Muhammad Adnan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 3 suntingan oleh Yuyun wiyadi (pembicaraan). (TW)
Ibensis (bicara | kontrib)
Baris 66:
Tetapi kemudian Adnan berkesempatan juga memperoleh pendidikan formal di sekolah rakyat, dan sesudah berdiri Madrasah Manba'ul Ulum, diapun belajar disana sampai selesai.
Selain di Madrasah Manbaul Ulum, pada usia 13 tahun Muhammad Adnan juga belajar dan memperdalam ilmu agama Islam di berbagai pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Antara lain, pesantren “Mojosari” Nganjuk pada Kyai Zaenuddin, pesantren “Mangunsari” pada Kiai Imam Bukhari, pesanten “Tremas” Pacitan pada Kyai Dimyati Abdullah, lalu kembali ke Surakarta berguru kepada Kiai Idris di Pondok Jamsaren. Pondok Jamsaren ketika itu merupakan pesantren yang besar dan terkenal, dengan kiainya yang masyhur, dan yang juga mendapat simpati dari Sri Susuhunan.
Di Pondok Jamsaren Muhammad Adnan mempelajari sampai hafal kitab nahwu [[Alfiyah Ibnu Malik|Alfiyah]], karya Ibnu Malik. Alfiah adalah kitab gramatika bahasa Arab yang ditulis dalam bentuk puisi yang terdiri dari 1.000 bait. Keadaan kamar pondok pada waktu itu dinding penyekat kamar bukan dari batu bata merah melainkan dari gedhek (bambu yang di anyam). Jadi kalau ada anak yang menghafal dengan suara nyaring, maka di kamar sebelahnya akan mendengarnya dengan jelas.
Untuk alat penerangan belum digunakan listrik melainkan lampu teplok, yakni lampu minyak tanah yang bisa digantungkan di dinding atau diletakan di meja. Para santri hidupnya sangat sederhana. Tidurnya tidak ada yang berkasur, senin dan kamis mereka berpuasa sunnat.
Secara formal bersekolah di Madrasah Manbaul Ulum, madrasah yang sangat populer pada masa itu, tamat 21 April 1906, yang selama dua tahun telah lulus dengan mendapat ”Syahadah Islamiyah” No. I. Kamudian melanjutkan mengaji, memperdalam Agama Islam ke Hejaz, Makkah dan Madinah selama 8 tahun.