Gunung Gumitir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Masa kemerdekaan: Penambahan pranala
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
→‎Jalur transportasi: Penambahan pranala
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
Baris 45:
 
==Jalur transportasi==
Pada gunung ini terdapat jalur penghubung antara Jember-Banyuwangi, baik berupa jalan raya maupun lintasanrel kereta api.<ref name=akvian/>
 
===Lintasan mobil===
[[File:Gumitir 04.jpg|thumb|''Watu gudang'']]
JalurJalan lintasanraya mobildi Gunung Gumitir (Jalan Raya Jember) adalah satu-satunya jalur penghubung antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Jember. Jalan dengan panjang sekitar delapan kilometer ini berkelok-kelok menyusuri tepian gunung.<ref name=akvian/> Puncak teratas dari lintasan jalan raya ini dikenal dengan nama ''Watu Gudang''. Dinamai demikian karena disini terdapat struktur batu raksasa (diibaratkan ukurannya sebesar gudang) yang terpaksaharus dibelahdihancurkan padabagian saattengahnya pembukaanagar batu tersebut dapat dilewati oleh jalan raya. Batu Gudang ini pernah kembali dipapasdipapras dalam rangka pelebaran jalan.
 
====''KelokanKondisi jalanJalan''====
Jalur jalanJalan raya di lintasan Gunung Gumitir cukup berbahaya karena kelokanmemiliki yangbanyak tikungan tajam, lereng curam, dan salipanlebar jalan yang sangat sempit. Padahal setiap harinya, kendaraan berat seperti truk dan bus selalu melewati jalan raya ini. Titik-titikSehingga, kelokanbiasanya di setiap tikungan yang berbahaya biasanya selalu dijaga olehada penduduk setempat untukyang membantu mengarahkan pengguna jalan dan memberi tanda apakah ada kendaraan dari arah berlawanan yang juga akan melewati arahtikungan berlawanantersebut. sehinggaTentu tidaksaja, terjadiini kecelakaansangat membantu para pengemudi kendaraan berat yang melewati jalan ini. Para penunjuk jalan ini biasa disebut ''awe-awe'' ([[bahasa Jawa|Jawa]]= "melambai-lambai") karena mereka melambai-lambaikan tangan untuk memberi tanda pada pengguna jalan.<ref name=didit>Didit Saputro. 2011. [http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/10545 Potensi dan kendala Pelaku ''Awe-Awe'' di Gunung Gumitir]. Abstrak Skripsi. Program Studi Sosiologi, [[Universitas Jember]].</ref>
 
Seiring perubahan waktu, pelaku ''awe-awe'' tidak hanya sekedar membantu penguna jalan, tetapi berkembang menjadi media untuk meminta-minta. Para penunjuk jalan tersebut umunnya terdesak oleh kebutuhan ekonomi.<ref name=didit/>
Seiring perubahan waktu, pelaku ''awe-awe'' tidak hanya sekedar membantu penguna jalan, tetapi berkembang menjadi media untuk meminta-minta. Menurut penelitian, para penunjuk jalan tersebut umunnya terdesak oleh kebutuhan ekonomi.<ref name=didit/> Para lanjut usia yang melakukan kegiatan ''awe-awe'' memiliki dorongan untuk tidak tergantung pada keluarga anak mereka, keinginan untuk meringankan beban keluarga, dan terpengaruh oleh orang-orang sekitar yang juga bekerja ''awe-awe''.<ref>Hidayatus Sofyan. 2014. [http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/59735 Motivasi Pengemis ''Awe-Awe'' Lanjut Usia di Jalur Gunung Gumitir (Study Deskriptif di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember)]. Abstrak Skripsi. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, [[Universitas Jember]].</ref> Anak-anak yang melakukan kegiatan ''awe-awe'' terdorong oleh keinginan memiliki uang sehinga dapat membeli kue, membantu perekonomian keluarga, kondisi keluarga tidak harmonis, kurangnya sarana bermain, dan pengaruh lingkungan masyarakat yang mendorong anak-anak bekerja sebagai ''awe-awe''.<ref>Rio Dicky Permana Putra. 2014. [http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/20327 Motivasi Anak-Anak Bekerja sebagai ''Awe-Awe'' (Studi Kasus di Jalan Gunung Gumitir, Desa Kalibarumanis, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi).Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, [[Universitas Jember]].</ref>
 
====''Tanah longsor''====
JalurJalan lintasan mobilraya di Gunung Gumitir sering terputus akibat [[tanah longsor]]. TanahIni dikarenakan, tanah di Gunung Gumitir tergolong labil dan memiliki tingkat kecuraman lereng yang tinggi sehingga berpotensi longsor, terutama saat [[musim hujan]]. Faktor dominan penyebab longsor adalah penggalian tebing, kemiringan lereng, dan tekstur tanah. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh banyaknya alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, jalan, dan bangunan rumah makan.<ref name=amin/><ref name=akvian/>
 
Secara garis besar, lintasan jalan raya di Gunung Gumitir termasuk daerah yang memiliki tingkat kerentanan longsor sedang yang tersebar di sepanjang jalan seluas 24.30 ha.<ref name=amin/> Tingkat kerentanan longsor tinggi mendominasiterdapat jalurdi Km 34 hingga Km 37+4. (sepanjang 3,3 km), tingkatTingkat kerentanan longsor sedang terdapat pada Km 40+6 hingga Km 41, Km 39+4 hingga Km 40+6, Km 38+5 hingga Km 39+4, dan Km 37+7 hingga Km 38+2 (total panjang sekitar 3 kilometer). Tingkat kerentanan longsor rendah terletkterletak pada Km 32+7 hingga Km 34+1 dan Km 37+4 hingga Km 37+7 (panjang 1,7 kilometer).<ref name=akvian/>
 
===LintasanJalur kereta api===
Wilayah gunungGunung Gumitir juga ditembus oleh dua terowongan kereta api yang sudah dibangun semenjak [[masa penjajahan Belanda|masa kolonial Belanda]], yaitu [[terowongan Mrawan]] dan [[terowongan Garahan]]. Terdapat dua buah stasiun yang terletak di wilayah Gunung Gumitir, yaitu [[Stasiun Mrawan]] dan [[Stasiun Garahan]], yangkeduanya kini masih tetap beroperasimelayani meskipunpersilangan sudahkereta tidakapi, menjadinamun tempattidak pemberhentianlagi keretamelayani apiaktivitas laginaik-turun penumpang.
 
==Pariwisata==