Kaba adalah genre sastra tradisional Minangkabau berupa prosa. Kaba dapat dibacakan maupun didendangkan. Bentuknya berupa pantun lepas maupun pantun berkait disertai ungkapan pepatah-petitih, mamangan, pameo, kiasan, dan sebagainya. Kaba berfungsi untuk menyampaikan cerita atau amanat. Biasanya tokoh dalam kaba tidak jelas dan nama-namanya cenderung bersifat simbolik.

Kaba yang disampaikan oleh seorang tukang kaba. Pertunjukan kaba berbeda-beda bergantung daerah Minangkabau. Ada yang menyampaikan kaba dengan randai, ilau, atau dengan nyanyian yang disebut basijobang.[1] Sesudah Perang Dunia I, kaba mulai dipertunjukkan sebagai sandiwara dan diterbitkan. Kaba pertama kali ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Latin sehingga berkembang sebagai cerita yang bertema aktual. Cerita kaba selalu diawali kisah tambo yang memaparkan asal usul Minangkabau.

Asal usul sunting

Kata kaba didiuga berasal dari bahasa Arab khabar, yang sinonim dengan kata berita (Minangkabau: barito). Namun, dalam peristilahan Minangkabau kedua kata ini dibedakan.[1]

Dalam segi cerita, kaba mirip dengan hikayat atau cerita dalam Sastra Melayu. Beberapa kaba seperti Kaba Sutan Manangkerang (1885) dan Kaba Manjau Ari (1891) pernah diterbitkan sebagai hikayat. Sebaliknya, Hikayat Hang Tuah juga pernah disadur ke dalam bentuk kaba.

Perbedaan kaba dengan hikayat terletak pada alat literer yang digunakan. Di dalam hikayat digunakan satuan linguistik seperti kalimat dan paragraf.

Jenis sunting

Edwar Jamaris dalam buku Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau (2002: 79), membagi kaba ke dalam dua kelompok, yaitu kaba lama dan kaba baru. Sedangkan Junus (dalam Edward jamaris, 2002: 79) mengelompokkan kaba ke dalam dua kelompok, yaitu kaba klasik dan nonklasik.

Edwar Jamaris menambahkan beberapa ciri yang terdapat dalam kaba lama dan kaba baru. Kaba lama mempunyai ciri: a. berkisah tentang perebutan kekuasaan antara dua kelompok yang salah satunya adalah “orang luar” (dari suatu kesatuan keluarga); b. kisah itu dianggap berlaku pada masa silam tentang anak raja yang mempunyai kekuatan supranatural. Kaba lama rata-rata disebarkan dalam bentuk tradisi lisan atau bentuk naskah. Beberapa contoh dari kaba lama adalah Kaba Cindua Mato, Kaba si Untuang Sudah, Kaba Magek Manandin, Kaba Malin Deman dengan Puti Bungsu, Kaba Rambun Pamenan, dan Kaba si Umbuik Mudo.

Kelompok yang kedua, disebarkan dalam bentuk cetakan. Beberapa cerita kaba baru, misalnya Kaba si Rambun Jalua, Kaba Siti Fatimah, Kaba Rang Mudo Salendang Dunia, Kaba Karantau Madang di Hulu, dan Kaba Siti Jamilah dengan Tuanku Lareh Simawang. Kaba baru menceritakan kehidupan orang kebanyakan beserta dengan persoalan, penderitaan, dan tragedinya.

Contoh kaba tradisional yang terkenal adalah Kaba Cindua Mato, Kaba Malin Kundang, Kaba Magek Manandin, Kaba Sutan Pangaduan, Kaba Sutan Pamenan, Kaba Anggun Nan Tongga, Kaba Gadih Basanai, Kaba Sutan Palembang, Kaba Si Umbut Muda dan Kaba Malin Deman. Kaba seperti ini lebih dikenal sebagai cerita fantasi atau sejarah. Sejak tahun 1920-an telah dikarang pula kaba yang lebih memusatkan perhatian pada dunia kontemporer, seperti Kaba Sutan Lembak Tuah atau Merantau ke Malaysia: Mahyuddin dan Erni (1992).[1]

Catatan sunting

  1. ^ a b c Umar Junus. Kaba, An Unfinished (His-) Story. Southeast Asian Studies, Vol. 32, No.3, December 1994

Pranala luar sunting