Tradisi megalitik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Kembangraps (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Kembangraps (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 4:
Dalam kronologi sejarah Eropa dan Timur Tengah, tradisi ini berkembang di akhir [[Zaman Batu Pertengahan]] (Mesolitikum), [[Zaman Batu Baru]] (Neolitikum), atau [[Zaman Perundagian]] (pengecoran logam), tergantung dari masyarakat yang mendukungnya. Menurut Jean-Pierre Mohen, tiga kriteria menjadi penciri tradisi megalitik di Eropa: [[kubur gunduk]] (tumulus), upacara [[penguburan]], dan "batu besar"<ref>Mohen J-P. 1999. ''Megaliths : stones of memory''. Translated from the French by Dorie B. and David J. Baker. New York : Harry N. Abrams. 175 p.</ref>. Di Indonesia, tradisi megalitik tampaknya berkembang pada Zaman Batu Baru yang bertumpang tindih kalanya dengan Zaman Perundagian.
Meskipun biasa dikaitkan dengan masa [[prasejarah]], tradisi megalitik tidak mengacu pada suatu era peradaban tertentu, namun lebih merupakan bentuk ekspresi yang berkembang karena adanya kepercayaan akan kekuatan magis atau non-fisik dan didukung oleh ketersediaan sumber daya di sekitarnya. Sempat meluas pada masa pra-Hindu-Buddha, Indonesia sampai
Selain penggunaan batu-batu besar sebagai simbol kekuatan magis, altar, alat upacara, atau sarana penguburan, tradisi megalitik juga melibatkan struktur ruang/arsitektur tertentu, benda-benda logam ([[pisau]], [[pedang]], [[tabuhan]], dan sebagainya), [[gerabah]] (seperti [[tempayan]]), [[kayu]], serta [[manik-manik]]. Adanya kebiasaan menyertakan [[bekal kubur]] juga berkembang kuat pada tradisi ini. Pada beberapa tradisi megalitik juga ditemukan bentuk-bentuk [[seni tatah]] batu atau ukir batu, sehingga batu merupakan arca yang menunjukkan figur-figur tertentu.
|