Kawih Cianjuran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kandar (bicara | kontrib)
k su
Mssetiadi (bicara | kontrib)
Baris 8:
Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari seni Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah.
 
Pada masa pemerintahan bupati RAA. Prawiradiredja II ([[19641864]]—[[1910]]) kesenian mamaos mulai menyebar ke daerah lain. Rd. Etje Madjid Natawiredja ([[1853]]—[[1928]]) adalah di antara tokoh mamaos yang berperan dalam penyebaran ini. Dia sering diundang untuk mengajarkan mamaos ke kabupaten-kabupaten di Priangan, di antaranya oleh bupati Bandung RAA. Martanagara (1893—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah ([[1920]]—[[1931]] & [[1935]]—[[1942]]). Ketika mamaos menyebar ke daerah lain dan lagu-lagu yang menggunakan pola pupuh telah banyak, maka masyarakat di luar Cianjur (dan beberapa perkumpulan di Cianjur) menyebut mamaos dengan nama tembang Sunda atau Cianjuran, karena kesenian ini khas dan berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika radio NIROM Bandung tahun [[1930-an]] menyiarkan kesenian ini menyebutnya dengan tembang Cianjuran.
 
==Pertunjukan==