Wawacan Sulanjana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gunkarta (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 180.253.244.146) dan mengembalikan revisi 7036157 oleh Addbot: vandalisme
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia
Baris 8:
 
=== Mitos Dewi Padi ===
Dahulu kala di [[Kahyangan]], [[Batara Guru]] yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan. Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong tangan dan kakinya.
 
Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasihat Batara Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa buruk nasibnya.
 
Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang yang indah. Barata Narada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliaudia memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.
 
Dengan mengulum tiga butir telur mustika dalam mulutnya, Anta pun berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan Anta bertemu dengan seekor burung [[elang]] (ada beberapa versi yang menyebutkan burung [[gagak]]) yang kemudian menyapa Anta dan menanyakan kemana ia hendak pergi. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung. Sang elang mengira Anta sombong sehingga ia amat tersinggung dan marah.
 
Burung itu pun menyerang Anta yang panik, ketakutan, dan kebingungan. Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di balik semak-semak menunggu elang pergi. Tetapi sang elang tetap menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang selamat, utuh dan tidak pecah. Dua telur yang pecah itu jatuh ke bumi dan menjelma menjadi dua [[babi hutan]] Kalabuat dan Budug Basu.<ref>{{cite web |url=http://books.google.co.id/books?id=RheSrkiK2zYC&pg=PA225&lpg=PA225&dq=Budug+basu&source=bl&ots=fcvyxOb_lU&sig=OvrbI21Oi4o5QSi_WDrPH6sPGLA&hl=en&sa=X&ei=ICt0T_aAE8PRrQeZlOzNDQ&ved=0CFYQ6AEwBg#v=onepage&q=Budug%20basu&f=false |title=Jawa Barat, koleksi lima lembaga |author=Edi Suhardi Ekajati, Undang A. Darsa, Oman Fathurahman |date= |work= |publisher=Yayasan Obor Indonesia, Ecole française d'Extrême-Orient |accessdate=29 March 2012}}</ref> Kamudian Kalabuat dan Budug Basu dipelihara Sapi Gumarang. Sapi ini merupakan penjelmaan ajaib akibat seekor sapi betina secara tidak sengaja meminum air kemih iblis Idajil sehingga hamil dan melahirkan Sapi Gumarang.
 
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa [[kahyangan]]. Batara Guru dengan senang hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas.
 
Setelah sekian lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya.
 
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu. Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi.
 
Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan, Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi Pohaci Sanghyang Sri.
 
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada jalan lain selain harus membunuh Nyi Pohaci.
 
Para dewa mengumpulkan segala macam racun berbisa paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman sang putri. Nyi Pohaci segera mati keracunan, para dewa pun panik dan ketakutan karena telah melakukan dosa besar membunuh gadis suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa turun ke [[bumi]] dan dikuburkan ditempat yang jauh dan tersembunyi.
 
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan segenap [[dewata]] pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia.
 
* Dari kepalanya muncul pohon [[kelapa]].
Baris 38:
* Dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon [[aren]] atau [[enau]] bersadap nira manis.
* Dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman [[bambu]].
* Dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya dari pusaranya muncullah tanaman [[padi]], bahan pangan yang paling berguna bagi manusia.
 
Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya, sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai sang dewi baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia. Pada sistem kepercayaan [[Kerajaan Sunda]] kuno.
Baris 46:
 
=== Pertempuran antara Sulanjana dan Gumarang ===
Sebelumnya disebutkan bahwa celeng (babi hutan) kembar Kalabuat dan Budug Basu terlahir dari telur pecah yang berasal dari air mata Antaboga, dan dua telur ini jatuh ke bumi. Kedua celeng ini diasuh oleh sapi Gumarang. Gumarang adalah sapi jejadian yang jahat sebagai hasil seekor sapi meminum air seni iblis Idajil, karena itulah sapi Gumarang bertabiat jahat. Setelah tumbuh dewasa, Kalabuat dan Budug Basu berusaha mencari saudari mereka dan menemukan makam Nyi Pohaci Sanghyang Asri. Mereka melingkari makam tujuh kali dan kemudian mati di atas makam saudarinya.
 
Sementara Dampo Awang dari tanah sebrang datang ke kerajaan Sunda dengan kapalnya untuk membeli beras. Karena padi dianggap suci oleh rakyat Sunda dan merupakan hadiah dari dewata, maka tak ada yang berani menjualnya. Prabu Siliwangi menolak menjual simpanan beras di ''[[leuit]]'' ([[lumbung]]) di kerajaannya. Dampo Awang marah dan membalas dendam dengan membujuk Sapi Gumarang untuk menghancurkan tanaman padi di kerajaan Sunda.
 
Sapi Gumarang mengambil mayat celeng Kalabuat dan Budug Basu dari makam Pohaci dan membawanya keliling dunia. Secara ajaib mayat Kalabuat dan Budug Basu berubah wujud menjadi berbagai binatang: babi, celeng, tikus, serangga, dan berbagai jenis hama tanaman padi. Adalah sifat alamiah Kalabuat Budug Basu untuk bersatu dengan saudarinya, yaitu dengan cara memakan tanaman padi. Karena itulah celeng Kalabuat dan Budug Basu dianggap perwujudan [[hama]] perusak tanaman dalam kepercayaan tradisional Sunda.