Mahasthawira Vajragiri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (5), Beliau → Dia
Baris 11:
'''Mahasthavira Vajragiri''', juga dikenal sebagai '''Bhante Obat''' atau '''Romo Thedja''', adalah seorang [[bhiksu]] yang semasa hidupnya aktif dalam berbagai pelayanan. Ia selalu mengajarkan hidup sederhana dan berbakti kepada orang tua. Selain pelayanan dharma, ia juga memberikan pelayanan kemanusian dengan membagi-bagikan obat kepada masyarakat tidak mampu.
 
BeliauDia dikenal sebagai bhiksu yang sangat tepat waktu. Siapapun yang sudah membuat janji dengannya tidak akan berani datang terlambat karena akan ia tinggalkan.<ref name="Buddhayana">Buddhayana.or.id. Unduh=16 Maret 2013. [http://www.buddhayana.or.id/berita.php?Lang=lnd&ID=94 Riwayat Singkat Mahasthavira Vajragiri]</ref>
 
==Biografi==
Baris 21:
Setelah Indonesia merdeka, Tjing San berjualan kain di Keruwi, Lampung. Namun usahanya gagal karena menjadi korban pemotongan nilai rupiah, uang seribu rupiah dipotong menjadi senilai seratus. Dengan dorongan semangat dari Nyonya Lim, ia membawa pulang adik ketiganya yang telah diberikan orang untuk diajak berdagang kopi. Pada tahun 1959, keluarga Tjing San akhirnya pindah ke [[Palembang]].
 
Tjing San menikah dengan Ratna Santoso (Tjia Giok Nio) betepatan dengan perayaan [[Waisak]] pada tanggal 17 Mei 1956 di [[Palembang]]. Mereka dikaruniai sepasang putri kembar dan dua orang putra. Di Palembang, beliaudia mulai aktif di [[Klenteng]] '''Sam Goeat Kong''' dan menjabat sebagai ketua, sekretaris, sekaligus bendaharanya.
 
===Peran ibu dalam kehidupan Bhante Vajragiri===
Baris 29:
 
===Pelepasan keluarga dan penahbisan===
Setelah menjabat sebagai ketua wihara selama 10 tahun, [[Ashin Jinarakkhita|Su Kong]] menganjurkannya untuk melepaskan jabatan tersebut untuk menjadi [[sangha]] monastik. Ia diperkenalkan kepada Bhante Dewadharmaputra yang menjadi guru pembimbing beliaudia. Sebelumnya, Bhante Vajragiri mewariskan sebuah usaha kepada istrinya agar dapat hidup mandiri.
 
Romo Thedja ditahbiskan sebagai samanera di [[Yogyakarta]] pada tanggal 24 Oktober 1987 pukul 05.00 WIB dengan guru penahbis Maha Nayaka Sthavira [[Ashin Jinarakkhita]] dan guru pembimbing almarhum Rshi Sthavira Jinnaphalo yang diwakili Rshi Sthavira Dewadharmaputra. Mulanya Bhante Vajragiri merasa heran, mengapa [[Ashin Jinarakkhita|Su Kong]] memilihkan seorang bhiksu yang sudah almarhum sebagai guru pembimbingnya. Akhirnya ia menyadari, Su Kong menilai pribadinya yang keras dan tidak segan-segan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap siapapun (termasuk kepada gurunya) jika suatu hal menurutnya tidak benar.
Baris 45:
 
==Perjalanan spiritual==
Semasa masih kecil, Tjing San menderita demam yang sangat tinggi saat ibu beliaudia pulang ke [[Palembang]]. Nyonya Lim segera ciamsi kepada [[Bodhisatwa]] [[Kwan Im]] dan memperoleh jawaban, ''"Seperti halnya kambing yang terbiasa makan rumput basah namun semenjak ditinggal ibu hanya makan rumput kering."'' Ternyata selama kepergian Nyonya Lim, Tjing San sering makan masakan khas [[Padang]] yang pedas sehingga membuatnya panas dalam. Inilah awal mula Bhante Vajragiri sangat meyakini [[Bodhisatwa]] [[Awalokiteswara]].
 
Ia menjadi pengurus '''Klenteng Sam Goeat Kong''' di [[Palembang]] selama tujuh tahun. Selain itu, Tjing San yang berdevosi kuat kepada [[Bodhisatwa]] [[Kwan Im]], juga menjadi pengurus '''Klenteng Kuan Im 10 Ulu'''; di sanalah ia pertama kali bertemu dengan '''Su Kong''' (Maha Bhiksu [[Ashin Jinarakkhita]]). Su Kong kemudian memberikan nasihat kepada Tjing San untuk ikut mengurusi [[wihara]]. Seorang kerabat Tjing San yang bernama ''Yan Cik'' memberinya sebuah rupang Buddha [[Amitabha]].
 
Semenjak saat itu, Tjing San mengubah jalan hidupnya yang selama ini tidak mengenal belas kasih. Dulunya ia selalu membunuh kucing yang mencuri makan, menyembelih tiga keranjang ayam, mencuri berat timbangan, berbicara ketus, [[Perjudian|togel]] yang membuatnya kehilangan rumah, merokok dan terkadang minum minuman keras. Ia berkata, ''"Kalau tidak ketemu Su Kong, guru pembimbing, mana mungkin bisa hidup sampai sekarang."'' Maha Bhiksu [[Ashin Jinarakkhita]] pernah menasihatinya, ''"Badan boleh panas, pikiran jangan panas."'' Pada saat pabrik beras miliknya terbakar habis, Tjing San yang sebelumnya selalu menyalahkan orang lain, saat itu melihatnya sebagai akibat perbuatannya di masa lalu dan tetap memiliki keseimbangan batin (upekkha).
 
Selain kepengurusan klenteng, Tjing San juga aktif beraktivitas dalam [[Wihara]] Dharmakirti. Ia berlatih meditasi cinta kasih (''metta'') selama lima hari dengan bimbingan Su Kong melalui kontak batin; ia memperoleh pengalaman saat tikus-tikus datang mendekat dan ''"mencium"''nya karena pancaran cinta kasih yang ia pancarkan selama bermeditasi.
 
Tjing San seringkali berlatih meditasi di bawah bimbingan Su Kong dengan hanya makan bubur putih yang tawar. Pada saat berlatih selama 30 hari di Wihara Sakyawanaram, di hari ke-23 beliaudia memperoleh pengalaman spiritual: ia merasa seperti dilempar seperti bola oleh sesosok yang tak kasat mata. Ia juga memperoleh berbagai godaan seperti rasa kantuk, aroma masakan yang tidak kasat mata, dan wanita. Pada saat bermeditasi bersama '''Bhiksu Li Bun Sui''' dan Bapak '''Beng Guan''', ia mendapat makanan dari bau dedaunan yang ada di sekitar tempat meditasi.
 
Setelah menjadi seorang bhiksu, Bhante Vajragiri sempat bertemu muka dengan Yang Mulia [[Dalai Lama XIV]] di India. Setiap tahunnya ia mengikuti retret sebanyak dua sampai tiga kali dan melatih diri hanya mengonsumsi makanan tawar tanpa garam. Ia juga banyak menghasilkan karya yang sangat membantu umat Buddhis maupun masyarakat secara umum hingga di akhir hayatnya. Suatu ketika ia terjatuh akibat terpeleset, saat mencari tempat berteduh dari hujan bersama dengan salah seorang anak asuhnya. Saat itu ia sedang membagi-bagikan obat kepada penduduk Lampung yang membutuhkan. Awalnya Bhante Vajragiri bersama anak asuhnya hendak berteduh pada suatu pondok di seberang parit kecil; tetapi saat melompati parit, pijakannya kurang jauh sehingga tumitnya terluka. Luka tersebut diperparah penyakit [[diabetes]] yang ia idap sehingga mengharuskannya beristirahat cukup lama dari aktivitas kemanusiaan.
Baris 61:
Awal mula karya Bhiksu Vajragiri adalah semasanya masih menjadi ''dayaka'' (pendamping) Bhante Dewadharmaputra di [[Lampung]]. Mereka sering masuk ke desa-desa untuk membagi-bagikan obat dengan menggunakan ojek. Lebih dari 100 [[wihara]] dan cetya di Lampung yang pernah disinggahi. Aktivitas tersebut terus ia lakukan semasa hidupnya hingga ia menerima julukan ''Bhante Obat''.
 
Suatu ketika saat mengunjungi daerah [[Gunung Kidul]] [[Yogyakarta]], ia berpapasan dengan serang bapak tua yang meringis kesakitan. Ternyata bapak itu selama bertahun-tahun menderita sakit gigi tanpa mampu berobat. Tergerak oleh perasaan welas asih, semenjak saat itu bhante selalu menitipkan dana pengobatan hingga di akhir usia bapak tersebut.
 
Ia menjadi donatur tetap di Poliklinik Sai Widhayaka Palembang yang memberikan pengobatan gratis. Ia juga berhasil memprakarsai pembangunan tiga poliklinik bagi masyarakat tidak mampu tanpa dipungut biaya apapun. Ketiga poliklinik tersebut adalah Poliklinik Bojjhanga di Palembang (diresmikan Minggu 13 Januari 2003), Poliklinik Cahaya Cinta Kasih Sai di Lampung (diresmikan Minggu 22 April 2007), dan Poliklinik Sakyakirti di Jambi (diresmikan Minggu 15 Februari 2009).
 
===Pembangunan wihara===
Bhante Vajragiri ikut serta dalam penuntasan berbagai wihara di daerah [[Bengkulu]], Musi Ruwas Sumatera Selatan, OKI, [[OKU]]. Ia juga ikut menuntaskan pembangunan wihara-wihara di luar wilayah pembinaan beliaudia (Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu), yaitu di Lampung dan Jawa Tengah.
 
===Pendidikan dan anak asuh===
Bhante Vajragiri berupaya agar anak-anak yang sulit terjangkau pendidikan dapat menempuh pendidikan seperti yang lainnya. Ia banyak menganjurkan beasiswa dan mengangkat anak asuh; banyak yang telah tuntas dalam pendidikan mereka, bahkan beberapa diantaranya menjadi orang penting dalam pemerintahan. Beberapa perguruan tinggi yang menjadi tempat menempuh pendidikan bagi para anak asuhnya antara lain STIAB Smaratungga di Boyolali Jawa Tengah, STAB Maha Prajna di Cilincing Jakarta, PTAB Nalanda di Jakarta, PTAB Jinnarakhita di Lampung, dan perguruan tinggi umum di Palembang.
 
Ia pernah menyumbangkan dua buah mesin stensil buatan Jerman kepada '''Institut Ilmu Agama Buddha Smaratungga''' di [[Ampel, Boyolali]], [[Jawa Tengah]] (kini menjadi ''Sekolah Tinggi Agama Buddha Smaratungga''). Mesin tersebut digunakan oleh Samanera Suryanadi untuk mencetak lagu-lagu Buddhis serta ceramah Dharma untuk disebarkan ke daerah-daerah.
 
Selain itu, Bhante Vajragiri sering memberikan buku kepada orang-orang yang memiliki minat baca sambil disertai pesan: "silahkan membaca". Ia selalu berdana untuk mencetak dan membagikan buku-buku dharma saat ia berkeliling ke daerah-daerah. Atas dasar kecintaan dan keinginan agar banyak orang mendapatkan manfaat melalui buku membuatnya mendirikan yayasan penerbitan '''Svarnadipa Sriwijaya'''. Yayasan tersebut akhirnya digantikan oleh Yayasan Serlingpa Dharmakirti setelah tidak aktif lagi; keduanya menerbitkan buku-buku dharma untuk dibagikan. Ia selalu tersenyum bahagia, bahkan disaat ia sakit, setiap ada satu buku yang telah diterbitkan.
Baris 80:
Terdapat sebuah legenda turun-temurun dibalik pembangunan jembatan di Prigi. Legenda penduduk setempat mengatakan bahwa nantinya di Sungai Tuntang akan dibangun jembatan oleh sosok berkepala gundul dan berjubah merah. Ia tidak hanya mengakomodasi dana pembangunan, melainkan juga ikut mencongkel batu bersama para penduduk. Jembatan tersebut akhirnya diresmikan pada tahun 1991 dan manfaatnya sangat besar bagi penduduk di sana.
 
Bhante Vajrakirti juga rutin menyumbang air bagi warga [[Gunung Kidul]] [[Yogyakarta]] yang selalu mengalami kekeringan pada saat kemarau datang. Ia juga menyumbang pembangunan saluran air di Wihara Avalokiteswara, [[Lombok]], yang belum sempat terselesaikan, berikut kamar mandi dan WC.
 
===Teladan hidup===
Baris 113:
 
==Referensi==
* Girinanda, D. Issalim, dan M. Lim. Juni 2012. ''"Bhante Obat" - Perjalanan Spiritual Bhante Vajragiri'', Cetakan Pertama. Penerbit: Yayasan Serlingpa Dharmakirti. [[ISBN]] 9789791917759.
 
==Catatan kaki==
Baris 126:
[[Kategori:Tokoh Buddhis]]
[[Kategori:Tokoh Indonesia]]
 
 
{{Buddha-bio-stub}}