Atheis (novel): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Midori (bicara | kontrib)
Menolak 2 perubahan teks terakhir (oleh 180.244.249.63) dan mengembalikan revisi 6303915 oleh Rahmatdenas
Baris 30:
 
== Alur ==
 
085710790043
 
Alur ''Atheis'' bersifat tidak linier. Menurut ahli sastra Indonesia asal [[Belanda]] [[A. Teeuw]], plot novel ini menggunakan urutan sebagaimana dirumuskan di bawah. Huruf A mewakili masa yang dibahas dalam tulisan tokoh Hasan (dari masa kecil sampai bercerai dengan Kartini), huruf B mewakili masa yang diceritakan narator, dan huruf C mewakili waktu Hasan terbunuh.{{sfn|Teeuw|1980|p=273}}
Baris 74 ⟶ 72:
== Gaya penulisan ==
''Atheis'' adalah novel Indonesia pertama yang menggunakan tiga gaya naratif.{{sfn|Teeuw|1980|p=273}}{{sfn|Sastrowardoyo|1983|p=159}} Awal roman dimulai dengan penjelasan kunjungan Rusli dan Kartini ke markas polisi Jepang setelah mendengarkan berita Hasan telah mati; ini ditulis dengan sudut pandang orang ketiga mahatahu. Kemudian, narator yang hanya diberi julukan "saya" menjelaskan dari sudut pandang orang pertama bagaimana dia berkenalan dengan Hasan dan bagaimana Hasan sampai menyerahkan tulisan riwayat hidupnya. Ini diikuti oleh sebuah manuskrip yang dikatakan merupakan karya Hasan sendiri. Manuskrip ini menceritakan kehidupan Hasan dari sudut pandangnya dengan menggunakan istilah "aku". Setelah sebuah napak tilas di mana narator menceritakan pertemuan terakhirnya dengan Hasan dengan menggunakan kata "saya", bagian terakhir ''Atheis'' menceritakan kematian Hasan dengan menggunakan "dia"-an mahatahu.{{sfn|Teeuw|1980|p=273}}{{sfn|Maier|1996|p=138}} Menurut Teeuw, ini berfungsi untuk menghindari [[karikatur]]isasi tokoh utama sebelum menggunakan sudut pandangnya.{{sfn|Teeuw|1980|p=274}} Namun, Achdiat menyatakan bahwa itu hanya agar cerita berjalan dengan lancar.{{sfn|Mihardja|2009|p=195}}
 
0857 1079 0043
 
Teeuw menulis bahwa gaya penceritaan dalam roman ini bersifat [[:wikt:didaktis|didaktis]], yang dia menganggap sebagai suatu kekurangan. Namun, dia juga mencatat bahwa Achdiat adalah anggota aliran sastra yang dipimpin oleh [[Sutan Takdir Alisjahbana]] yang beranggapan bahwa sastra bertujuan untuk mendidik; Teeuw juga menulis bahwa gaya penceritaan serupa sudah umum di sastra Indonesia pada saat itu.{{sfn|Teeuw|1980|p=275}}