Penyebaran Islam di Nusantara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- asal-usul + asal usul )
menambah poin
Baris 3:
'''Penyebaran Islam di Nusantara''' adalah proses menyebarnya agama [[Islam]] di [[Nusantara]] (sekarang [[Indonesia]]). Islam dibawa ke Nusantara oleh pedagang dari [[Gujarat]], [[India]] selama abad ke-11, meskipun [[Muslim]] telah mendatangi Nusantara sebelumnya.{{fact}} Pada akhir abad ke-16, Islam telah melampaui jumlah penganut [[Hindu]] dan [[Buddhisme]] sebagai agama dominan bangsa [[Suku Jawa|Jawa]] dan [[Sumatra]]. [[Bali]] mempertahankan mayoritas Hindu, sedangkan pulau-pulau timur sebagian besar tetap menganut [[animisme]] sampai abad 17 dan 18 ketika agama [[Kristen]] menjadi dominan di daerah tersebut.
 
Penyebaran Islam di Nusantara pada awalnya didorong oleh meningkatnya [[jalur perdagangan|jaringan perdagangan]] di luar kepulauan Nusantara. Pedagang dan bangsawan dari kerajaan besar Nusantara biasanya adalah yang pertama mengadopsi Islam. Kerajaan yang dominan, termasuk [[Kesultanan Mataram]] (di [[Jawa Tengah]] sekarang), dan [[Kesultanan Ternate]] dan [[Kesultanan Tidore|Tidore]] di [[Kepulauan Maluku]] di timur. Pada akhir abad ke-13, Islam telah berdiri di [[Sumatera Utara]], abad ke-14 di timur laut [[Semenanjung Malaya|Malaya]], [[Brunei]], [[Filipina]] selatan, di antara beberapa abdi kerajaan di [[Jawa Timur]], abad ke-15 di [[Malaka]] dan wilayah lain dari [[Semenanjung Malaya]] (sekarang [[Malaysia]]). Meskipun diketahui bahwa penyebaran Islam dimulai di sisi barat Nusantara, kepingan-kepingan bukti yang ditemukan tidak menunjukkan gelombang konversi bertahap di sekitar setiap daerah Nusantara, melainkan bahwa proses konversi ini rumit dan lambat.
 
Meskipun menjadi salah satu perkembangan yang paling signifikan dalam sejarah Indonesia, bukti sejarah babak ini terkeping-keping dan umumnya tidak informatif sehingga pemahaman tentang kedatangan Islam ke Indonesia sangat terbatas. Ada perdebatan di antara peneliti tentang apa kesimpulan yang bisa ditarik tentang konversi masyarakat Nusantara kala itu.<ref name=RICKLEFS/>{{rp|3}} Bukti utama, setidaknya dari tahap-tahap awal proses konversi ini, adalah [[batu nisan]] dan beberapa kesaksian peziarah, tetapi bukti ini hanya dapat menunjukkan bahwa umat Islam pribumi ada di tempat tertentu pada waktu tertentu. Bukti ini tidak bisa menjelaskan hal-hal yang lebih rumit seperti bagaimana gaya hidup dipengaruhi oleh agama baru ini, atau seberapa dalam Islam mempengaruhi masyarakat. Dari bukti ini tidak bisa [[Cuius regio, eius religio|diasumsikan]], bahwa karena penguasa saat itu dikenal sebagai seorang Muslim, maka proses Islamisasi daerah itu telah lengkap dan mayoritas penduduknya telah memeluk Islam; namun proses konversi ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan terus berlangsung di Nusantara, bahkan tetap berlangsung sampai hari ini di [[Indonesia]] modern. Namun demikian, titik balik yang jelas terjadi adalah ketika Kerajaan [[Hindu]] [[Majapahit]] di Jawa dihancurkan oleh Kerajaan Islam [[Kesultanan Demak|Demak]]. Pada 1527, pemimpin perang Muslim [[Fatahillah]] mengganti nama [[Sunda Kelapa]] yang baru ditaklukkannya sebagai "Jayakarta" (berarti "kota kemenangan") yang akhirnya seiring waktu menjadi "[[Jakarta]]". [[Asimilasi budaya]] Nusantara menjadi Islam kemudian meningkat dengan cepat setelah penaklukan ini.
 
== Awal sejarah ==
Baris 16:
 
Kehadiran Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat konversi pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di Nusantara.<ref name="RICKLEFS">{{cite book | last =Ricklefs | first =M.C. | authorlink = | coauthors = | title =A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition | publisher =MacMillan | year=1991 | location =London | url = | doi = | isbn = 0-333-57689-6}}</ref>{{rp|3}} Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di Nusantara berasal dari tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah. Nisan paling awal yang terbaca tertulis tahun 475 [[Tahun Hijriyah|H]] ([[1082]] [[Masehi|M]]), meskipun milik seorang Muslim asing, ada keraguan apakah nisan tersebut tidak diangkut ke Jawa di masa setelah tahun tersebut. Bukti pertama Muslim pribumi Nusantara berasal dari [[Sumatera Utara]], [[Marco Polo]] dalam perjalanan pulang dari China pada tahun [[1292]], melaporkan setidaknya satu kota Muslim,<ref name="RAW">{{cite journal|title=Islam in the Netherlands East Indies|author=Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo|journal=The Far Eastern Quarterly|volume=2|issue=1|pages=48&ndash;57|doi=10.2307/2049278|month=November|year=1942|jstor=2049278}}</ref> dan bukti pertama tentang dinasti Muslim adalah nisan tertanggal tahun 696 H ([[1297]] M), dari Sultan [[Malik al-Saleh]], penguasa Muslim pertama Kesultanan [[Samudera Pasai]], dengan batu nisan selanjutnya menunjukkan diteruskannya pemerintahan Islam. Kehadiran sekolah pemikiran [[Syafi'i]], yang kemudian mendominasi Nusantara dilaporkan oleh [[Ibnu Battutah]], seorang peziarah dari [[Maroko]], tahun [[1346]]. Dalam catatan perjalanannya, Ibnu Battutah menulis bahwa penguasa Samudera Pasai adalah seorang [[Muslim]], yang melakukan kewajiban agamanya sekuat tenaga. [[Madh'hab]] yang digunakannya adalah [[Imam Syafi'i]] dengan kebiasaan yang sama ia lihat di India.<ref name="RAW"/>
 
<!-- Dikembalikan ke versi awal sampai ada referensi yang valid dan bisa diverifikasi kebenarannya. Silahkan diskusi di halaman [[Pembicaraan:Penyebaran Islam di Nusantara]].
Agar lebih jelas di sini kita kemukakan pendapat para ahli
Baris 71 ⟶ 70:
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa masuknya dan [[tersiarnya Islam]] di Indonesia dengan jalan damai. Tidak dengan paksaan dan perang karena dalam ajaran Islam tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam.
-->
 
==Menurut wilayah ==
Pada awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar di masyarakat Nusantara dengan cara yang umumnya berlangsung damai, dan dari abad ke-14 sampai akhir abad ke-19 Nusantara melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim terorganisir.<ref>Nieuwenhuijze (1958), p. 35.</ref> Namun klaim ini kemudian dibantah oleh temuan sejarawan bahwa beberapa bagian dari Jawa, seperti [[Suku Sunda]] di [[Jawa Barat]] dan kerajaan [[Majapahit]] di [[Jawa Timur]] ditaklukkan oleh Muslim [[Suku Jawa|Jawa]] dari [[Kesultanan Demak]]. Kerajaan Hindu-Buddha Sunda [[Pajajaran]] ditaklukkan oleh kaum Muslim di [[abad ke-16]], sedangkan bagian pesisir-Muslim dan pedalaman Jawa Timur yang Hindu-Buddha sering berperang.<ref name="RICKLEFS"/>{{rp|8}} Pendiri [[Kesultanan Aceh]] [[Ali Mughayat Syah]] memulai kampanye militer pada tahun 1520 untuk mendominasi bagian utara Sumatera dan mengkonversi penduduknya menjadi Islam. Penyebaran terorganisir Islam juga terbukti dengan adanya ''[[Wali Sanga]]'' (sembilan orang suci) yang diakui mempunyai andil besar dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama periode ini.
<ref name="RICKLEFS"/>{{rp|8}}<ref>[http://books.google.com.au/books?id=0GrWCmZoEBMC&pg=PA210&dq=history+spread+islam+indonesia+sunda&hl=en&sa=X&ei=2WILUpuJI8vfkgXE0IAw&ved=0CD0Q6AEwAzgK#v=onepage&q=history%20spread%20islam%20indonesia%20sunda&f=false Ricklefs, M.C. History of Modern Indonesia Since c.1200. P.8.]</ref>
 
Baris 83 ⟶ 81:
Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua batu nisan akhir abad ke-14 dari [[Minye Tujoh]] di [[Sumatera Utara]], masing-masing dengan tulisan Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari abad ke-14, batu nisan di [[Brunei]], [[Trengganu]] (timur laut [[Malaysia]]) dan [[Jawa Timur]] adalah bukti penyebaran Islam. Batu Trengganu memiliki dominasi [[bahasa Sansekerta]] atas kata-kata Arab, menunjukkan representasi pengenalan hukum Islam. Menurut ''Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra'' (1433) yang ditulis oleh [[Ma Huan]], pencatat sejarah dan penerjemah [[Cheng Ho]]: "negara-negara utama di bagian utara [[Sumatra]] sudah merupakan [[Kesultanan]] [[Islam]]. Pada tahun [[1414]], ia (Cheng Ho) mengunjungi [[Kesultanan Malaka]], penguasanya [[Parameswara|Iskandar Shah]] adalah [[Muslim]] dan juga warganya, dan mereka percaya dengan sangat taat".
 
Di [[Kampong Pande]], [[Banda Aceh]] terdapat batu nisan Sultan [[Firman Syah]], cucu dari Sultan [[Johan Syah]], yang memiliki sebuah prasasti yang menyatakan bahwa Banda Aceh adalah ibukota [[Kesultanan Aceh Darussalam]] dan bahwa kota itu didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan ([[22 April]] [[1205]]) oleh Sultan Johan Syah setelah ia menaklukkan Kerajaan Hindu-Buddha [[Indra Purba]] yang beribukota di [[Bandar Lamuri]].
Pembentukan kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di Utara pulau Sumatera didokumentasikan oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk sultan pertama dan kedua [[Kesultanan Pedir]] (sekarang [[Pidie]]), [[Muzaffar Syah]], dimakamkan 902 H (1497 M) dan [[Ma'ruf Syah]], dimakamkan 917 H (1511 M). [[Kesultanan Aceh]] didirikan pada awal abad ke-16 dan kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di utara Pulau Sumatra dan salah satu yang paling kuat di seluruh kepulauan Melayu. Sultan pertama Kesultanan Aceh adalah [[Ali Mughayat Syah]] yang nisannya bertanggal tahun 936 H (1530 M).
 
Pembentukan kerajaan-kerajaan Islam lebih lanjut di bagian Utara pulau Sumatera didokumentasikan oleh kuburan-kuburan akhir abad ke-15 dan ke-16 termasuk sultan pertama dan kedua [[Kesultanan Pedir]] (sekarang [[Pidie]]), [[Muzaffar Syah]], dimakamkan 902 H (1497 M) dan [[Ma'ruf Syah]], dimakamkan 917 H (1511 M). [[Kesultanan Aceh]] didirikan pada awal abad ke-16 dan kemudian akan menjadi negara yang paling kuat di utara Pulau Sumatra dan salah satu yang paling kuat di seluruh kepulauan Melayu. Sultan pertama Kesultanan Aceh adalah [[Ali Mughayat Syah]] yang nisannya bertanggal tahun 936 H (1530 M).
 
Pada 1520, Ali Mughayat Syah memulai kampanye militer untuk mendominasi bagian utara Sumatera. Dia menaklukkan Daya, dan mengkonversi orang-orangnya ke Islam. <ref>http://www.kitlv.nl/pdf_documents/asia.acehnese.pdf</ref> Penaklukannya berlanjut ke bawah pantai timur, seperti [[Pidie]] dan [[Pasai]] menggabungkan beberapa daerah penghasil [[emas]] dan [[lada]]. Penambahan daerah-daerah tersebut akhirnya menyebabkan ketegangan internal dalam Kesultanan Aceh, karena kekuatan Aceh adalah sebagai bandar perdagangan, yang kepentingan ekonominya berbeda dari wilayah-wilayah bandar produksi.
 
Buku ahli pengobatan [[Portugis]] [[Tome Pires]] yang mendokumentasikan pengamatannya atas Jawa dan Sumatera dari kunjungannya tahun 1512-1515, dianggap salah satu sumber yang paling penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut, menurut Piers, kebanyakan raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan sepanjang pantai timur ke [[Palembang]], para penguasanya adalah Muslim, sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera dan ke pantai barat, sebagian besar bukan. Di kerajaan lain Sumatera, seperti [[Pasai]] dan [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka dan orang-orang di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires bahwa agama Islam terus memperoleh penganut baru.