Trenggana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 118.100.170.141 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Jasintacantik
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 63:
* [[M.C. Ricklefs|Ricklefs, M. C.]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
 
'''== '''Referensi ==''' ==
 
'''Trenggana''' alias '''Tung Ka Lo''' (lahir: [[1483]]; wafat: [[1546]]) adalah raja [[Kerajaan Demak|Demak]] ketiga, yang memerintah tahun 1505-1518, kemudian tahun 1521-1546. Di antara kedua masa tahta tersebut, Demak dipimpin ipar Trenggana, [[Pati Unus]] dari [[Jepara]]. Trenggana menikah dengan putri dari bupati Palembang [[Arya Damar]] (ayah Kin San/Raden Kusen).
 
Di bawah Trenggana, wilayah kekuasaan [[Demak]] meluas sampai ke [[Jawa Timur]].
 
Gelar "[[Sultan]]" yang diberinya dalam tradisi Jawa sebetulnya belum disandang pada masa itu<ref>[[M. C. Ricklefs]], ''A History of Modern Indonesia since c. 1200'', halaman 38</ref>. Di Jawa, penguasa yang pertama memakai gelar "Sultan" adalah [[Pangeran Ratu]] dari [[Kesultanan Banten|Banten]], tahun 1638.
 
'''Silsilah:'''
Prabu Brawijaya VII:-----> Raden Patah ----->Pangeran Trenggono ----->Putri Trenggono + Kanjeng Prabu Hadiwidjojo (Joko Tingkir) ----->Pangeran Benowo ----->Raden Purboyo Damar -----> tumenggung Rodjoniti ----->Kyai Nursalim -----> Raden Ngabehi Nuriman.
Baris 87 ⟶ 80:
'''KANJENG SULTAN PRABU HADIWIDJOJO''' + Istri -----> Kanjeng Pangeran Sambu + Istri -------> Kyai Ageng Imam Kurnen + Istri -----> Raden Nganten Ning Tujuan + Istri -----> Kyai Ngabdul Ngarip + Istri -----> ....
* Tumenggung Kertonegoro + Istri -----> Rara Sarah + Raden Nuriman Rejekwesi -----> ....
 
 
=== Silsilah ===
Dalam tradisi Jawa, Trenggana adalah putra [[Raden Patah]] pendiri [[Demak]] yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah putri [[Sunan Ampel]]. Menurut ''Suma Oriental'', ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung [[Pangeran Sabrang Lor]]/Raden Surya/Sultan Surya Alam, raja [[Demak]] sebelumnya (versi ''Serat Kanda'').
 
Trenggana memiliki beberapa orang putra dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah [[Sunan Prawoto]] yang menjadi raja penggantinya, [[Ratu Kalinyamat]] yang menjadi bupati [[Jepara]], Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri [[Sultan Hadiwijaya]], dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah [[Madiun]] dengan gelar [[Rangga Jumena]].
 
=== Kenaikan tahta ===
Sepeninggal [[Pangeran Sabrang Lor]] tahun 1521 terjadi perebutan takhta antara kedua adiknya, yaitu Raden Kikin dan Raden Trenggana. Putra sulung Trenggana yaitu Raden Mukmin alias Muk Ming (nama kecil [[Sunan Prawoto]]) mengirim utusan membunuh Raden Kikin di tepi sungai. Sejak itu Raden Kikin terkenal sebagai Pangeran Sekar Seda ing Lepen (artinya, "bunga yang gugur di sungai").
 
Trenggana pun naik tahta.
 
Pada tahun 1524 datang seorang pemuda dari [[Pasai]] bernama [[Fatahillah]]. Trenggana menyukainya dan menikahkan pemuda itu dengan adiknya, yaitu [[Ratu Pembayun]] (janda Pangeran Jayakelana putra [[Sunan Gunung Jati]]).
 
Sebaliknya, [[Fatahillah]] juga memperkenalkan pemakaian gelar bernuansa [[Bahasa Arab|Arab]] sebagaimana yang lazim dipakai oleh raja-raja [[Islam]] di [[Sumatra]]. Maka, Trenggana kemudian juga bergelar '''Sultan Ahmad Abdul Arifin'''.
 
Tokoh [[Fatahillah]] inilah yang pada tahun 1527 dikirim membantu [[Sunan Gunung Jati]] raja [[Cirebon]] menghadapi [[Pajajaran]] dan [[Portugis]]. Ia berhasil membebaskan pelabuhan [[Sunda Kelapa]] dan mengganti namanya menjadi [[Jayakarta]] atau [[Jakarta]].
 
=== Penaklukan Majapahit ===
Upacara pernikahan [[Fatahillah]] tahun 1524 dikejutkan dengan berita kematian [[Sunan Ngudung]] dalam perang melawan [[Majapahit]]. Adapun ibu kota [[Majapahit]] saat itu sudah pindah ke [[Daha]] di bawah pemerintahan [[Girindrawardhana]]. Raja [[Majapahit]] ini hanyalah bersifat simbol, karena pemerintahan dikendalikan penuh oleh Patih Hudara. Sang Patih juga menjalin persahabatan dengan [[Portugis]] untuk memerangi [[Demak]].
 
Akhirnya pada tahun 1527 pasukan [[Demak]] dipimpin [[Sunan Kudus]] (putra [[Sunan Ngudung]]) berhasil mengalahkan [[Majapahit]]. Kerajaan yang pernah berjaya pada masa lalu itu akhirnya musnah sama sekali. Terjadi arus pelarian besar-besaran dari kerabat kerajaan Majapahit, hal ini disebabkan mereka takut akan dihukum karena dukungan mereka pada [[Girindrawardhana]] saat ia mengkudeta [[Brawijaya]] pada tahun 1478. Tampaknya ibukota Daha juga mengalami nasib yang sama dengan [[Trowulan]], hal ini merupakan pembalasan keturunan [[Brawijaya]] yang menjadi penguasa Demak atas tindakan [[Girindrawardhana]] pada saat ia merebut tahta [[Majapahit]].
 
Selain itu [[Tuban]] juga ditaklukkan pada tahun yang sama. Penguasa [[Tuban]] menurut catatan [[Portugis]] bernama Pate Vira, seorang [[muslim]] tapi setia kepada [[Majapahit]]. Berita ini menunjukkan kalau perang antara [[Demak]] dan [[Majapahit]] dilandasi persaingan kekuasaan, bukan karena sentimen antara agama [[Islam]] dan [[Hindu]].
 
Pada tahun 1528 Trenggana menaklukkan Wirasari, kemudian Gagelang atau Gelanggelang (nama sekarang: [[Madiun]]) tahun 1529, Medangkungan ([[Blora]]) tahun 1530, [[Surabaya]] tahun 1531, [[Pasuruan]] tahun 1535. Hampir sebagian besar penyerangan terhadap daerah-daerah tersebut dipimpin oleh Trenggana sendiri.
 
Antara tahun 1541-1542 [[Demak]] menaklukkan [[Lamongan]], [[Blitar]], dan Wirasaba ([[Mojoagung, Jombang]]). [[Gunung Penanggungan]] yang menjadi pusat sisa-sisa pelarian [[Majapahit]] direbut tahun 1543. Kemudian Kerajaan Sengguruh di [[Malang]], yang pernah menyerang [[Giri Kedaton]], dikalahkan tahun 1545.
 
=== Ekspedisi ke Banjarmasin ===
Pada tahun 1526 Raja Demak yang diduga adalah Trenggana alias Tung Ka lo<ref>{{id}} {{cite book|pages=70 |url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA70#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false |title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|first=Slamet |last=Muljana|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163}}ISBN 978-979-8451-16-4</ref><ref>{{nl icon}} {{cite journal|url=http://books.google.co.id/books?id=dPFAAAAAcAAJ&dq=raja%20kotaringin&pg=PA236#v=onepage&q&f=false|pages=236 |title=Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkundem |volume= 6 |issue=3 |author=Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde |year=1857}}</ref> telah megirimkan seribu pasukan untuk membantu Pangeran Samudera untuk berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung penguasa [[Kerajaan Negara Daha]] terakhir. Kemenangan diraih oleh Pangeran Samudera sebagai [[Sultan Banjarmasin]] I, sedangkan Pangeran Tumenggung diijinkan menetap di pedalaman yaitu [[daerah Alay]] dengan seribu penduduk.<br />
Hikayat Banjar :
''Maka Pangeran Samudera itu, sudah tetap kerajaannya di Banjarmasih itu, maka masuk Islam. Diislamkan oleh Penghulu Demak itu. Maka waktu itu ada orang negeri Arab datang, maka dinamainya Pangeran Samudera itu [[Sultan Suryanullah]]. Banyak tiada tersebut. Maka Penghulu Demak dengan Menteri Demak itu disuruh Sultan Suryanullah kembali. Maka orang Demak yang mati berperang ada dua puluh itu, disilih laki-laki dan perempuan yang dapat [dari] menangkap, tertangkap tatkala berperang itu, orang empat puluh. Maka Penghulu Demak dan Menteri Demak serta segala kaumnya sama dipersalin. Yang terlebih dipersalinnya itu penghulunya, karena itu yang mengislamkan. Serta persembah Sultan Suryanullah emas seribu tahil, intan dua puluh biji, lilin dua puluh pikul, pekat seribu galung, damar seribu kindai, tetudung seribu buah, tikar seribu kodi, kajang seribu bidang. Sudah itu maka orang Demak itu kembali. Itulah maka sampai sekarang ini di [[Demak, Demak|Demak]] dan [[Tedunan, Wedung, Demak|Tadunan]] itu ada asalnya anak-beranak cucu-bercucu itu asal orang [[Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan|Nagara]] itu; tiada lagi tersebut.''<ref name="hikayat banjar">{{ms}}{{cite book|first=[[Johannes Jacobus Ras|Johannes Jacobus]]|last=Ras|title=''[[Hikayat Banjar]]'' diterjemahkan oleh [[Siti Hawa Salleh]]|location=Malaysia (Selangor Darul Ehsan)|publisher=Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka |year= 1990|isbn=9789836212405}}ISBN 983-62-1240-X</ref>
 
=== Sunan Kalijaga ===
Pada tahun 1543 Trenggana mengundang [[Sunan Kalijaga]] pindah ke [[Demak]]. [[Sunan Kalijaga]] sendiri sebelumnya membantu [[Sunan Gunung Jati]] berdakwah di [[Cirebon]].
 
Beberapa waktu kemudian terjadi perbedaan pendapat antara [[Sunan Kalijaga]] dengan [[Sunan Kudus]] dalam menentukan awal bulan [[Ramadhan]]. Dalam hal ini Trenggana lebih memilih pendapat [[Sunan Kalijaga]]. Akibatnya, [[Sunan Kudus]] kecewa dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai imam [[Masjid Agung Demak]].
 
[[Sunan Kalijaga]] diangkat sebagai imam baru dan diberi tanah perdikan di Kadilangu.
 
=== Kematian ===
Berita kematian Trenggana ditemukan dalam catatan seorang [[Portugis]] bernama '''Fernandez Mendez Pinto'''.
 
Pada tahun 1546 Trenggana menyerang [[Panarukan, Situbondo]] yang saat itu dikuasai [[Blambangan]]. [[Sunan Gunung Jati]] membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit [[Cirebon]], [[Banten]], dan [[Jayakarta]] sebanyak 7.000 orang yang dipimpin [[Fatahillah]]. Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam pasukan [[Banten]].
Pasukan [[Demak]] sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Trenggana bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya. Putra bupati [[Surabaya]] yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya. Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggana. Trenggana marah dan memukulnya. Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggana memakai pisau. [[Sultan]] [[Demak]] itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.
 
[[Kategori:Tokoh dari Demak]]