Abdul Muhyi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kang Ari Tea (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi 'thumb|Makam Abdul Muhyi Pamijahan '''Syeikh Haji Abdul Muhyi''' lahir di [Mataram] sekitar tahun 1650 M /1071 H dan dibesarkan oleh...'
Tag: tanpa kategori [ * ]
 
Kang Ari Tea (bicara | kontrib)
Baris 6:
==Silsilah dan Keturunan Syeikh Abdul Muhyi==
 
'''=== Silsilah Daridari ayah:''' ===
 
Ratu Galuh- Ratu Puhun - Kuda Lanjar- Mudik Cikawung Ading - Entol Penengah - Sembah Lebe Warto Kusumah - Syeikh Haji Abdul Muhyi
 
'''=== Silsilah Daridari Ibu:''' ===
Rasulullah saw - Sayyidina Ali karroma Allahu wajhahu dan Fatimati Azzahro’ - Syaidina Husein - Ali Zaenal Abidin - Muhammad Al Baqir- Ja'far Ashodiq - Ali AI'Aridhi - Muhammad - Isa Albasyari - Ahmad Al Muhajir - Ubaidillah - 'Uluwi - Ali Kholi'i Qosim - Muhammmad Shohibul Murobath -‘Uluwi - Abdul Malik - Abdullah Khona - Imam Ahmad Syah - Jamaludin Akbar - Asmar Kandi Gisik Karjo Tuban - Ishak Makdhum - Muhammad Ainul Yaqin - [[Sunan Giri]] Laya - Wira Candera - Kentol Sumbirana - Rd. Ajeng Tanganziah - Waliyullah Syeikh Haji Abdul Muhyi
 
'''=== Keturunan dan Anak dan Istri''' ===
Syeikh Abdul Muhyi putra Lebe Warta Kusumah dan Raden Tanganjiyah .
 
SuamiSyeikh dariAbdul Muhyi menikah dengan NM Aju Winangun, NM Patimah, NR Ayu Selamah (R. Ajang Halimah) and NM Aju Bakta.
Ayah dai Ny. R. Candra, Ny. R. Ajeng Enur, N. R. Jabaniah, N. R. Ajeng Nidor, R. Bagus Atim, R. Ali Akbar, Syekh Kiai Nadzar, Syekh Atam, Ny. R. Usim, Ny. R. Arunah, Ny. R. Hatisah, Kiai Bagus Muhammad, Ny. R. Siti, Ny. R. Ajeng, Kyai Bagus Bojong, Syekh Abdullah (Penghulu Solo), Kyai Pakih Ibrahim / Syeh Ibrahim (Panghulu Besar [Cirebon]), Dalem Bojong dan Ny. Madya Kusumah
 
AyahDikaruniai anak : dai Ny. R. Candra, Ny. R. Ajeng Enur, N. R. Jabaniah, N. R. Ajeng Nidor, R. Bagus Atim, R. Ali Akbar, Syekh Kiai Nadzar, Syekh Atam, Ny. R. Usim, Ny. R. Arunah, Ny. R. Hatisah, Kiai Bagus Muhammad, Ny. R. Siti, Ny. R. Ajeng, Kyai Bagus Bojong, Syekh Abdullah (Penghulu [[Solo]]), Kyai Pakih Ibrahim / Syeh Ibrahim (Panghulu Besar [[Cirebon]]), Dalem Bojong dan Ny. Madya Kusumah
 
==Biografi Syeikh Haji Abdul Muhyi==
Baris 25 ⟶ 26:
Suatu saat sekitar waktu ashar di Masjidil Haram tiba-tiba ada cahaya yang langsung menuju Syeikh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya (Syeikh Abdur Rauf) sebagai tanda-tanda tersebut. Setelah kejadian itu, Syeikh Abdur Rauf membawa mereka pulang ke Kuala/ Aceh tahun 1677 M. Sesampainya di Kuala, Syeikh Abdul Muhyi disuruh pulang ke Gresik untuk minta restu dari kedua orang tua karena telah diberi tugas oleh gurunya untuk mencari gua dan harus menetap di sana. Sebelum berangkat mencari gua, Syeikh Abdul Muhyi dinikahkan oleh orang tuanya dengan “Ayu Bakta” putri dari Sembah Dalem Sacaparana.
 
Tak lama setelah pernikahan, beliau bersama istrinya berangkat ke arah barat dan sampailah di daerah yang bernama Darma Kuningan. Atas permintaan penduduk setempat Syeikh Abdul Muhyi menetap di Darmo [Kuningan] selama 7 tahun (1678-1685 M). Kabar tentang menetapnya Syeikh Abdul Muhyi di Darmo [[Kuningan]] terdengar oleh orang tuanya, maka mereka menyusul dan ikut menetap di sana.
 
==Perjalan Mencari Goa Pamijahan==
Baris 36 ⟶ 37:
Walaupun di Lebaksiu tidak menemukan gua yang di cari, beliau tidak putus asa dan melangkahkan kakinya ke sebelah timur dari Lebaksiu yaitu di atas gunung kampung Cilumbu. Akhirnya beliau turun ke lembah sambil bertafakur melihat indahnya pemandangan sambil mencoba menanam padi.
 
Bila senja tiba, beliau kembali ke Lebaksiu menjumpai keluarganya, karena jarak dari tempat ini tidak begitu jauh, +.6 km. Suasana di pegunungan tersebut sering membawa perasaan tenang, maka gunung tersebut diberi nama “Gunung Mujarod' yang berarti gunung untuk menenangkan hati. Pada suatu hari, Syeikh Abdul Muhyi melihat padi yang ditanam telah menguning dan waktunya untuk dipetik. Saat dipetik terpancarlah sinar cahaya kewalian dan terlihatlah kekuasaan Allah. Padi yang telah dipanen tadi ternyata hasilnya tidak lebih dan tidak kurang, hanya mendapat sebanyak benih yang ditanam. Ini sebagai tanda bahwa perjuangan mencari gua sudah dekat. Untuk meyakinkan adanya gua di dalamnya maka di tempat itu ditanam padi lagi, sambil berdo'a kepada Allah, semoga goa yang dicari segera ditemukan. Maka dengan kekuasan Allah, padi yang ditanam tadi segera tumbuh dan waktu itu juga berbuah dan menguning, lalu dipetik dan hasilnya ternyata sama, sebagaimana hasil panen yang pertama. Disanalah beliau yakin bahwa di dalam gunung itu adanya goa.
 
Sewaktu Syeikh Abdul Muhyi berjalan ke arah timur, terdengarlah suara air terjun dan kicaun burung yang keluar dari dalam lubang. Dilihatnya lubang besar itu, di mana keadaannya sama dengan gua yang digambarkan oleh gurunya. Seketika kedua tangannya diangkat, memuji kebesaran Allah. Telah ditemukan gua bersejarah, dimana ditempat ini dahulu Syeikh Abdul Qodir Al Jailani menerima ijazah ilmu agama dari gurunya yang bernama Imam Sanusi. Goa yang sekarang di kenal dengan nama Goa Pamijahan adalah warisan dari Syeikh Abdul Qodir Al Jailani yang hidup kurang lebih 200 tahun sebelum Syeikh Abdul Muhyi. Gua ini terletak diantara kaki Gunung Mujarod. Sejak goa ditemukan Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga beserta santri-santrinya bermukim disana. Disamping mendidik santrinya dengan ilmu agama, beliau juga menempuh jalan tharekat.
Pada suatu hari, Syeikh Abdul Muhyi melihat padi yang ditanam telah menguning dan waktunya untuk dipetik. Saat dipetik terpancarlah sinar cahaya kewalian dan terlihatlah kekuasaan Allah. Padi yang telah dipanen tadi ternyata hasilnya tidak lebih dan tidak kurang, hanya mendapat sebanyak benih yang ditanam. Ini sebagai tanda bahwa perjuangan mencari gua sudah dekat. Untuk meyakinkan adanya gua di dalamnya maka di tempat itu ditanam padi lagi, sambil berdo'a kepada Allah, semoga goa yang dicari segera ditemukan. Maka dengan kekuasan Allah, padi yang ditanam tadi segera tumbuh dan waktu itu juga berbuah dan menguning, lalu dipetik dan hasilnya ternyata sama, sebagaimana hasil panen yang pertama. Disanalah beliau yakin bahwa di dalam gunung itu adanya goa.
 
Menurut pendapat yang masyhur sampainya Syeikh Abdul Muhyi ke derajat kewalian melalui thoriqoh mu’tabaroh Satariyah, yang ''silsilah keguruan/ kemursyidannya'' sampai kepada Rasulullah Saw. Berikut silsilahnya:Rasululah Saw, [Ali Bin Abi Tholib], Sayyidina Hasan, Sayyidina Zainal Abidin, Imam Muhammad Bakir, Imam Ja’far Shodiq, Sultan Arifin, Yazidiz Sulthon, Syeikh Muhammad Maghribi, Syeikh Arabi Yazidil Asyiq, Sayyid Muhammmad Arif, Syeikh Abdulah Satari, Syeikh Hidayatullah Syarmad, Syeikh Haji Hudori, Sayyid Muhammmad Ghoizi, Sayyid Wajhudin, Sayyid Sifatullah, Sayyidina Abdi Muwhib Abdulah Ahmad, Syeikh Ahmad Bin Muhammmad (Ahmad Qosos), Syeikh Abdul Rouf, Syeikh Haji Abdul Muhyi.
Sewaktu Syeikh Abdul Muhyi berjalan ke arah timur, terdengarlah suara air terjun dan kicaun burung yang keluar dari dalam lubang. Dilihatnya lubang besar itu, di mana keadaannya sama dengan gua yang digambarkan oleh gurunya. Seketika kedua tangannya diangkat, memuji kebesaran Allah. Telah ditemukan gua bersejarah, dimana ditempat ini dahulu Syeikh Abdul Qodir Al Jailani menerima ijazah ilmu agama dari gurunya yang bernama Imam Sanusi.
 
Goa yang sekarang di kenal dengan nama Goa Pamijahan adalah warisan dari Syeikh Abdul Qodir Al Jailani yang hidup kurang lebih 200 tahun sebelum Syeikh Abdul Muhyi. Gua ini terletak diantara kaki Gunung Mujarod. Sejak goa ditemukan Syeikh Abdul Muhyi bersama keluarga beserta santri-santrinya bermukim disana. Disamping mendidik santrinya dengan ilmu agama, beliau juga menempuh jalan tharekat.
 
Menurut pendapat yang masyhur sampainya Syeikh Abdul Muhyi ke derajat kewalian melalui thoriqoh mu’tabaroh Satariyah, yang silsilah keguruan/ kemursyidannya sampai kepada Rasulullah Saw.
Berikut silsilahnya:
Rasululah Saw, [Ali Bin Abi Tholib], Sayyidina Hasan, Sayyidina Zainal Abidin, Imam Muhammad Bakir, Imam Ja’far Shodiq, Sultan Arifin, Yazidiz Sulthon, Syeikh Muhammad Maghribi, Syeikh Arabi Yazidil Asyiq, Sayyid Muhammmad Arif, Syeikh Abdulah Satari, Syeikh Hidayatullah Syarmad, Syeikh Haji Hudori, Sayyid Muhammmad Ghoizi, Sayyid Wajhudin, Sayyid Sifatullah, Sayyidina Abdi Muwhib Abdulah Ahmad, Syeikh Ahmad Bin Muhammmad (Ahmad Qosos), Syeikh Abdul Rouf, Syeikh Haji Abdul Muhyi.
 
Sekian lama mendidik santrinya di dalam goa, maka tibalah saatnya untuk menyebarkan agama Islam di perkampungan penduduk. Di dalam perjalanan, sampailah di salah satu perkampungan yang terletak di kaki gunung, bernama kampung Bojong. Selama bermukim di Bojong dianugerahi beberapa putra dari istrinya, Ayu Bakta. Diantara putra beliau adalah Dalem Bojong, Dalem Abdullah, Media Kusumah, Pakih Ibrahim.
Baris 52 ⟶ 47:
Beberapa lama setelah menetap di Bojong, atas petunjuk dari Allah, Syeikh Abdul Muhyi beserta santri-santrinya pindah ke daerah “Safarwadi". Di sini beliau membangun Masjid dan rumah sebagai tempat tinggal sampai akhir hayatnya. Sedang para santri menyebar dengan tugasnya masing-masing yaitu menyebarkan agama Islam, seperti Sembah Khotib Muwahid yang makamnya di Panyalahan, Eyang Abdul Qohar bermukim di Pandawa sedang Sembah Dalem Sacaparana (Mertua Syeikh Abdul Muhyi) tetap di Bojong sampai akhir hayatnya yang kini makamnya terkenal dengan nama Bengkok.
 
Makam ini banyak diziarahi oleh kaum muslimin. Masih banyak lagi santrinya yang tersebar hingga pelosok- pelosok kampung di sekitar Jawa Barat untuk menyebarkan agama Islam. Dalam menyebarkan agama Islam Syeikh Abdul Muhyi mengunakan metode Tharekat Nabawiah yaitu dengan akhlak yang luhur disertai tauladan yang baik. Salah satu contoh metode dalam mengislamkan seseorang adalah sewaktu beliau melihat seseorang yang sedang memancing ikan. Namun orang itu kelihatan sedih karena tidak mendapat seekor ikanpun. Lalu dihampirinya dan disapa, "Bolehkah saya meminjam kailnya?" Orang itu memperbolehkannya. Syeikh Abdul Muhyi mulai memancing sambil berdo'a, "Bismillaah hirroh maa nir roohiim, Asyhadu Allaa ilaaha illallaah, Wa asy hadu anna Muhammaddur Rasulullah."
 
Dalam menyebarkan agama Islam Syeikh Abdul Muhyi mengunakan metode Tharekat Nabawiah yaitu dengan akhlak yang luhur disertai tauladan yang baik. Salah satu contoh metode dalam mengislamkan seseorang adalah sewaktu beliau melihat seseorang yang sedang memancing ikan. Namun orang itu kelihatan sedih karena tidak mendapat seekor ikanpun. Lalu dihampirinya dan disapa, "Bolehkah saya meminjam kailnya?" Orang itu memperbolehkannya. Syeikh Abdul Muhyi mulai memancing sambil berdo'a, "Bismillaah hirroh maa nir roohiim, Asyhadu Allaa ilaaha illallaah, Wa asy hadu anna Muhammaddur Rasulullah."
 
Setiap kail dilemparkan ke dalam air, ikan selalu menangkapnya. Tidak lama kemudian ikan yang didapat sangat banyak sekali sampai membuat orang tersebut keheranan dan bertanya, "Apa do’a yang dibaca untuk memancing? Beliau menjawab, "Basmalah dan Syahadat". Akhirnya orang tersebut tertarik dengan do’a itu dan masuk Islam.
Baris 70 ⟶ 63:
Masa-masa pemerintahan Sunan Wanaperih menurut Muhlis diwarnai dengan perkembangan Islam yang pesat. Di Masa kepemimpinannya seluruh rakyat di Talaga Manggung telah menganut agama Islam dan agama Islam semakin berkembang karena Sunan Wanaperih berputra 6 orang yaitu Dalem Cageur, Dalem Kulanata, Apun Surawijaya, Ratu Radeya, Ratu Putri dan Dalem '''Wangsa Goparana''', keturunannya turut menyebarkan Islam bahkan sampai ke luar wilayah Majalengka.
 
Ratu Radeya menikah dengan Arya Saringsingan, sedangkan Ratu Putri menikah dengan anak Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan Tasik yaitu Syekh Sayyid Faqqih Ibrahim dan mereka menjadi penyebar Islam disamping putranya Dalem Wangsa Goparana yang pindah ke Sagala Herang Cianjur dan keturunannya menjadi trah Bupati [Cianjur] seperti Bupati [[Wira tanu datar|Wiratanudatar I]] ([[Dalem Cikundul]]) dan seterusnya.
 
==Referensi==