Abdul Muhyi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib) k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (16), Beliau → Dia |
|||
Baris 1:
'''Syeikh Haji Abdul Muhyi''' lahir di [[Mataram]] sekitar tahun 1650 M /1071 H dan dibesarkan oleh orang tuanya di kota [[Gresik]]/ Ampel.
==Silsilah dan Keturunan Syeikh Abdul Muhyi==
Baris 10:
=== Keturunan dan Anak dan Istri ===
Syeikh Abdul Muhyi putra Lebe Warta Kusumah dan Raden Tanganjiyah
Menurut silsilah yang diterima putera-puterinya ada 18 orang dari Empat orang isteri ialah :
1. Dari Istri SEMBAH BAHTA
Baris 38:
==Biografi Syeikh Haji Abdul Muhyi==
Pada saat berusia 19 tahun
Ketika sampai di Baitullah, Syeikh Abdulrauf mendapat ilham kalau diantara santrinya akan ada yang mendapat pangkat kewalian. Dalam ilham itu dinyatakan, apabila sudah tampak tanda-tanda maka Syeikh Abdulrrauf harus menyuruh santrinya pulang dan mencari gua di Jawa bagian barat untuk bermukim di sana.
Suatu saat sekitar waktu ashar di Masjidil Haram tiba-tiba ada cahaya yang langsung menuju Syeikh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya (Syeikh Abdur Rauf) sebagai tanda-tanda tersebut. Setelah kejadian itu, Syeikh Abdurrauf membawa mereka pulang ke Kuala/ Aceh tahun 1677 M. Sesampainya di Kuala, Syeikh Abdul Muhyi disuruh pulang ke [[Gresik]] untuk minta restu dari kedua orang tua karena telah diberi tugas oleh gurunya untuk mencari gua dan harus menetap di sana. Sebelum berangkat mencari gua, Syeikh Abdul Muhyi dinikahkan oleh orang tuanya dengan “Ayu Bakta” putri dari Sembah Dalem Sacaparana putra Dalem Sawidak atau Raden Tumenggung [[Wiradadaha]] III
Tak lama setelah pernikahan,
==Perjalan Mencari Goa Pamijahan==
Disamping untuk membina penduduk,
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, sampailah di daerah [[Pamengpeuk]] (Garut Selatan). Di sini
Beberapa hari seusai pemakaman ayahandanya,
Walaupun di Lebaksiu tidak menemukan gua yang di cari,
Bila senja tiba,
Sewaktu Syeikh Abdul Muhyi berjalan ke arah timur, terdengarlah suara air terjun dan kicaun burung yang keluar dari dalam lubang. Dilihatnya lubang besar itu, di mana keadaannya sama dengan gua yang digambarkan oleh gurunya. Seketika kedua tangannya diangkat, memuji kebesaran Allah. Telah ditemukan gua bersejarah, dimana ditempat ini dahulu Syeikh Abdul Qodir Al Jailani menerima ijazah ilmu agama dari gurunya yang bernama Imam Sanusi. Goa yang sekarang di kenal dengan nama Goa Pamijahan adalah warisan dari Syeikh Abdul Qodir Al Jailani yang hidup kurang lebih 200 tahun sebelum Syeikh Abdul Muhyi. Gua ini terletak diantara kaki Gunung Mujarod. Sejak goa ditemukan Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga beserta santri-santrinya bermukim disana. Disamping mendidik santrinya dengan ilmu agama,
Menurut pendapat yang masyhur sampainya Syeikh Abdul Muhyi ke derajat kewalian melalui thoriqoh mu’tabaroh Satariyah, yang ''silsilah keguruan/ kemursyidannya'' sampai kepada Rasulullah Saw. Berikut silsilahnya: ''Rasululah Saw, Ali Bin Abi Tholib, Sayyidina Hasan, Sayyidina Zainal Abidin, Imam Muhammad Bakir, Imam Ja’far Shodiq, Sultan Arifin, Yazidiz Sulthon, Syeikh Muhammad Maghribi, Syeikh Arabi Yazidil Asyiq, Sayyid Muhammmad Arif, Syeikh Abdulah Satari, Syeikh Hidayatullah Syarmad, Syeikh Haji Hudori, Sayyid Muhammmad Ghoizi, Sayyid Wajhudin, Sayyid Sifatullah, Sayyidina Abdi Muwhib Abdulah Ahmad, Syeikh Ahmad Bin Muhammmad (Ahmad Qosos), Syeikh Abdul Rouf, Syeikh Haji Abdul Muhyi.''
Sekian lama mendidik santrinya di dalam goa, maka tibalah saatnya untuk menyebarkan agama Islam di perkampungan penduduk. Di dalam perjalanan, sampailah di salah satu perkampungan yang terletak di kaki gunung, bernama kampung Bojong. Selama bermukim di Bojong dianugerahi beberapa putra dari istrinya, Ayu Bakta. Diantara putra
Beberapa lama setelah menetap di Bojong, atas petunjuk dari Allah, Syeikh Abdul Muhyi beserta santri-santrinya pindah ke daerah “Safarwadi". Di sini
Makam Syekh Abdul Muhyi; di sebelah utara Makam Kidul terdapat kompleks makam Syekh Abdul Muhyi. Kompleks ini merupakan obyek ziarah utama di
Baris 69:
mendukung fungsi kekeramatannya. Berbeda dengan kompleks makam lain, makam Syekh Abdul Muhyi mendapat perlakuan sangat khusus. Di samping bangunannya sangat megah dari konstruksi beton permanen juga tersedia berbagai fasilitas yang menunjang aktivitas ziarah seperti masjid, kolam dan sarana air bersih serta balai-balai yang dapat digunakan para peziarah melakukan zikir. Selain Syekh Abdul Muhyi, pada kompleks ini terdapat makam lain, yaitu ''R. Subamanggala [[Wiradadaha]] IV'', yang dikenal sebagai ‘''Dalem Pamijahan''’, yang ditempatkan di sebelah timur makam Syekh Abdul Muhyi ditandai oleh sebuah payung. Ia adalah anak sulung ''R. Tumenggung Anggadipa [[Wiradadaha]] III'', salah seorang Bupati Sukapura selain itu juga terdapat Makam Sembah Khotib Muwahid, Sembah Kudrot, ''Sembah Dalem Yudanegara'', dan ''Sembah Dalem Sacaparana''.
Makam ini banyak diziarahi oleh kaum muslimin. Masih banyak lagi santrinya yang tersebar hingga pelosok- pelosok kampung di sekitar Jawa Barat untuk menyebarkan agama Islam. Dalam menyebarkan agama Islam Syeikh Abdul Muhyi mengunakan metode Tharekat Nabawiah yaitu dengan akhlak yang luhur disertai tauladan yang baik. Salah satu contoh metode dalam mengislamkan seseorang adalah sewaktu
Setiap kail dilemparkan ke dalam air, ikan selalu menangkapnya. Tidak lama kemudian ikan yang didapat sangat banyak sekali sampai membuat orang tersebut keheranan dan bertanya, "Apa do’a yang dibaca untuk memancing? Beliau menjawab, "Basmalah dan Syahadat". Akhirnya orang tersebut tertarik dengan do’a itu dan masuk Islam.
Baris 93:
# [http://purbawidya.com/wp-content/uploads/2014/11/123.pdf Perkembangan awal Islam di Pamijahan Tasikmalaya] oleh Effi Latifundia, Balai Arkeologi Bandung
# http://majlis-al-mamuroh.blogspot.com/2013_08_01_archive.html
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
|