Batara Guru: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Baris 11:
Suatu ketika Manikmaya merasa sangat dahaga, dan ia menemukan telaga. Saat meminum air telaga itu—yang tidak diketahuinya bahwa air tersebut beracun—lantas dimuntahkannya kembali, maka ia mendapat cacad belang di leher. Diperhatikannya kalau manusia ketika lahir amatlah lemah kakinya. Seketika, kakinya terkena tulah, dan menjadi lemahlah kaki kiri Manikmaya. Saat ia bertengkar dengan istrinya Dewi Uma, dikutuknya Manikmaya oleh Dewi Uma, agar ia bercaling seperti [[rakshasa|raksasa]], maka bercalinglah Manikmaya. Sewaktu Manikmaya melihat manusia yang sedang sembahyang yang bajunya menutupi tubuhnya, maka tertawalah Manikmaya karena dikiranya orang itu berlengan empat. Maka seketika berlengan empatlah Manikmaya. Hal ini adalah salah satu upaya de-Hinduisasi wayang dari budaya Jawa yang dilakukan [[Walisongo]] dalam upayanya menggunakan wayang sebagai sarana penyebaran [[Islam]] di [[Jawa]]. Contoh lain adalah penyebutan [[Drona]] menjadi Durna (nista), adanya kisah [[Yudistira]] harus menyebut kalimat [[syahadat]] sebelum masuk [[surga]], dan lain-lain.
 
===Keturunan===
Berikut adalah urutan anak-anak Batara Guru, dimulai dari yang paling sulung (menurut tradisi wayang Jawa):
# [[Batara Sambu]]