Kesultanan Sambas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Perkembangan kESULTANAN SAMBAS
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Namun demikian +Namun)
Baris 79:
Tidak lama setelah kelahiran cucu Sultan Tengah yaitu Raden Bima, dan setelah melihat situasi yang sudah mulai aman di sekitar Selat Malaka apalagi setelah melihat anaknya yang sulung yaitu Raden Sulaiman telah menikah dan mandiri bahkan telah menjadi Menteri Besar Panembahan Sambas, maka Baginda Sultan Tengah kemudian memutuskan sudah saatnya untuk kembali ke negerinya yang telah lama di tinggalkan yaitu Kesultanan Sarawak. Maka kemudian berangkatlah Sultan Tengah beserta istrinya yaitu Putri Surya Kesuma dan keempat anaknya yang lain (adik-adik dari Raden Sulaiman) yaitu Badaruddin, Abdul Wahab, Rasmi Putri dan Ratna Dewi beserta orang-orangnya yaitu pada sekitar tahun [[1652]].
 
Ditengah perjalanan ketika telah hampir sampai ke [[Sarawak]] yaitu di suatu tempat yang bernama Batu Buaya, secara tiba-tiba Sultan Tengah ditikam dari belakang oleh pengawalnya sendri, pengawal itu kemudian dibalas tikam oleh Sultan Tengah hingga pengawal itu tewas. Namun demikian luka yang di tubuh Sultan Tengah terlalu parah sehingga kemudian Sultan Tengah pun wafat. Jenazah Baginda Sultan Tengah kemudian setelah di shalatkan kemudian dengan adat kebesaran Kesultanan Sarawak oleh Menteri-Menteri Besar Kesultanan Sarawak, dimakamkan di lereng Gunung Sentubong. Adapun Putri Surya Kesuma setelah kewafatan suaminya yaitu Almarhum Sultan Tengah, kemudian memutuskan untuk kembali ke Kesultanan Sukadana yaitu tempat dimana ia berasal bersama dengan keempat anaknya.
 
Di Panembahan Sambas, sepeninggal Ayahnya yaitu Baginda Sultan Tengah, Raden Sulaiman mendapat tentangan yang keras dari Adik Ratu Anom Kesumayuda yang juga adalah Menteri Besar Panembahan Sambas yaitu Raden Arya Mangkurat. Tentangan dari Raden Arya Mangkurat yang sangat fanatik [[Hindu]] ini karena iri dan dengki dengan Raden Sulaiman yang semakin kuat mendapat simpati dari para pembesar Panembahan Sambas saat karena baik pwrilakunya dan bagus kepemimpinannya dalam memagang jabatan Menteri Besar, disamping itu Raden Sulaiman ini juga sangat giat menyebarkan [[Islam]] di lingkungan Istana Panembahan Sambas yang mayoritas masih menganut [[Hindu]], sehingga dari hari ke hari semakin banyak petinggi dan penduduk Panembahan Sambas yang masuk [[Islam]].
Baris 133:
Dari 15 Sultan Sambas, ada 2 Sultan yang diangkat tidak berdasarkan aturan-temurun, yaitu Sultan Sambas ke-14 (Sultan Muhammad Ali Shafiuddin II) pada tahun [[1924]] dan Sultan Sambas ke-15 (Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin) pada tahun [[1931]] dimana sultan-sultan ini diangkat oleh Pemerintah [[Hindia Belanda]] karena pada masa itu sudah begitu kuatnya pengaruh [[Belanda]] di wilayah Borneo Barat.
 
[[Belanda]] berkuasa sejak tahun [[1930]] di wilayah [[Kalimantan Barat]] dengan nama ''Westerafdeling Borneo'' beribukota di [[Pontianak]]. Sedangkan saat itu di Kesultanan Sambas yang menjadi Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin. Namun demikian kesultanan dan kerajaan yang ada di wilayah Borneo Barat masih tetap eksis memerintah wilayah kekuasaannya masing-masing, namun untuk kebijakan-kebijakan yang bersifat penting misalnya bidang [[ekonomi]] dan luar negeri mesti mendapat persetujuan dari wakil [[Hindia Belanda]] yaitu Residen dan Asisten Residen.
 
=== Masa Pendudukan Jepang ===