Herman Johannes: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k clean up, replaced: beliau → ia using AWB
Baris 34:
|footnotes =
}}
'''Prof. Dr. Ir. Herman Johannes''', sering juga ditulis sebagai '''Herman Yohannes''' atau '''Herman Yohanes''' ({{lahirmati|[[Rote]], [[NTT]]|28|5|1912|[[Yogyakarta]]|17|10|1992}}) adalah cendekiawan, politikus, ilmuwan [[Indonesia]], [[guru besar]] [[Universitas Gadjah Mada]] ([[UGM]]), dan [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Ia pernah menjabat [[Rektor]] [[UGM]] (1961-1966), Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota [[Dewan Pertimbangan Agung]] ([[DPA]]) [[RI]] (1968-1978), dan [[Menteri]] Pekerjaan Umum (1950-1951).
 
== Karier ==
Setelah lulus dari [[AMS]] Salemba di Jakarta tahun 1934, Herman Johannes melanjutkan pendidikannya ke ''[[Technische Hoogeschool te Bandoeng]]'' ([[THS]]) pada tahun akademik 1934-1935. Pada bulan Juni 1939, ia sudah lulus tahap ''candidaat-ingenieur'' (lulus tingkat III)<ref>{{nl}} [http://kranten.delpher.nl/nl/view/index?image=ddd%3A011121299%3Ampeg21%3Aa0235 "Technische Hoogeschool" dalam Harian ''"Soerabaijasch handelsblad"'' edisi 12 Juni 1939, Tahun ke-87 No.134.]</ref> dan tinggal menyelesaikan tingkat IV - tahap keinsinyurannya, yang jika lancar dapat ditempuh dalam satu tahun untuk mencapai gelar ''civiel-ingenieur'' - insinyur sipil, namun dengan jatuhnya Hindia Belanda pada tanggal 8 Maret 1942 THS Bandung ditutup, sehingga studinya terpaksa terhenti. Tahun 1944 Jepang membuka kembali sekolah ini dengan nama [[Bandung Kogyo Daigaku]] (BKD), setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945 BKD diubah menjadi Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung yang kemudian hijrah ke Yogyakarta menjadi [[Sekolah Tinggi Teknik Bandung]] di Yogyakarta di awal tahun 1946. Sekitar bulan Oktober 1946 Herman Johannes menyelesaikan studinya di STT Bandung di Yogya yang kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada di mana dia termasuk salah satu perintisnya. Herman Johannes banyak mengabdikan dirinya kepada kepentingan negara dan bangsanya, terutama rakyat kecil. Hingga menjelang akhir hayatnya, ia masih melakukan penelitian yang menghasilkan kompor hemat energi dengan [[briket arang biomassa]]. Keprihatinannya akan tingginya harga minyak bumi, selalu mendorongnya untuk mencari bahan bakar alternatif yang bisa dipakai secara luas oleh masyarakat. Herman Johannes pernah meneliti kemungkinan penggunaan [[lamtoro gung]], [[nipah]], [[widuri]], [[limbah]] [[pertanian]], dan [[gambut]] sebagai bahan bakar.
 
Meski lebih banyak dikenal sebagai pendidik dan ilmuwan, Herman Johannes tercatat pernah berkarier di bidang [[militer]].<ref>[[Julius Pour]] 1993. ''Herman Johannes: Tokoh yang Konsisten dalam Sikap dan Perbuatan''. [[Gramedia]], Jakarta. [[Biografi]].</ref>. Tanggal 4 November 1946 Herman Johannes menerima Surat Perintah yang ditadatangani Kapten (Kavaleri) Soerjosoemarno (kemudian menjadi ayah dari [[Yapto Soerjosoemarno]]) yang mengatasnamakan Kepala Staf Umum Kementerian Keamanan Rakyat Letjen [[Urip Sumohardjo]], yang isinya agar segera hadir dan melapor ke [[Markas Tertinggi Tentara]] di Yogyakarta. Ternyata Herman Johannes diminta membangun sebuah laboratorium persenjataan bagi TNI, karena pemerintah Indonesia saat itu sedang mengalami krisis persenjataan. Permintaan ini diterimanya dengan satu syarat, yakni jika laboratorium itu sudah bisa berdiri dan berproduksi, maka penanganannya harus dilanjutkan orang lain sebab Herman Johannes ingin melanjutkan kariernya di bidang pendidikan. Di bawah pimpinan Herman Johannes, Laboratorium Persenjataan yang terletak di bangunan [[Sekolah Menengah Tinggi]] ([[SMT]]) [[Kotabaru, Gondokusuman, Yogyakarta|Kotabaru]] ini selama perang kemerdekaan berhasil memproduksi bemacam bahan peledak, seperti bom asap dan granat tangan.
 
Keahlian Herman Johannes sebagai [[fisika]]wan dan [[kimia]]wan ternyata berguna untuk memblokade gerak pasukan Belanda selama ''clash'' I dan II. Bulan Desember 1948, Letkol [[Soeharto]] sebagai Komandan Resimen XXII TNI yang membawahi daerah Yogyakarta meminta Herman Johannes memasang bom di jembatan kereta api [[Sungai Progo]]. Karena ia menguasai teori [[jembatan]] saat bersekolah di THS Bandung, Johannes bisa membantu pasukan Resimen XXII membom jembatan tersebut. Januari 1949, Kolonel GPH [[Djatikoesoemo]] meminta Herman Johannes bergabung dengan pasukan [[Akademi Militer]] di sektor ''Sub-Wehrkreise'' 104 Yogyakarta. Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat [[Candi Kalasan]], lagi-lagi Herman Johannes diminta meledakkan Jembatan [[Bogem]] yang membentang di atas [[Sungai Opak]]. Jembatan akhirnya hancur dan satu persatu jembatan antara Yogya-[[Solo]] dan Yogya-[[Kaliurang]] berhasil dihancurkan Johannes bersama para taruna Akademi Militer. Aksi gerilya ini melumpuhkan aktivitas pasukan Belanda sebab mereka harus memutar jauh mengelilingi [[Gunung Merapi]] dan [[Gunung Merbabu]] melewati [[Magelang]] dan [[Salatiga]] untuk bisa masuk ke wilayah Yogyakarta.
 
Pengalamannya ber[[gerilya]] membuat Herman Johannes juga ikut serta dalam [[Serangan Umum 1 Maret 1949]] yang menyerbu kota Yogyakarta di pagi buta dan bisa menduduki ibukota Republik selama enam jam. Herman Johannes juga menjadi saksi sumbangan [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bersama Letnan [[Soesilo Soedarman]] dan Letnan Djajadi, Mayor Johannes pernah bertugas ke [[Wedi, Klaten]], untuk melakukan koordinasi perjuangan. Mereka bertiga berangkat memakai seragam baru hadiah dari [[Sultan Hamengkubuwono IX|Sultan Yogya]]. Sultan pun memberi gaji seratus [[rupiah]] [[Oeang Republik Indonesia]] (ORI) setiap bulan kepada para taruna Akademi Militer.
 
Dalam sebuah makalahnya Herman Johannes pernah mengemukakan bahwa Sri Sultan dan [[Paku Alam VIII|Paku Alam]] bersama Komisi PBB menjemput para gerilyawan masuk kota Yogyakarta pada [[29 Juni]] [[1949]]. Pasukan Akademi Militer masuk kota dari arah [[Gondokusuman, Yogyakarta|Pengok]] dan dijemput langsung Paku Alam VIII, dan Herman Johannes kemudian harus berpisah dengan teman-teman seperjuangannya utuk kembali ke dunia pendidikan. Jasanya di dalam perang kemerdekaan membuat Herman Johannes dianugerahi [[Bintang Gerilya]] pada tahun 1958 oleh Pemerintah RI. Almarhum Herman Johannes mendapat anugerah gelar [[Pahlawan Nasional]] dari Presiden Yudhoyono dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 2009.<ref>[http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/11/09/brk,20091109-207172,id.html Profesor Herman Johanes Mendapat Gelar Pahlawan]</ref> <ref>[http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2009/11/09/4853.html Penganugerahaan Gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan RI]</ref>
 
== Riwayat Hidup ==
=== Umum ===
Herman Johannes menikah tahun 1955 dengan Annie Marie Gilbertine Amalo (lahir [[18 Juni]] [[1927]]), seorang putri raja dari wilayah Leli{{fact}} di Pulau [[Rote]]. Mereka dikaruniai empat anak: Christine yang menikah dengan Dr. Wisnu Susetyo, seorang Wakil Presiden [[Freeport Indonesia]]; Henriette yang menikah dengan Robby Mekka, seorang musikus dan dosen musik di [[Institut Seni Indonesia]]; Daniel Johannes yang bekerja di [[Schlumberger Information Solutions]]; dan [[Helmi Johannes]], seorang [[presenter berita]] televisi di [[VOA]]. Herman Johannes adalah sepupu Pahlawan Nasional Dr. [[Wilhelmus Zakaria Johannes]]. Herman Johannes meninggal dunia pada [[17 Oktober]] [[1992]] karena kanker prostat. Meski sebagai pemegang Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra almarhum berhak dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan]], namun sesuai amanat beliauamanatnya sebelum meninggal, maka keluarganya memakamkannya di [[Pemakaman Keluarga UGM]] di [[Sawitsari]], Yogyakarta, bersama dengan para koleganya sesama pendidik bangsa. Pada tahun 2003, nama Herman Johannes diabadikan oleh [[Keluarga Alumni Teknik Universitas Gadjah Mada]] (KATGAMA), atas prakarsa Ketua Katgama saat itu, [[Airlangga Hartarto]], menjadi sebuah penghargaan bagi karya utama penelitian bidang ilmu dan teknologi: [[Herman Johannes Award]]. Sesuai Keputusan Presiden RI ([[Keppres]]) No. 80 Tahun 1996, nama Herman Johannes diabadikan sebagai nama Taman Hutan Raya bagi kelompok hutan Sisinemi-Sanam seluas 1.900 [[hektare]] di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nama Prof Herman Johannes juga diabadikan menjadi nama jalan yang menghubungkan Kampus UGM dengan Jalan Solo dan Jalan Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta.
=== Pendidikan ===
Baris 68:
* Rektor, [[Universitas Gadjah Mada]], Yogyakarta, 1961–1966<ref>[http://wapedia.mobi/id/Universitas_Gadjah_Mada#2. Rektor UGM]</ref>
* Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti), DIJ-Jateng, 1966–1979
* Ketua, Regional Science and Development Center (RSDC), Yogyakarta, 1969
 
=== Karier (lain-lain) ===
Baris 138:
 
{{DEFAULTSORT:Johannes, Herman}}
 
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Alumni Institut Teknologi Bandung]]