Taman Nasional Gunung Ciremai

taman nasional di Indonesia

Taman Nasional Gunung Ciremai (disingkat TNGC) adalah sebuah kawasan konservasi yang terletak di provinsi Jawa Barat, Indonesia dengan luas kawasan 14.841,30 Hektar (Ha), tercantum di SK Penunjukan nomor: 424/menhut-ii/2004 tanggal 19 Oktober 2004. Gunung Ciremai adalah gunung soliter tertinggi di Jawa Barat dengan puncak tertinggi memiliki ketinggian 3.078 mdpl membentuk kerucut di sisi sebelah Utara. Secara geografis kawasan TNGC terletak pada 108' 19’ 18” – 108' 29’ 30” BT dan 6' 46’ 57” – 6' 58’ 57” LS.

Taman Nasional Gunung Ciremai
IUCN Kategori II (Taman Nasional)
Logo resmi Taman Nasional Gunung Ciremai
[[Berkas:|284px||Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Gunung Ciremai]]
LetakKabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Indonesia
Kota terdekatMajalengka
Kuningan
Koordinat6°54′26″S 108°24′57″E / 6.907167°S 108.415722°E / -6.907167; 108.415722Koordinat: 6°54′26″S 108°24′57″E / 6.907167°S 108.415722°E / -6.907167; 108.415722
Luas14.841,30 hektare (148.413 km²)
DiizinkanBalai Taman Nasional Gunung Ciremai
Pihak pengelolaKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Situs webtngciremai.menlhk.go.id

Batas-batas wilayah sunting

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) masuk di wilayah Kabupaten Kuningan seluas 8.792,21 Ha (59,24%), Kabupaten Majalengka seluas 6.031,26 Ha (40,64%) dan Kabupaten Cirebon seluas 17,83 Ha (0,12%) dengan batas-batas wilayahnya secara administratif sebagai berikut :

  • Sebelah Utara adalah Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon
  • Sebelah Timur adalah Kabupaten Kuningan
  • Sebelah Selatan adalah Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan
  • Sebelah Barat adalah Kabupaten Majalengka
 
Situ Sangiang (tahun 1918)

Sejarah sunting

Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi Jawa Barat, berdiri soliter dengan puncak tertinggi 3078 mdpl , berbatasan dengan tiga kabupaten yaitu kabupaten Kuningan, kabupaten Cirebon dan kabupaten Majalengka. Perubahan kawasan hutan gunung Ciremai menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) ditunjuk oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2004 melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober Tahun 2004, berdasarkan usulan dari Pemerintah Kabupaten Kabupaten Kuningan dan Majalengka.

Dalam perjalanan sejarahnya tutupan hutan gunung Ciremai telah beberapa kali mengalami perubahan fungsi dari mulai zaman kolonial Belanda hingga sekarang dengan kronologis sebagai berikut :

  1. Zaman kolonial belanda kawasan hutan Gunung Ciremai pertama kali ditunjuk menjadi Hutan Lindung berdasarkan surat keputusan (GB) tanggal 22 September 1930, yang ditata batas dengan proses verbal pada tahun 1939 dan disahkan pada tanggal 28 Mei 1941.
  2. Kawasan hutan Gunung Ciremai ditunjuk menjadi Hutan Produksi wilayah kerja Unit Produksi (Unit III) Perusahaan Umum Perhutani Jawa Barat melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 143/Kpts/Um/3/1978 pada tanggal 10 Maret 1978
  3. Pada tahun 2003, sebagian Kelompok Hutan Produksi Gunung Ciremai di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka yang pengelolaannya pada waktu itu oleh Perum Perhutani melalui KPH Kuningan dan KPH Majalengka ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No :195/Kpts-II/2003 tanggal 4 Juli 2003 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Barat seluas ±603 ha.
  4. Pada tanggal 26 Juli 2004, Bupati Kuningan menyampaikan usulan melalui surat Nomor 522/1480/Dishutbun perihal “Proposal Kawasan Hutan Gunung Ciremai sebagai kawasan Pelestarian Alam”.
  5. Surat Bupati Kuningan kepada Ketua DPRD Kab. Kuningan melalui suratnya Nomor 522.6/1653/Dishutbun tanggal 13 Agustus 2004 perihal “Pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Ciremai sebagai Kawasan Pelestarian Alam”.
  6. Surat DPRD Kabupaten Kuningan Nomor 661/266/DPRD perihal dukungan atas usulan pengelolaan kawasan hutan Gunung Ciremai menjadi Kawasan Pelestarian Alam.
  7. Bupati Majalengka memberikan usulan melalui surat Nomor 522/2394/Hutbun tanggal 13 Agustus 2004 perihal “Usulan Gunung Ciremai sebagai Kawasan Pelestarian Alam”.
  8. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004 tanggal 19 Oktober 2004, kelompok hutan lindung pada kelompok hutan Gunung Ciremai seluas ±15.500 hektar yang terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka telah ditunjuk menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
  9. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.3684/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Ciremai Seluas 14.841,30 Hektar di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat
 
Curug Puteri

Keunikan sunting

Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) merupakan taman nasional ke-50. Pengusulan kawasan hutan Gunung Ciremai sebagai taman nasional oleh pemerintah daerah Kab. Kuningan dan Kab. Majalengka didasari atas fungsi ekologisnya sebagai sistem penyangga kehidupan serta fungsi hidrologis. Fungsi tersebut sangat penting sebagai daerah resapan air, sumber mata air, daerah tangkapan air, penyedia air baik sebagai bahan baku air minum dan maupun air irigasi pertanian bagi tiga kabupaten di sekitarnya yaitu Kuningan, Majalengka dan Cirebon.

Gunung Ciremai berdiri anggun dan gagah di bagian utara Jawa Barat. Merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat dengan puncak yang berada pada ketinggian 3.078 mdpl. Gunung Ciremai merupakan stratovolcano aktif dengan sejarah erupsi yang panjang. Erupsi hebat masih meninggalkan bentukan kawah yang cukup luas. Terpisah dari deretan pegunungan di Bandung hingga Jawa Tengah, TN Gunung Ciremai menjadi pengisi celah konservasi antara barat dan timur atau tengah pulau Jawa. Kondisi ekosistemnya terbilang masih bagus dan menjadi habitat atau rumah berbagai jenis keanekaragaman hayati yang penting.

Kawasan TNGC merupakan habitat bagi sekitar 119 tumbuhan alam yang terdiri dari 40 jenis anggrek dan 79 jenis non-anggrek termasuk koleksi tanaman hias. Juga tercatat 38 spesies mamalia, 112 spesies burung, 60 spesies herpetofauna dan 70 spesies anggrek (PILI-TNGC, 2014). Tiga spesies kunci yang terancam kepunahan dan menjadi perhatian utama dalam upaya menjamin keberadaan populasi dan habitatnya di kawasan TN Gunung Ciremai yaitu Macan tutul jawa (Pantherapardus melas); Surili (Presbytis comata); dan Elang jawa (Nisaetus bartelsi).

Topografi sunting

Topografi di kawasan TNGC secara umum didominasi oleh kelerengan agak curam (16-25%) dan curam (26-40%) yaitu seluas 5.351,25 ha (36,06%) untuk kelerengan agak curam dan 5.295,34 ha (35,68%) untuk kelerengan curam. Area dengan kelerengan sangat curam (>40%) hanya sebagian kecil saja yaitu seluas 387,09 ha (2,61%).

Tanah dan Geologi sunting

Merujuk pada data dari Balai Penelitian Tanah Bogor, jenis tanah di TNGC terdiri dari aluvial, andosol, latosol, podsol merah kuning dan regosol yang deskripsinya berikut ini dijelaskan oleh Junun (2012) dalam bukunya Pengantar Geografi Tanah.

Batuan yang terdapat di kawasan TNGC adalah batuan endapan vulkanik yang merupakan produk dari aktifitas vulkanik Gunung Ciremai. Merujuk pada data spasial dari Badan Geologi Bandung, formasi batuan kawasan TNGC terdiri dari :

  1. Batuan Gunungapi Kuarter yang terdapat di Kabupaten Kuningan (Kecamatan Kramatmulya, Darma, Cigugur, Cilimus, Jalaksana, Mandirancan dan Pasawahan), Kabupaten Majalengka (Kecamatan Banjaran, talaga, Rajagaluh, Sindangwangi dan Argapura), serta Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon dengan luas total 9.521,70 ha (64,16%)
  2. Batuan Gunungapi Plio–Plistosen yang terdapat di Kabupaten Kuningan (Kecamatan Mandirancan, Cigugur, Jalaksana, Darma dan Pasawahan) dan di Kabupaten Majalengka (Kabupaten Cikijing, Sindang, Talaga, Rajagaluh, Sindangwangi, Banjaran dan Argapura)dengan luas total 5.176,37 ha (34,88%)
  3. Batuan Sedimen Neogen (Mio – Plio) yang hanya terdapat di Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka dengan luas 143,23 ha (0,97%)

Tipe Iklim sunting

Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson, iklim kawasan TNGC termasuk tipe iklim C dengan nilai Q sebesar 40,5%. Rata-rata curah hujan 2.500 hingga 4.500 mm/tahun dengan intensitas terendah 13,6 mm/hari hujan dan tertinggi 34,8 mm/hari hujan.

Temperatur bulanan kawasan Timur Ciremai (Kuningan) berkisar antara 18 hingga 22°C sedangkan kawasan Barat Ciremai (Majalengka) kisaran suhu antara 18,8 hingga 37,0°C dengan tekanan rata-rata udara sebesar 1.010 mb, dan kelembaban sekitar 63-89%

Flora dan vegetasi sunting

 
Hutan pegunungan di Ceremai

Secara umum, van Steenis (2006) telah mendefinisikan tiga zona iklim utama berdasarkan elevasi yang memengaruhi vegetasi di Jawa.[1] Ialah:

  • Zona tropik, antara ketinggian 0—1.000 m dpl. Dengan subzona perbukitan (colline) di antara 500—1.000 m.
  • Zona pegunungan (montana), antara ketinggian 1.000—2.400 m dpl. Dengan subzona sub-pegunungan (submontana) di antara 1.000—1.500 m.
  • Zona subalpin, di atas ketinggian 2.400 m.

Di wilayah Gunung Ceremai ini, hutan di bawah 1.000 m semula merupakan kawasan hutan produksi yang dikelola Perhutani KPH Kuningan. Hutan-hutan ini telah berubah menjadi hutan tanaman tusam dan beberapa jenis pohon kayu yang lain. Sementara hutan pada ketinggian 1.000 m ke atas sebelumnya adalah hutan lindung, yang sebagiannya telah rusak terganggu oleh letusan gunung, dan kemudian oleh aktivitas masyarakat serta kebakaran hutan. Berdasarkan kondisi iklimnya, hutan-hutan pegunungan ini bisa dibedakan atas hutan dataran tinggi basah di bagian selatan (Cigugur dan sekitarnya) dan hutan dataran tinggi yang lebih kering di sebelah utara di wilayah Setianegara dan sekitarnya.[2]

Hutan di zona pegunungan basah dari Cigugur ke arah puncak Ceremai cukup kaya akan jenis pohon. Tercatat di antaranya jenis-jenis saninten (Castanopsis argentea, C. javanica, C. tungurrut) dan pasang (Lithocarpus elegans dan L. sundaicus) dari suku Fagaceae; jenitri (Elaeocarpus obtusus, E. petiolatus dan E. stipularis), suku Elaeocarpaceae; mara (Macaranga denticulata) dan kareumbi (Omalanthus populneus), suku Euphorbiaceae; aneka jirak (Symplocos fasciculata, S. spicata, S. sessilifolia, S. theaefolia), Symplocaceae; jenis-jenis ara (di antaranya Ficus padana dan F. racemosa), Moraceae; puspa (Schima wallichii) dan ki sapu (Eurya acuminata), Theaceae; dan lain-lain.[3]

 
Semak belukar elfin (subalpin) dekat puncak Ceremai

Di bagian yang lebih kering di Setianegara, hutan didominasi oleh jenis-jenis huru atau medang (Litsea spp.), saninten (C. argentea dan C. javanica), mara (Macaranga tanarius), mareme (Glochidion sp.), bingbin (Pinanga javana), dan pandan gunung (Pandanus sp.)[2]. Di bagian yang lebih atas zona montana ini juga didapati dominansi dari jamuju (Dacrycarpus imbricatus, Podocarpaceae) yang membentuk sabuk vegetasi khusus.[4]

Fauna sunting

Gunung Ceremai merupakan daerah penting bagi burung (IBA, Important Bird Areas JID 24), sekaligus daerah burung endemik (EBA, Endemic Bird Areas DBE 160).[5] Beberapa jenisnya berstatus rentan (IUCN:VU, vulnerable), misalnya celepuk jawa (Otus angelinae) dan ciung-mungkal jawa (Cochoa azurea). Tercatat pula sekurangnya 18 spesies yang lain yang berstatus burung sebaran terbatas (restricted area bird) seperti halnya puyuh-gonggong jawa (Arborophila javanica), walik kepala-ungu (Ptilinopus porphyreus), takur bututut (Megalaima corvina), berkecet biru-tua (Cinclidium diana), poksai kuda (Garrulax rufifrons), cica matahari (Crocias albonotatus), opior jawa (Lophozosterops javanicus), kenari melayu (Serinus estherae), dan lain-lain.

 
Cucak gunung adalah salah satu jenis burung sebaran terbatas yang ditemukan di Ceremai

Beberapa jenis mamalia penting yang terdapat di TNGC, di antaranya, macan tutul (Panthera pardus); surili (Presbytis comata); lutung budeng (Trachypithecus auratus); kukang jawa atau muka geni (Nycticebus javanicus); kijang muncak (Muntiacus muntjak); dan pelanduk jawa (Tragulus javanicus).

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Steenis, CGGJ van. 2006. Flora Pegunungan Jawa. Terj. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. Hal. 22-25
  2. ^ a b KRB. 2001. Laporan Eksplorasi Kawasan Hutan Gunung Ceremai. Kebun Raya Bogor, LIPI. 17 hal. (tidak diterbitkan)
  3. ^ Suwandhi, I. 2001. Studi Dendrologi Flora Pohon Penyusun Hutan Pegunungan Zona Montana Gunung Ceremai, Jawa Barat. Tesis pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Jogyakarta. Hal. 33-39 (tidak diterbitkan).
  4. ^ Steenis, CGGJ. van. 2006. op.cit. hal. 48
  5. ^ Rombang, W.M. dan Rudyanto. 1999. Daerah penting bagi burung Jawa & Bali. PKA/BirdLife International—Indonesia Programme, Bogor. Hal. 67

Pranala luar sunting