Marsillam Simanjuntak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 80:
Buah pemikiran Marsilam Simanjuntak dituangkan dalam buku ''Pandangan Negara Integralistik'' (1994). Buku ini menelusuri kembali tempat dan kedudukan pandangan negara integralistik dalam proses penyusunan UUD 1945.
 
''Pandangan Negara Integralistik'' menguliti sumber filsafat pandangan negara integralistik yang bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat.

Meski menyoroti pengaruh filsafat G. W. F Hegel dalam pemikiran Soepomo saat pendirian Republik Indonesia, buku ini terlanjur menjadi menjadi bahan bacaan utama aktivis pro-demokrasi untuk memahami penyerapan pandangan totalitarian-integralistik, ''kekeluargaan'' dan ''kesatuan,'' yang diadopsi Presiden Soeharto dalam membangun Orde Baru.
 
=== Kuliah Umum ===
Marsilam Simanjuntak dikenal sangat jarang muncul di hadapan publik, kecuali sesekali memberi kuliah umum, atau ceramah publik.
Marsilam Simanjuntak sesekali memberi kuliah atau ceramah publik. Ia tampil sederhana, dan jenaka, dalam menyampaikan pemikiran di bidang hukum tata negara. Dalam peluncuran Jentera School of Law, Jakarta tahun 2011, Simanjuntak bercanda, menyebut tiga hal yang tidak perlu namun selalu digunakan manusia: kapitalisme, kepercayaan, dan ''powerpoint. ''Yang terakhir, diakuinya, adalah akibat ketidakmampuannya menggunakan ''MS PowerPoint'' dengan baik.
 
Marsilam Simanjuntak sesekali memberi kuliah atau ceramah publik. Ia tampil sederhana, dan jenaka, dalam menyampaikan pemikiran di bidang hukum tata negara. Dalam peluncuran Jentera School of Law, Jakarta tahun 2011, Simanjuntak bercanda, menyebut tiga hal yang tidak perlu namun selalu digunakan manusia: kapitalisme, kepercayaan, dan ''powerpoint. ''Yang terakhir, diakuinya, adalah akibat ketidakmampuannya menggunakan ''MS PowerPoint'' dengan baik.
 
Dalam kuliah umum ''Sistem Politik Indonesia setelah Reformasi'', 12 Agustus 2014, Serambi Salihara. Marsillam menyoroti posisi partai pendukung pemerintahan yang menjadi minoritas di parlemen dalam sistem politik Indonesia : <blockquote>''Sebenarnya'', s''ecara konstitusional tidak diatur mengenai cara pengambilan keputusan di DPR. Tidak dikatakan melalui pemungutan suara. Tidak dikatakan dengan suara terbanyak. Sistem suara terbanyak bukan menjadi keharusan di dalam konstitusi kita. Apa yang ada di dalam konstitusi kita? Dalam batang tubuh dalam pasal-pasal, tidak ada satu kata pun. Tetapi dalam pembukaan, itu tersirat dalam ''Pancasila''. ''Pancasila ''mengatakan, mengacu kepada: 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'. Apa artinya? Kerakyatan adalah demokrasi. Jadi, demokrasi menurut Pancasila, bukan demokrasi voting. Bukan demokrasi suara terbanyak. Tapi, permusyawaratan. Perwakilan. Demokrasi representatif, tetapi bermusyawarah. Dan mereka percaya ada hikmat kebijaksanaan di situ.''</blockquote> {{kotak mulai}}