Shahzadi Jahanara Begum Sahiba (23 Maret 1614 – 16 September 1681) adalah seorang putri Mughal dan Padshah Begum dari Kekaisaran Mughal antara tahun 1631 hingga 1681. Ia merupakan anak tertua dari Kaisar Shah Jahan dan istrinya, Mumtaz Mahal.[2] Sering disebut sebagai Begum Sahib (Putri dari para Putri), ia merupakan kakak dari Dara Shikoh dan Kaisar Aurangzeb.

Jahanara Begum
جہان آرا بیگم
Begum Sahib
Shahzadi Sahib
Shahzadi dari Kekaisaran Mughal
Padshah Begum
Periode I1631-1638
PendahuluMumtaz Mahal
PenerusRoshanara Begum
Periode II1669-1681
PendahuluRoshanara Begum
PenerusZinat-un-Nissa Begum
Informasi pribadi
Kelahiran23 Maret 1614[1]
Ajmer, Rajasthan, India
Kematian16 September 1681(1681-09-16) (umur 67)
Delhi, India
Pemakaman
WangsaTimurid
Nama anumerta
Sahibat-uz-Zamani
AyahShah Jahan
IbuMumtaz Mahal
AgamaIslam

Kehidupan awal sunting

Shahzadi Jahanara Begum Sahiba lahir sebagai putri kedua dari Shah Jahan dan permaisurinya, Mumtaz Mahal. Namun, ia adalah anak pertama Mumtaz Mahal yang hidup hingga dewasa. Dia lahir sebelum ayahnya naik takhta sebagai Kaisar Mughal.

Ibunya berasal dari keluarga bangsawan Persia. Kakek dari pihak ibu, Abu'l Hasan Asaf Khan menjabat sebagai wazir kekaisaran. Mumtaz Mahal merupakan keponakan Nur Jahan, ibu tiri Shah Jahan.

Pendidikan sunting

Shah Jahan mempercayakan pendidikan Jahanara dan pengasuhan adik perempuannya, Gauhar-ara, kepada Sati al-Nisa Khanam, saudara perempuan Tahib Amuli, penyair istana era Jahangir. Sati-un-Nissa memiliki kedudukan tinggi sebagai mahaldar di harem, ia juga seorang tabib dan pelayan kepercayaan Mumtaz Mahal.

Seperti lazimnya para wanita Kekaisaran Mughal, Jahanara juga memiliki akses ke perpustakaan kakek buyutnya, Kaisar Akbar. Perpustakaan itu dipenuhi koleksi buku tentang agama dan sastra.

Dalam pendidikan agama, mentornya adalah Mullah Shah Badakshi yang juga menjadi mentor spritual dari adik lelakinya, Dara Shikoh. Jahanara memperoleh ajaran tasawuf atau yang kini dikenal dengan istilah sufisme darinya.

[3] Orang sering menyebut Jahanara sebagai faqirah (pertapa) karena pengabdiannya pada tasawuf.

Padshah Begum sunting

Permaisuri Mumtaz Mahal wafat setelah melahirkan Gauharara pada tahun 1631. Jahanara yang masih berusia 17 tahun kemudian menggantikan posisi ibunya sebagai ibu negara (padshah begum) meskipun ayahnya masih memiliki istri-istri lain.

Pertunangan dan kemudian pernikahan adik laki-lakinya, Dara Shikoh dengan Nadira Banu pada 1 Februari 1633 dapat terwujud akibat upaya Jahanara dan Sati al-Nisa Khanam. Pernikahan itu sebenarnya telah direncanakan oleh Mumtaz Mahal namun tertunda akibat kematiannya. Ia juga mengatur pernikahan adik laki-lakinya yang lain, Shah Suja dengan Bilqis Banu pada 5 Maret 1633.

Jahanara sangat disayangi Shah Jahan melebihi anak-anaknya yang lain. Ia menyematkan gelar prestisius pada Jahanara, seperti Begum Sahib (Putri para Putri) dan Padishah Begum (Ibu Negara). Tidak sepertinya putri kekaisaran lain, Jahanara diizinkan untuk tinggal di istananya sendiri yang berada di luar Benteng Agra. Jahanara berperan menjadi perantara saat terjadi perseteruan antara Shah Jahan dan adik laki-lakinya, Aurangzeb. Atas upaya Jahanara, Aurangzeb dimaafkan dan mendapatkan pangkatnya kembali.

Pada Maret 1644, Jahanara hampir meninggal karena luka bakar. Ayahnya, Shah Jahan memerintahkan sedekah dalam jumlah besar dan memanjatkan doa untuk kesembuhan sang putri. Dua saudara laki-lakinya, Aurangzeb dan Murad Bakhsh serta pamannya, Shaista Khan kembali ke Delhi untuk menjenguk Jahanara.

Setelah sembuh, Shah Jahan memberinya kemewahan yang luar biasa. Jahanara mendapat permata, perhiasan langka, serta pendapatan dari pelabuhan di Kota Surat.

Kemudian, Jahanara Begum berziarah ke Ajmer Sharif Dhargah di Ajmer, Rajasthan. Tempat itu merupakan makam sufi Syekh Mu'in al-Din atau Moinuddin Chesti.

[4] Jahanara adalah perancang bazar legendaris di India, Chandni Chowk. Jahanara merancangnya pada tahun 1650. Chandni Chowk berarti "Persimpangan Cahaya Bulan".

Kekayaan sunting

Jahanara Begum merupakan seorang putri kekaisaran yang sangat kaya. Dia mendapat warisan setengah dari total kekayaan pribadi Mumtaz Mahal. Sementara setengahnya lagi diberikan Shah Jahan kepada adik-adik Jahanara.

Jahanara memperoleh pundi-pundi kekayaan dari sejumlah desa dan kebun yang dimilikinya. Seperti yang telah disebutkan tadi, Jahanara juga mendapatkan kekayaan dari Kota Surat.

Jahanara memiliki usaha pelayaran, serupa dengan usaha yang dimiliki kedua istri kakeknya, yakni Jagat Gosaini dan Nur Jahan. Dari kapal-kapalnya, dia memiliki hubungan perdagangan Inggris dan Belanda.

Konflik suksesi sunting

Shah Jahan sakit parah pada tahun 1657. Ini menimbulkan konflik perebutan takhta diantara keempat putranya, yaitu Dara Shikoh, Shah Suja', Aurangzeb, dan Murad Bakhsh. Padahal, keempatnya lahir dari Mumtaz Mahal.

Dalam konflik suksesi ini, Jahanara mendukung adik tertuanya, Padshahzada-i-Buzurg Martaba, Sultan Muhammad Dara Shikoh. Saat itu, ia merupakan putra mahkota (wali al-ahad) resmi kekaisaran yang diangkat oleh Shah Jahan.

29 Mei 1658, Dara Shikoh kalah telak melawan Aurangzeb dalam Pertempuran Samugarh dan melarikan diri ke Delhi. Atas permintaan Shah Jahan, Jahanara meyakinkan Shah Suja' dan Murad Bakhsh agar tidak terlalu berpihak pada Aurangzeb.

Juni 1658, Aurangzeb mengepung Shah Jahan di Benteng Agra dan memaksanya menyerah tanpa syarat dengan strategi memutus rantai air. Jahanara mendatangi Aurangzeb mengusulkan pembagian wilayah kekaisaran. Dara Shikoh akan mendapat Punjab dan daerah sekitarnya, Shuja mendapat Bengal, Murad mendapat Gujarat, dan Deccan akan diberikan pada Muhammad Sultan, putra sulung Aurangzeb. Sementara seluruh daerah lain akan menjadi milik Aurangzeb. Aurangzeb yang telah berselisih panjang dengan Dara Shikoh menolak usulan Jahanara. Alasannya dia menganggap Dara Shikoh adalah seorang kafir.

Pada awal masa pemerintahan Aurangzeb, Jahanara memilih tinggal di Benteng Agra merawat Shah Jahan hingga kematiannya pada tahun 1666. Posisi Jahanara di istana diambil alih oleh adik perempuannya, Roshanara, karena ia banyak membantu Aurangzeb ketika perang suksesi. Meski begitu, Aurangzeb memberi Jahanara kepercayaan mengasuh putri yatim piatu Dara Shikoh, Jahanzeb Banu yang ia perlakukan seperti layaknya anak sendiri.

Padshah Begum II sunting

Setelah kematian Shah Jahan, Jahanara berdamai dengan Aurangzeb. Ia menggantikan Roshanara yang dilengserkan karena berperilaku buruk pada tahun 1668. Aurangzeb mengembalikan gelarnya; Padshah Begum (Ibu Negara) dan Begum Sahib (Putri para Putri) bahkan menambahkan gelar baru, Shahzadi Sahib (Ratu para Putri). Jahanara kembali dipercaya mengatur Khandan-e-Shahi (keluarga raja) dan zenana (harem).

Pada awal tahun 1669, Jahanara mengatur pernikahan antara dua keponakannya, Jahanzeb, putri Dara Shikoh dan Muhammad Azam, putra pertama Aurangzeb yang lahir dari mendiang permaisurinya. Perayaan pernikahan mereka berlangsung megah di istana Jahanara. Jahanzeb menjadi istri kesayangan Azam dan menantu yang paling disayangi Aurangzeb.

Sebagai padshah begum, pendapatan Jahanara meningkat dari 1 juta rupee pada masa pemerintahan Shah Jahan menjadi 1,7 juta rupee saat diperintah Aurangzeb. Aurangzeb juga memberikan pendapatan Kota Surat dan sebuah mansion di Delhi padanya. Jahanara dihormati dan nasihat-nasihatnya didengar Aurangzeb, meskipun ia tak segan mendebat terutama jika hal tersebut berkaitan dengan masalah agama.

Ia memiliki hak istimewa yang tidak dimiliki perempuan lain; kehidupan mandiri dengan istana pribadinya sendiri, kekuasaan untuk mengeluarkan Hukm atau Farman (perintah kerajaan yang hanya merupakan hak kaisar), menghadiri dewan (syura atau diwan) dengan kebebasan berbicara, dan menerima audiensi di dalam istananya, serta menjadi perantara antara perwira, politisi, dan raja asing dengan kaisar.

Kematian sunting

Jahanara meninggal pada tahun 1681. Ia tetap melajang seumur hidup. Ia dimakamkan di Nizamuddin Dargah, Delhi dengan gelar anumerta Sahibat-uz-Zamani. Jahanara mewariskan permata terbaiknya pada Jahanzeb. Jabatannya sebagai padshah begum digantikan oleh Zinat-un-Nissa, putri kedua Aurangzeb.

Gelar sunting

  • Begum Sahib
    Arti: Putri Para Putri
    diberikan oleh Shah Jahan.
  • Begum Shahi
    Arti: Ratu Para Putri
    diberikan oleh Aurangzeb.
  • Sahibat-uz-Zamani/Sahibat al-Zamani
    Arti: Nyonya Zaman
    diberikan oleh Shah Jahan, kemudian oleh Aurangzeb sebagai gelar anumerta.
  • Padshah Begum/Padishah Begum
    Arti: Nyonya Kaisar
    Gelar yang diberikan kepada pemegang jabatan Ibu Negara Kekaisaran Mughal.

Karya sunting

  • Mu'nis al-Arwāh
    biografi Syekh Mu'īn al-Dīn
  • Risālah-i Sāhibīyah
    biografi Mullah Syah

Silsilah sunting

Jalaluddin Muhammad
(Akbar e Azam)
Nuruddin Muhammad Salim
(Jahangir)
Mariam uz Zamani
Shahabuddin Muhammad Khurram
(Shah Jahan)
Udai Singh Rathore, Raja Marwar
Manavati Baiji Lall Sahiba
(Jagat Gosain)
Manrang Devi
Jahanara Begum
Mirza Ghiyas Beg
(I'timadud Daulah)
Abu'l Hasan, Asaf Khan
Asmat Begum
Arjumand Banu Begum
(Mumtaz Mahal)
Khwaja Ghiasuddin
Diwanji Begum

Rumor sunting

François Bernier, seorang dokter asal Prancis di Istana Mughal menceritakan hubungan antara Jahanara dan ayahnya, Shah Jahan. Ini kemudian memunculkan "Rumor Bazaar".

Referensi sunting

  1. ^ Lal, K.S. (1988). The Mughal harem. New Delhi: Aditya Prakashan. hlm. 90. ISBN 9788185179032. 
  2. ^ "Begum, Jahan Ara (1613-1683)". Web.archive.org. 2009-04-10. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 April 2009. Diakses tanggal 2016-01-11. 
  3. ^ "Jahanara Begum: A Powerful Mughal Queen". Feminism In India. June 1, 2018. Diakses tanggal 19 Februari 2021. 
  4. ^ Pal, Sanchari (May 24, 2019). "Jahanara Begum: The Forgotten Mughal Princess Who Designed Chandni Chowk". The Better India. Diakses tanggal 18 Februari 2021.