Syech Albar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 11:
[[Kategori:Penyanyi Indonesia]]
[[Kategori:Arab-Indonesia]]
Di Tahun 1920-an dan 1930-an Syech Albar dikenal sebagai pemain gambus yang mumpuni. Pada zaman ‘kuda gigit kue apem’ itu, lagu-lagu Syech Albar sudah masuk dunia rekaman dan direkam oleh perusahaan piringan hitam terkenal ‘His Master Voice’. Menurut Munif yang juga seorang penggiat gambus dan pernah jadi penyanyi gambus, mengatakan petikan dan pentilan gambusnya tidak kalah dengan Abdul Wahab, pemain gambus kesohor dari negeri asal Firaun, Mesir.
 
Memang selain dirinya sendiri yang berbakat, jiwa seni Syech bin Abdullah Albar ini juga mengalir pada putrinya Sadiah Albar, seniwati yang beberapa kali muncul di GKJ Pasar Baru, Jakarta Pusat tahun 1950-an. Sedangkan cucu dari putri tertuanya, adalah suami Fitria Elvie Sukaesih. Istrinya bernama Fadlun Albar, setelah ditinggal mati suaminya, menikah dengan produser film Persari, Djamaluddin Malik, ayah dari Camelia Malik.
 
Kelebihan Syech Albar dalam bergambus ria adalah kemampuan dalam menciptakan lagu-lagunya sendiri. Bahkan Syech Albar yang berdomisili di Surabaya mengikutsertakan grup musik dari Italia, saat rekaman di ‘His Master Voice’, yang menyebabkan namanya dikenal di negara-negara Arab. Pers Lebanon pun pernah menjulukinya sebagai pemain gambus paling andal di jagad, kecuali Timur Tengah. Bahkan rekaman lagu-lagunya masa itu banyak beredar di berbagai negara Arab. Ciptaannya seperti lagu-lagu sarah atau zapin yang berorientasi ke lagu-lagu Hadramaut, wilayah asal mula hampir seluruh keturunan Arab.
 
Menjelang shalat Jumat, dan pada malam Jumat, Nirom (RRI masa Belanda) dan kemudian RRI selalu menampilkan lagu-lagu Syech Albar. Sekalipun Syech Albar meninggal dunia pada 1947 tapi sampai tahun 1960-an, lagu-lagunya masih berkumandang di RRI dan saat ini masih ada sekitar 64 piringan hitam (PH)-nya yang tersimpan di RRI.
 
Setelah Syech Albar meninggal dunia banyak bermuncullan orkes-orkes gambus, diantaranya di Jakarta berdiri orkes gambus Al-Wardah (bunga ros) pimpinan Muchtar Lutfie, di susul Al-Wathan (tanah air) pimpinan Hasan Alaydrus. Munif Bahasuan juga penyanyi Al-Wardah. Sedangkan di Surabaya juga berdiri orkes gambus terkenal. Menyoal musik gambusnya sendiri, seperti kebanyakan musik-musik lainnya di Idonesia,
 
Gambus ini juga ujug-ujugnya tidak langsung ada disini, menurut catatan sejarah yang ada, berdasarkan laporan seorang pelancong Jawa bernama Sastrodarmo yang berkunjung ke Batavia pada abad ke 18, ada acara perkawinan ynag dimeriahkan oleh hiburan dan jenis hiburan yang dilaporkannya itu antara lain adalah gambus dengan lagu-lagu Arab. Gambus sendiri adalah musik yang dibawa peranakan Arab dari Hadramaut (Yaman). Perantau Arab ini menurut C.C. Berg memang ramai sekali berdatangan ke Hindia Belanda pada abad ke-18 dan menunjukkan eskalasi pada abad ke-19