Negara Sumatera Timur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 26:
|s1 = Sumatera Utara
|flag_s1 = Flag of Indonesia.svg
|leader1 = Tengku MansurMansoer<ref>{{cite web|url=http://www.worldstatesmen.org/Indonesia_states_1946-1950.html#Sumatera-Timur |title=Indonesian States 1946-1950 }}</ref>
|year_leader1 = 1947-1950
|title_leader = Walinegara
}}
Negara Sumatera Timur (NST) adalah salah satu negara yang merdeka dari Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda yang bertahan cukup lama di lingkungan eks Hindia Belanda selain [[Negara Indonesia Timur]], yakni 25 Desember 1947 hingga 1950. Negara ini tercipta karena banyak faktor kompleks yang membentuk persekutuan anti-republik. Persekutuan tersebut terdiri atas kaum bangsawan [[Suku Melayu|Melayu]], sebagian besar raja-raja [[Simalungun]], beberapa kepala suku [[Karo]] dan kebanyakan tokoh masyarakat Cina. Bumiputera Melayu dengan daulah-daulah Islam-nya beserta Simalungun dan Karo merasa terancam dengan berdirinya negara baru, yang akan mendudukkan mereka sebagai bawahan dari Republik Indonesia Yogya.
'''Negara Sumatera Timur''' didirikan oleh [[Kolonial Belanda|Belanda]] pada tanggal [[25 Desember]] [[1947]] dalam usaha mempertahankan daerah kaya minyak dan perkebunan tembakau dan karet di daerah yang saat ini menjadi provinsi [[Sumatera Utara]] pesisir timur. Bagi Belanda, hasil perkebunan karet dan minyak adalah sangat penting dalam usaha penjajahan kembali wilayah Indonesia yang luas. Sebelumnya pada 8 Oktober 1947, Belanda mendeklarasikan Daerah Istimewa Sumatera Timur dengan gubernur Dr. Tengku Mansur, seorang bangsawan [[Kesultanan Asahan]] yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatera Timur.<ref>The Malays, Anthony Milner, Oxford, Blackwell, 2008, hal.172, ISBN 978-0-631-17222-2</ref>
 
Negara Sumatera Timur (NST) adalah salah satu negara bagian yang merdeka dari Indonesia dan Belanda yang bertahan cukup lama selain [[Negara Indonesia Timur]] karena terdapat banyak faktor kompleks yang membentuk persekutuan anti-republik. Persekutuan tersebut terdiri atas kaum bangsawan [[Suku Melayu|Melayu]], sebagian besar raja-raja [[Simalungun]], beberapa kepala suku [[Karo]] dan kebanyakan tokoh masyarakat Cina. Bumiputera Melayu dengan daulah-daulah Islam-nya beserta Simalungun dan Karo merasa terancam dengan berdirinya negara baru, yang akan mendudukkan mereka sebagai bawahan dari Republik Indonesia Yogya. Bergabungnya tiga komunitas bumiputera itu diikat oleh kesamaan nasib, yakni sama-sama korban penyerangan dan pembantaian yang dilakukan oleh faksi komunis dan republik pada 1946. Dalam keadaan diserang dan dibantai, kedatangan Belanda dan Inggris di Sumatera pun disambut dengan tangan terbuka. Dan ini menjadikan apa yang disebut aksi agresi militer Belanda sejatinya merupakan aksi penyelamatan penduduk yang selama itu disekap oleh republiken Yogya. Dengan kekuatan tambahan ini maka persekutuan anti-republik menguat dan berdirilah NST sebagai negara baru yang di dalamnya terhimpun sisa-sisa daulah atau kesultanan Islam yang masih selamat. Meski demikian ada pula rakyat yang menentang berdirinya NST dan melakukan perlawanan militer terhadap Belanda, namun bukan bumiputera.
 
Sumatera Timur adalah negara yang kaya akan minyak dan perkebunan. Kekayaannya ini menjadi incaran banyak pihak, termasuk Republik Indonesia dan Belanda. Karena itu, selain diikat oleh kesamaan nasib, tegaknya Negara Sumatera Timur juga dipicu oleh keinginan melindungi harta kekayaannya dari incaran pihak-pihak luar. Negara ini dipimpin oleh wali negara atau presiden bernama Dr. Tengku Mansoer dari Kesultanan Asahan, yang juga ketua organisasi Persatuan Sumatera Timur.<ref>The Malays, Anthony Milner, Oxford, Blackwell, 2008, hal.172, ISBN 978-0-631-17222-2</ref>. Adapun wakil wali negara atau wakil presiden adalah Raja Khaliamsyah Sinaga dari Simalungun. Sementara panglima angkatan bersenjatanya, Barisan Pengawal (BP), adalah Djumat Poerba dari Karo.
Setelah perjanjian [[KMB]] disetujui, maka pada tanggal 3-5 Mei 1950 diadakan perundingan antara perdana menteri RIS M.Hatta dengan Presiden NST Dr. Tengku Mansur (juga dengan Presiden [[Negara Indonesia Timur]] Sukawati) yang menyetujui pembentukan negara kesatuan. Pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Sumatera Timur menentang keputusan tersebut. Meski demikian Dewan Sumatera Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS, bukan RI. Pada tanggal 15 Agustus 1950, terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan NST bubar.
 
Sumatera Timur kemudian bergabung dengan negara baru Republik Indonesia Serikat melalui Konferensi Meja Bundar (KBM). Dalam perundingan tersebut Sumatera Timur tergabung dalam BFO atau Badan Permusyawaratan Federal yang kala itu dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Sebelum Sultan Hamid II, BFO diketuai oleh Sumatera Timur.
 
SetelahAkan perjanjiantetapi, [[KMB]]ketika disetujui,telag makabergabung dengan serikat, pada tanggal 3-5 Mei 1950 diadakan perundingan antara perdana menteri RIS M.Hatta dengan Wali Negara/Presiden NST Dr. Tengku MansurMansoer (juga dengan Presiden [[Negara Indonesia Timur]] Sukawati) yang menyetujui pembentukan negara kesatuan. PadaTapi pada tanggal 13 Mei 1950 Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur menentang keputusan tersebut. Meski demikian Dewan Sumatera Timur masih bersedia menerima pembubaran RIS dengan syarat NST dileburkan ke dalam RIS, bukan RI. Pada tanggal 15 Agustus 1950, terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan NST bubar.
 
<ref>Nationalism and Revolution in Indonesia, George McTurnan Kahin, Cornell University Press, 2003 (cetak pertama 1952), hal.352-355, ISBN 0-87727-734-6</ref><ref>Proses Perubahan Negara Republik Indonesia Serikat Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Haryono Rinardi, Jurusan Sejarah UNDIP [http://eprints.undip.ac.id/3265/2/20_artikel_P%27_Haryono.pdf]</ref>