Perantau Minang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 35:
Sesuai dengan [[:wikiquote:id:Peribahasa Minang|pepatah Minang]], ''[[:wikiquote:id:Dima bumi dipijak, di sinan langik dijunjuang|Di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung]]'', para perantau Minang tidak hanya peduli pada kelompoknya saja. Banyak di antara mereka menjadi tokoh masyarakat tempatan, berikhtiar dan berjuang bersama demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di tempat ia berada. Beberapa tokoh perantau Minang, seperti [[Mohammad Hatta]], [[Tan Malaka]], [[Agus Salim]], dan banyak lagi yang lainnya, hampir tak pernah terdengar memikirkan Minangkabau karena tenaga dan pikirannya telah tersita untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu nasib dan kemerdekaan [[bangsa Indonesia]] dari cengkeraman [[kolonialisme|kolonialis]] [[Belanda]]. Sementara di [[Semenanjung Malaya|tanah semenanjung]] tercatat nama-nama seperti [[Shamsiah Fakeh]], [[Ahmad Boestamam]], [[Burhanuddin al-Hilmi]], [[Khatijah Sidek]], dan pejuang lainnya, menghabiskan sebagian besar dayanya untuk perjuangan bangsa Melayu di semenanjung agar terbebas dari penjajahan kolonialis [[Inggris]].
 
Menengok ke masa yang lebih silam, beberapa nama perantau Minang telah tercatat dalam sejarah sebagai pendiri kerajaan, ulama penyebar Islam, ataupun pedagang yang mendirikan koloni [[Saudagar Minangkabau|saudagar Minang]] di berbagai tempat. [[Awang Alak Betatar]] atau lebih dikenal dengan nama Sultan Muhammad Shah tercatat dalam sejarah Brunei sebagai pendiri [[Kesultanan Brunei]] pada pertengahan abad ke-14. Sementara [[Raja Bagindo]] yang di [[Sulu]] lebih dikenal sebagai Rajah Baguinda juga tercatat dalam ''Tarsilah Sulu'' sebagai pendiri [[Kesultanan Sulu]] pada akhir abad ke-14.<ref name="viva.co.id">[http://nasional.news.viva.co.id/news/read/395685-kerajaan-sulu-didirikan-keturunan-minangkabau- "Pendiri-pendiri kerajaan Islam di Filipina dari Minangkabau"] ''[[VIVA.co.id]]'', 07 Maret 2013. Diakses 19 Januari 2015.</ref><ref name="kompas.com2"> [http://internasional.kompas.com/read/2013/03/21/11542278/Sultan.Sulu.Suka.Satai.Kambing "Sultan Sulu Suka Satai Kambing"] ''Kompas.com'', 21 Maret 2013. Diakses 19 Januari 2015.</ref> Sejarah perkembangan Islam di [[Pulau Sulawesi|Sulawesi]], [[Kalimantan Timur]], serta [[Nusa Tenggara]] tak terlepas dari peran penting para ulama perantau Minang pada akhir abad ke-16 atau awal abad ke-17. Tercatat nama-nama [[Datuk Ri Bandang]], [[Datuk Ri Tiro]], [[Datuk Patimang]] yang berasal dari [[Koto Tangah, Payakumbuh Barat, Payakumbuh|Koto Tangah]], [[Kota Payakumbuh|Payakumbuh]], serta [[Datuk Karama]], dan [[Datuk Mangaji]] telah menyebarkan Islam pada masyarakat di beberapa wilayah tersebut.<ref name="Sewang">[http://books.google.co.id/books?id=HOcUtQAtl00C&pg=PA95&lpg=PA95&dq=datuk+ribandang+dan+tunggang+parangan&source=bl&ots=S3lBFKkfZQ&sig=U0NsvsynXyX801j_XwRQEjjWDcs&hl=en&sa=X&ei=Dy0AUfTdJsfUrQfZ84GoCA&ved=0CEsQ6AEwAw#v=onepage&q=datuk%20ribandang%20dan%20tunggang%20parangan&f=false "Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII"] ''Ahmad M. Sewang, Yayasan Obor Indonesia''. Diakses 19 Januari 2015.</ref> Sedangkan di [[Kerajaan Kutai]] Islam juga disebarkan oleh Datuk Ri Bandang bersama-sama [[Tuan Tunggang Parangan]].<ref>[http://books.google.co.id/books?id=HiZvFZbm6sgC&pg=PA79&lpg=PA79&dq=Datuk+Ri+Tiro&source=bl&ots=OVQPY9HjCU&sig=bdTusXah_SxwD6VsIuQvGIZ-9K4&hl=en&sa=X&ei=jiUAUYWUBMi4rAfyrYHwCw&ved=0CE0Q6AEwBDgK#v=snippet&q=Tuan%20Tunggang%20Parang&f=false Sejarah nasional Indonesia, Volume 3] ''Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, PT Balai Pustaka''. Diakses 19 Januari 2015</ref>
 
== Perjalanan sejarah ==
[[Berkas:Perantau Minang.JPG|thumb|left|250px|Perantau Minang pulang kampung dengan KM Lawit di pelabuhan [[Teluk Bayur]]]]
[[Entitas]] perantau Minang merupakan [[masyarakat]] yang jumlahnya diperkirakan setara kalau pun tidak lebih banyak daripada masyarakat Minang yang berdiam di tanah asalnya, [[Sumatera Barat]].<ref name="niadilova">[http://niadilova.blogdetik.com/index.php/archives/917 "Perantau Minang"] ''[[Surya Suryadi]] - [[Harian Haluan|Haluan]]'', Rabu, 28 Maret 2012. Diakses 16 Januari 2015.</ref> Mereka mencari dan menjalani kehidupan di tanah rantau disebabkan beberapa faktor, seperti faktor eksistensi diri, [[Matrilineal Minangkabau|adat matrilineal]], [[perang]], dan faktor [[ekonomi]].<ref name="niadilova"/>
 
Baris 43 ⟶ 44:
 
[[:wikiquote:id:Peribahasa Minang|Peribahasa Minang]] yang berbunyi ''Karatau madang di hulu, berbuah berbunga belum. Ke rantau bujang dahulu, di rumah berguna belum'' atau ''Daripada malu pulang ke kampung, lebih baik rantau diperjauh'', membuat banyak perantau Minang yang tidak pernah pulang lagi ke kampung halamannya, walaupun rindu dendam pada ''[[Bundo Kanduang|ranah bundo]]'' dan segala isinya berkecamuk seakan tak terperi.<ref name="niadilova"/>
 
[[Berkas:Perantau Minang.JPG|thumb|left|250px|Perantau Minang pulang kampung dengan KM Lawit di pelabuhan [[Teluk Bayur]]]]
 
Saat ini diperkirakan lebih dari setengah [[populasi]] orang Minangkabau hidup dan berkembang di wilayah perantauan baik di Indonesia maupun mancanegara, perkiraan itu pun tidak memasukkan keturunan perantau Minang yang telah merantau dan berkembang sejak sekurangnya 1000 tahun yang lalu di berbagai wilayah di nusantara atau bahkan dunia pada masa modern ini.