Kementerian Agama Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Lukman Tomayahu (bicara | kontrib)
k →‎Sejarah: referensi sejarah
Lukman Tomayahu (bicara | kontrib)
Baris 65:
 
== Sejarah ==
Realitas politik menjelang dan masa awal kemerdekaan menunjukkan bahwa pembentukan Kementerian Agama memerlukan perjuangan tersendiri. Pada waktu [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)]] melangsungkan sidang hari Ahad, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan kementerian/departemen, usulan tentang Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI. Salah satu anggota PPKI yang menolak pembentukan Kementerian Agama ialah [[Johannes Latuharhary]].<ref name="Sejarah">[http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/r5yH4vPq1326688439.pdf Sejarah Pembentukan Kementerian Agama]</ref>
 
Diungkapkan oleh [[Wahid Hasjim]] sebagaimana dimuat dalam buku Sedjarah Hidup K.H. A.Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar (Kementerian Agama, 1957: 856), "Pada waktu itu orang berpegang pada teori bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Pikiran orang pada waktu itu, di dalam susunan pemerintahan tidak usah diadakan kementerian tersendiri yang mengurusi soal-soal agama. Begitu di dalam teorinya. Tetapi di dalam prakteknya berlainan.".<ref name="Sejarah"/>
 
Lebih lanjut [[Wahid Hasjim]] menulis, "Setelah berjalan dari Agustus hingga November tahun itu juga, terasa sekali bahwa soal-soal agama yang di dalam prakteknya bercampur dengan soal-soal lain di dalam beberapa tangan (departemen) tidak dapat dibiarkan begitu saja. Dan terasa perlu sekali berpusatnya soal-soal keagamaan itu di dalam satu tangan (departemen) agar soal-soal demikian itu dapat dipisahkan (dibedakan) dari soal-soal lainnya. Oleh karena itu, maka pada pembentukan [[Kabinet Parlementer]] yang pertama, diadakan Kementerian Agama. Model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah jalan tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dan negara."<ref name="Sejarah"/>
 
Keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet Indonesia yang pertama, menurut [[B.J. Boland]], telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara, yaitu [[Pancasila]], dan bukannya [[Islam]] atau [[Piagam Jakarta]]. Sebelumnya dalam rapat besar (sidang) [[Badan Penyelidik Usaha - Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (BPUPKI), tanggal 11 Juli 1945 Mr. [[Muhammad Yamin]] mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang berhubungan dengan agama.<ref name="Sejarah"/>
 
Pada tanggal 25-27 November 1945 [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP) yang merupakan Parlemen Indonesia 1945-1950, menyelenggarakan sidang pleno, dihadiri 224 orang anggota, di antaranya 50 orang dari luar Jawa (utusan Komite Nasional Daerah). Sidang dipimpin oleh Ketua KNIP Sutan Sjahrir dengan agenda membicarakan laporan Badan Pekerja (BP) KNIP, pemilihan keanggotaan/Ketua/Wakil Ketua BP KNIP yang baru dan tentang jalannya pemerintahan. Dalam sidang pleno KNIP tersebut usulan pembentukan Kementerian Agama disampaikan oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas yaitu K.H. Abu Dardiri, K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro. Mereka adalah anggota KNI dari partai politik Masyumi. Melalui juru bicara K.H.M. Saleh Suaidy, utusan KNI Banyumas mengusulkan, "Supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri."<ref name="Sejarah"/>
 
Usulan anggota KNI Banyumas mendapat dukungan dari anggota KNIP khususnya dari partai Masyumi, di antaranya Mohammad Natsir, Dr. Muwardi, Dr. Marzuki Mahdi, dan M.Kartosudarmo. Secara aklamasi sidang KNIP menerima dan menyetujui usulan pembentukan Kementerian Agama. Presiden Soekarno memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta akan hal itu. Bung Hatta langsung berdiri dan mengatakan, "Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah." Pada mulanya terjadi diskusi apakah kementerian itu dinamakan Kementerian Agama Islam ataukah Kementerian Agama. Tetapi akhirnya diputuskan nama Kementerian Agama.<ref name="Sejarah"/>
 
Pembentukan Kementerian Agama dalam Kabinet Sjahrir II ditetapkan dengan Penetapan Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) yang berbunyi; Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Kementerian Agama.<ref name="Sejarah"/>
 
Pengumuman berdirinya Kementerian Agama disiarkan oleh pemerintah melalui siaran Radio Republik Indonesia. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. H.M. Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah. Rasjidi saat itu adalah menteri tanpa portfolio dalam Kabinet Sjahrir. Dalam jabatan selaku menteri negara (menggantikan K.H.A.Wahid Hasjim), Rasjidi sudah bertugas mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.<ref name="Sejarah"/>
 
Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan haji; dari Kementerian Kehakiman, yang berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi; dari Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, yang berkenaan dengan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah.<ref name="Sejarah"/>
 
== Tugas dan Fungsi ==