat kepada Gereja di Galatia (Strong's G2727), yang di dalamnya ada disebutkan mengenai mereka, praktiknya berkembang dengan lamban, dari perkembangan doktrin dan perlunya untuk menguji orang-orang yang baru bertobat terhadap bahaya kejatuhan kembali. Alkitab mencatat bahwa (Kis. 19) Rasul Paulus mengunjungi beberapa orang yang digambarkan sebagai "murid-murid", meskipun belum dibaptis. Selanjutnya, pada abad ke-2 kelihatannya pembaptisan diselenggarakan hanya pada waktu-waktu tertentu dalam setahun, yang mengindikasikan bahwa periode penerimaan pengajaran lebih merupakan aturan ketimbang pengecualian. Ensiklopedia Katolik mencatat: "Oleh karena penerimaan iman Kristiani mencakup kepercayaan pada keseluruhan doktrin dan pelaksanaan hukum Ilahi (Amanat Agung - Matius 28:20, "dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu"), maka jelaslah bahwa semacam pengajaran pendahuluan harus diberikan bagi orang-orang yang baru bertobat." Yustinus Martir, dalam bukunya Apologia pertama, memaparkan pengajaran-pengajaran yang diadakan sebelum pembaptisan:

Karena banyak orang yang terpikat dan percaya bahwa apa yang kita ajarkan dan ucapkan adalah benar, kemudian menerimanya agar mampu hidup sesuai dengannya, diajar untuk berdoa dan memohon kebaikan Allah dengan berpuasa, bagi pengampunan dosa-dosa mereka yang sudah lampau, maka kita berdoa dan berpuasa bersama mereka. Kemudian mereka kita tuntun ke tempat yang ada air, dan dilahirkan kembali dengan cara yang sama ketika kita sendiri dilahirkan kembali.

"Pemikatan" mungkin terjadi karena khotbah seorang Penginjil; namun karena percaya harus diikuti baptisan, maka yang bersangkutan harus dipersiapkan secara rohani untuk menerima turunnya Roh Kudus melalui pembaptisan. Orang itu akan menerima tanda Salib dan mungkin percikan dengan air suci dari pelayan jemaat, yang menandakan masuknya mereka ke dalam jenjang katekumen.

Para katekumen dibatasi kehadiran mereka dalam ibadah-ibadah formal. Sebagai orang-orang yang belum dibaptis, mereka tidak dapat mengambil bagian secara aktif dalam setiap ibadah, karena itu adalah bagian bagi mereka yang sudah dibaptis. Satu praktik mengizinkan mereka untuk tinggal selama bagian pertama dalam Misa, tetapi dipersilahkan keluar sebelum Ekaristi bahkan sejak abad-abad paling awal. Praktik yang lain mengharuskan mereka masuk melalui pintu samping, atau mengikuti ibadah dari pinggiran, atau dari suatu gallery, atau di sekitar bejana pembaptisan; tidak diketahui apakah ada praktik yang melarang mereka menghadiri semua ibadah sampai mereka dibaptis.

Keinginan mereka untuk dibaptis dianggap sebagai jaminan yang cukup bagi keselamatan mereka, jika mereka meninggal dunia sebelum menerima baptisan. Seandainya mereka mati syahid sebelum dibaptis dengan air, maka kesyahidan mereka dianggap sebagai pembaptisan dengan darah, dan mereka dihormati sebagai martir (syuhada).

Pada abad ke-4, timbul suatu praktik yang tersebar luas untuk mendaftarkan diri sebagai seorang katekumen dan menunda baptisan hingga bertahun-tahun, sering kali hingga menjelang ajal, dan saat sakit parah sehingga praktik normal yakni selam tidak mungkin dilakukan, maka diperlukan baptis-percik atau baptis-siram yakni cara pembaptisan orang sakit. Kaisar Konstantinus I merupakan salah satu dari para katekumen semacam ini.

Cyril dari Yerusalem menulis serangkaian khotbah yang disampaikan kepada para katekumen, yang menjelaskan poin-poin penting dari iman dengan ayat-ayat Alkitab, terbagi dalam kategori "bagi yang hanya tertarik", dan "bagi yang berniat dibaptis", lalu dilanjutkan dengan khotbah-khotbah tertentu yang disampaikan bagi orang-orang yang sudah dibaptis.

Santo Agustinus dari Hippo adalah salah seorang yang didaftarkan sebagai seorang katekumen ketika masih bayi, dan tidak menerima baptisan hingga berumur tiga puluhan. Ia serta para Bapa Gereja lainnya menentang keras praktik semacam itu.

Pranala luar sunting