Tempo (majalah): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 28:
== Sejarah ==
===
Edisi pertamanya diterbitkan pada [[6 Maret]] [[1971]] dengan [[Goenawan Mohamad]] sebagai
Dalam waktu yang kurang lebih sama, [[Harjoko Trisnadi]] sedang mengalami masalah. Majalah Djaja, milik [[DKI|Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI)]] , yang dikelolanya sejak [[1962]] macet terbit. Menghadapi kondisi tersebut, karyawan Djaja menulis surat kepada Gubernur [[DKI]] saat itu, [[Ali Sadikin]], meminta agar Djaja diswastakan dan dikelola Yayasan Jaya Raya, sebuah yayasan yang berada di bawah [[DKI|Pemerintah DKI]]. Lalu terjadi rembugan tripartite antara Yayasan Jaya Raya, yang dipimpin [[Ciputra|Ir. Ciputra]] orang-orang bekas majalah Ekspres, dan orang-orang bekas majalah Djaja. Disepakatilah berdirinya majalah Tempo di bawah PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya.
Dan pada tahun [[1971]], dengan peran serta dari
Pemakaian nama '''Tempo''', tidak lepas dari saran dari para pengecer. Dimana kata ini mudah untuk diucapkan dan memiliki jarak penerbitan yang cukup longgar, yakni mingguan. Selain itu, namanya, dianggap mirip-mirip dengan majalah terkenal dari [[Amerika]], [[Time]].<ref name="HistoryTempo"/> Dengan rata-rata umur pengelola yang masih 20-an, ia tampil beda dan diterima masyarakat. Dengan mengedepakan peliputan berita yang jujur dan berimbang, serta tulisan yang disajikan dalam prosa yang menarik dan jenaka, majalah ini diterima masyarakat.
=== Masa kini ===▼
Pelarangan terbit majalah Tempo pada 1994 (bersama dengan Majalah [[Editor (majalah)|Editor]] dan Tabloid [[Detik (tabloid)|Detik]]) tidak pernah jelas penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, [[Harmoko]], mencabut [[Surat Izin Usaha Penerbitan Pers]] (SIUPP) Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan "stabilitas negara". Laporan utama membahas keberatan pihak militer terhadap impor oleh Menristek BJ [[Habibie]]. Sekelompok wartawan yang kecewa pada sikap [[Persatuan Wartawan Indonesia]] (PWI) yang menyetujui pembredelan Tempo, Editor, dan Detik, kemudian mendirikan [[Aliansi Jurnalis Independen]] (AJI).▼
=== [[1981]] - [[2000]] ===
Pada tahun [[1982]], untuk pertama kalinya
Makin sempurna mekanisme internal
<!--
▲Pada tahun 1982, untuk pertama kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar. Saat itu tengah dilangsungkan kampanye dan prosesi Pemilihan Umum. Tapi akhirnya Tempo diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani semacam "janji" di atas kertas segel dengan Ali Moertopo, Menteri Penerangan saat itu ( zaman Soeharto ada Departemen Penerangan yang fungsinya, antara lain mengontrol pers).
▲Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin mengental semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula daya kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah sedemikian melumut. Puncaknya, pada Juni 1994. Untuk kedua kalinya Tempo dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan Harmoko. Tempo dinilai terlalu keras mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal kapal bekas dari Jerman Timur.
Selepas Soeharto lengser pada Mei 1998, mereka yang pernah bekerja di Tempo -dan tercerai berai akibat bredel- berembuk ulang. Mereka bicara ihwal perlu-tidaknya majalah Tempo terbit kembali. Hasilnya, Tempo harus terbit kembali. Maka, sejak 12 Oktober 1998, majalah Tempo hadir kembali.
Baris 60 ⟶ 51:
Yang juga penting di dalam naungan Kelompok Tempo Media adalah kehadiran percetakan PT Temprint. Percetakan ini mencetak produk-produk Kelompok Tempo dan produk dari luar.
-->
▲=== Masa kini ===
▲Pelarangan terbit majalah Tempo pada 1994 (bersama dengan Majalah [[Editor (majalah)|Editor]] dan Tabloid [[Detik (tabloid)|Detik]]) tidak pernah jelas penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, [[Harmoko]], mencabut [[Surat Izin Usaha Penerbitan Pers]] (SIUPP) Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan "stabilitas negara". Laporan utama membahas keberatan pihak militer terhadap impor oleh Menristek BJ [[Habibie]]. Sekelompok wartawan yang kecewa pada sikap [[Persatuan Wartawan Indonesia]] (PWI) yang menyetujui pembredelan Tempo, Editor, dan Detik, kemudian mendirikan [[Aliansi Jurnalis Independen]] (AJI).
=== Perseteruan dengan Polri ===
|