Wangsa Sailendra: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 51:
 
== Runtuhnya Wangsa Sailendra ==
Berapa sejarahwansejarawan berusaha menjelaskan berakhirnya kekuasaan Sailendra di Jawa Tengah mengaitkannya dengan kepindahan Balaputradewa ke Sriwijaya (Sumatera). Selama ini sejarahwansejarawan seperti Dr. Bosch dan Munoz menganut paham adanya dua wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing; Sanjaya-Sailendra. Mereka beranggapan Sailendra yang penganut Buddha kalah bersaing dan terusir oleh wangsa Sanjaya yang Hindu aliran Siwa. Dimulai dengan adanya ketimpangan perekonomian serta perbedaan keyakinan antara Sailendra sang penguasa yang beragama Buddha dengan rakyat Jawa yang kebanyakan beragama Hindu Siwa, menjadi faktor terjadinya ketidakstabilan di Jawa Tengah.{{fact}} Untuk memantapkan posisinya di Jawa Tengah, raja Samaratungga menikahkan putrinya Pramodhawardhani, dengan anak Garung, [[Rakai Pikatan]] yang waktu itu menjadi pangeran wangsa Sanjaya.<ref name="end"/> Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan menyerang [[Balaputradewa]], yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani. Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke ''Suwarnadwipa'' yang merupakan negeri asal ibunya. Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas Jawa selama satu abad. Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke Jawa Barat untuk mendirikan kerajaan [[Banten Girang]].<ref name="end">{{cite book |last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|date=2006|location=Singapore|url= |doi= |pages=pages 171|id= ISBN 981-4155-67-5}}</ref> Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situs [[Gunung Pulasari]], Banten Girang.
 
Sementara itu, sejarahwansejarawan seperti Poerbatjaraka dan Boechari percaya bahwa hanya ada satu wangsa yaitu Sailendra, dan tidak pernah disebutkan Sanjayavamça dalam prasasti apapun. Sanjaya dan keturunannya dianggap masih masuk dalam wangsa Sailendra. Secara tradisional, selama ini kurun kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya di [[Dataran Kedu]], dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga. Hal ini sesuai dengan penafsiran [[Slamet Muljana]] yang menganggap Panangkaran sebagai Raja Sailendra pertama yang naik takhta. Akan tetapi penafsiran paling mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan Sailendra di Sriwijaya mengusulkan; bahwa masa kekuasaan wangsa Sailendra berlangsung jauh lebih lama. Dari pertengahan abad ke-7 (perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11 masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan Cholamandala dari India). Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra. Persekutuan dan hubungan pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra akhirnya berkuasa baik di Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.
 
== Daftar raja-raja ==
Beberapa sejarahwansejarawan mencoba merekonstruksi kembali urutan daftar silsilah raja-raja Sailendra; meskipun satu sama lain mungkin tidak sepakat. Misalnya, [[Slamet Muljana]], meneruskan teori dinasti kembar Bosch, berpendapat bahwa anggota wangsa Sailendra pertama yang berhasil menjadi raja adalah [[Rakai Panangkaran]]. Sementara itu, Poerbatjaraka berpendapat bahwa wangsa Sanjaya itu tidak pernah ada. Dengan kata lain, [[Wangsa Sanjaya]] juga merupakan anggota Wangsa Sailendra. Boechari mencoba menyusun tahap awal perkembangan wangsa Sailendra berdasarkan penafsiran atas Prasasti Sojomerto. Sementara Poerbatjaraka mencoba menyusun daftar raja penguasa Sailendra pada periode menengah dan lanjut berdasarkan hubungannya dengan tokoh Sanjaya, beberapa prasasti Sailendra, serta penafsiran atas naskah [[Carita Parahyangan]]. Akan tetapi banyak kebingungan yang muncul, karena nampaknya Sailendra berkuasa atas banyak kerajaan; [[Kalingga]], [[Medang]], dan [[Sriwijaya]]. Akibatnya nama beberapa raja nampak tumpang tindih dan berkuasa di kerajaan-kerajaan ini secara bersamaan. Tanda tanya (?) menunjukkan keraguan atau dugaan, karena data atau bukti sejarah sahih masih sedikit ditemukan dan belum jelas terungkap.
 
{| class="wikitable sortable" border="1" width="75%"
Baris 99:
|[[Kerajaan Medang|Mataram]], Jawa Tengah
|[[Prasasti Canggal]] (732), [[Carita Parahyangan]]
|Sanjaya, putra Sannaha, keponakan Sanna memulihkan keamanan, mempersatukan kerajaan dan naik takhta, sejarahwansejarawan lama menafsirkannya sebagai berdirinya [[Wangsa Sanjaya]], sementara pihak lain menganggap ia sebagai kelanjutan Sailendra
|-
|760—775
Baris 180:
* [[Kerajaan Sriwijaya]]
 
== RujukanReferensi ==
{{reflist}}
 
== BacaanDaftar lanjutpustaka ==
* George Coedes,. (1934). "''On the origins of the Sailendras of Indonesia"''. Journal of the Greater India societySociety I: 61–70.
* K.A.N. Sastri,. (1949),. ''History of Sri Vijaya,.'' University of Madras.
* Marwati Djoened Poesponegoro,. Nugroho Notosusanto,. (1992),. ''Sejarah nasionalNasional Indonesia: Jaman kuna,Kuna.'' Jakarta: PT Balai Pustaka, (Persero). ISBN 979-407-408-X
* Paul Michel Munoz,. (2006),. ''Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula,.'' SingaporeSingapura: Editions Didier Millet, ISBN 981-4155-67-5.
* R.C. Majumdar,. ''Note on Šailendra kings mentioned in Leiden Plates.'' EL, XXII, pp. 281-4.
* R. Ng. Poerbatjaraka,. (1952),. ''Riwajat Indonesia, djilid I, "Çrivijaya, de Śańjaya en de Çailendrawamça",''. B.K.I., 254-264.
* Slamet Muljana,. (2006),. ''Sriwijaya,''. PT. LKiSLKIS Pelangi Aksara, ISBN 978-979-8451-62-1.
 
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]