Pakubuwana XII: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Andri Dariel (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 32:
}}
 
'''Sri Susuhunan Pakubuwana XII''' ([[Bahasa Jawa]]: ''Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwono XII'') {{lahirmati|[[Surakarta]]|14|4|1925|[[Surakarta]]|11|6|2004}}, adalah [[raja]] [[Kasunanan Surakarta]] yang memerintah paling lama, yaitu selama 59 tahun, tepatnya mulai tahun [[1945]] hingga [[2004]].
 
== Awal Kehidupan ==
Nama aslinya adalah '''Raden Mas Surya Guritna''' ([[Bahasa Jawa]]: ''Raden Mas Suryo Guritno''), putra [[Pakubuwana XI]] yang lahir dari permaisuri KRAy. Koespariyah (bergelar GKR. Pakubuwana) pada tanggal [[14 April]] [[1925]]. Ia juga memiliki seorang saudara perempuan seibu bernama GRAy. Koes Sapariyam (bergelar GKR. Kedaton).
 
Surya Guritna di masa kecilnya pernah bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School) Pasar Legi, [[Surakarta]]. Oleh teman-temannya, Surya Guritna sering dipanggil dengan nama '''Bobby'''. Di sekolah yang sama ini pula beberapa pamannya, putra [[Pakubuwana X]] yang sebaya dengannya menempuh pendidikan. Surya Guritna termasuk murid yang mudah bergaul dan hubungannya dengan teman-teman berlangsung akrab, bahkan ketika di sekolah pun ia bergaul tanpa memandang status sosial yang disandangnya. Waktu kecil ia gemar mempelajari tari-tarian klasik, dan yang paling digemari adalah Tari Handaga dan Tari Garuda. Ia juga pemuda yang gemar mengaji pada Bapak Pradjawijata dan Bapak Tjandrawijata dari Mambaul Ulum. Kegemarannya yang lain adalah olah raga panahan. Mulai tahun [[1938]] Surya Guritna terpaksa berhenti sekolah cukup lama, sekitar lima bulan, karena harus mengikuti ayahandanya yang memperoleh mandat mewakili kakeknya, [[Pakubuwana X]], pergi ke [[Belanda]] bersama raja-raja di [[Hindia Belanda]] saat itu untuk menghadiri undangan perayaan peringatan 40 tahun kenaikan [[tahta]] [[Ratu Wilhelmina]].
 
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Hogere Burger School (HBS) [[Bandung]] bersama beberapa pamannya. Baru dua setengah tahun ia belajar, pecah [[Perang Pasifik]], dan waktu itu bala tentara [[Kekaisaran Jepang|Jepang]] menang melawan [[sekutu]] dan [[Hindia Belanda]] pun jatuh ke tangan Jepang.
Baris 43:
[[Pakubuwana XI]] memintanya pulang dari [[Bandung]] ke [[Surakarta]]. Kemudian, ia harus menerima kenyataan menyedihkan lantaran pada Sabtu, [[1 Juni]] [[1945]], [[Pakubuwana XI]] wafat. Berdasarkan tradisi maka KGPH. Mangkubumi, putra sulung [[Pakubuwana XI]], sesungguhnya yang paling berhak meneruskan tahta. Namun peluang itu tertutup setelah ibundanya, GKR. Kencana (istri pertama [[Pakubuwana XI]]), telah mendahului wafat pada tahun [[1910]] sehingga tidak berkesempatan diangkat sebagai permaisuri tatkala suaminya mewarisi tahta kerajaan. Maka terbukalah peluang untuk Surya Guritna bisa menggantikan [[Pakubuwana XI]] sekalipun berumur paling muda.
 
Teka-teki itu kian terkuak waktu jenazah [[Pakubuwana XI]] dimakamkan di [[Pemakaman Imogiri|Astana Imogiri]], Surya Guritna tidak terlihat hadir di pemakaman. Sebelum naik tahta sebagai raja, [[Surya Guritna]] diangkat sebagai putra mahkota dengan gelar KGPH. Purbaya ([[Bahasa Jawa]]: ''Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Purboyo''). Terlepas setuju atau tidak, keluarga [[Keraton Surakarta|keraton]] harus mulai bisa menerima pertanda itu, sebab berdasarkan kepercayaan adat [[Keraton Surakarta|keraton]], bakal raja dipantangkan datang ke pemakaman. Namun versi lain menyebutkan, pengangkatan [[Surya Guritna]] itu berkaitan erat dengan peran yang dimainkan [[Soekarno|Presiden Soekarno]]. Pakubuwana XII dipilih karena masih muda dan mampu mengikuti perkembangan serta tahan terhadap situasi. Meski raja baru telah disepakati, namun bukan berarti seluruh persoalan terselesaikan. Rencana penobatan Surya Guritna itu sempat mendapat tentangan keras dari ''Kooti Jimu Kyoku Tyokan'', Pemerintah [[Gubernur]] [[Kekaisaran Jepang|Jepang]]. Jepang menyatakan tidak berani menjamin keselamatan calon raja.
 
== Riwayat Pemerintahan ==
Baris 56:
[[Belanda]] yang tidak merelakan kemerdekaan [[Indonesia]] berusaha merebut kembali negeri ini dengan kekerasan. Pada bulan [[Januari]] [[1946]] ibu kota [[Indonesia]] terpaksa pindah ke [[Yogyakarta]] karena [[Jakarta]] jatuh ke tangan [[Belanda]]. Pemerintahan [[Indonesia]] saat itu dipegang oleh [[Sutan Syahrir]] sebagai [[perdana menteri]], selain [[Soekarno|Presiden Soekarno]] selaku kepala negara. Sebagaimana umumnya pemerintahan suatu negara, muncul golongan oposisi yang tidak mendukung sistem pemerintahan [[Sutan Syahrir|Perdana Menteri Sutan Syahrir]], misalnya kelompok [[Jenderal Sudirman]].
 
Karena [[Yogyakarta]] menjadi pusat pemerintahan, secara otomatis [[Surakarta]] yang merupakan saingan lama menjadi pusat oposisi. Kaum radikal bernama Barisan Banteng yang dipimpin Dr. Muwardi dengan berani menculik Pakubuwana XII dan [[Sutan Syahrir]] sebagai bentuk protes terhadap pemerintah [[Indonesia]].
 
Barisan Banteng berhasil menguasai [[Surakarta]] sedangkan pemerintah [[Indonesia]] tidak menumpasnya karena pembelaan [[Jenderal Sudirman]]. Bahkan, [[Jenderal Sudirman]] juga berhasil mendesak pemerintah sehingga mencabut status daerah istimewa yang disandang [[Surakarta]]. Sejak tanggal [[1 Juni]] [[1946]] [[Kasunanan Surakarta]] hanya berstatus karesidenan yang menjadi bagian wilayah provinsi [[Jawa Tengah]]. Pemerintahan dipegang oleh kaum sipil, sedangkan kedudukan Pakubuwana XII hanya sebagai simbol saja.
Baris 73:
Pada [[26 September]] [[1995]], lima puluh tahun setelah kemerdekaan [[Indonesia]], berdasarkan SK No. 70/SKEP/IX/1995, Pakubuwana XII mendapat pemberian Penghargaan dan Medali Perjuangan Angkatan '45 dari pemerintah pusat. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada Pakubuwana XII yang pada masa awal kemerdekaan merupakan raja pertama di [[Indonesia]] yang menyatakan setia dan berdiri di belakang pemerintah republik. Pakubuwana XII juga secara sukarela menyumbangkan sebagian kekayaan pribadinya maupun kekayaan [[Keraton Surakarta]] kepada pemerintah pusat saat itu.
 
Meskipun pada awal pemerintahannya Pakubuwana XII dapat dikatakan gagal secara politik, namun Pakubuwana XII tetap menjadi sosok [[figur]] pelindung kebudayaan [[Jawa]]. Pada zaman [[reformasi]], para tokoh nasional, seperti [[Abdurrahman Wahid|Presiden Abdurrahman Wahid]], tetap menghormatinya sebagai salah satu sesepuh tanah [[Jawa]].
 
Pada pertengahan tahun [[2004]], Pakubuwana XII mengalami koma dan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Panti Kosala Dr. Oen [[Surakarta]]. Akhirnya pada tanggal [[11 Juni]] [[2004]], Pakubuwana XII dinyatakan wafat. Wafatnya Pakubuwana XII bersamaan dengan keramaian kampanye [[Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004|Pemilihan Umum Presiden]] di [[Surakarta]]. Sepeninggalnya sempat terjadi perebutan tahta antara KGPH. Hangabehi dangan KGPH. Tejowulan, yang masing-masing menyatakan diri sebagai [[Pakubuwana XIII]].
Baris 79:
== Silsilah ==
[[Berkas:IMG 4292.JPG|thumb|right|Lukisan Susuhunan Pakubuwana XII sebagai salah satu [[Pahlawan Nasional]] dari [[Kasunanan Surakarta]] karya KGPH. Puger. Lukisan ini terpajang di Kompleks Kedaton, [[Keraton Surakarta]].]]
* Anak laki-laki pertama dari [[Pakubuwana XI|Susuhunan Pakubuwana XI]] dan permaisuri GKR. Pakubuwana, atau anak ke sepuluhkesepuluh dari kesebelas putra-putri [[Pakubuwana XI|Susuhunan Pakubuwana XI]].
* Memiliki enam istri:
# KRAy. Mandayaningrum