Datuk Karama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Jayrangkoto (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 19:
Seperti beberapa masyarakat lainnya di [[nusantara]], pada masa itu masyarakat suku Kaili juga masih menganut kepercayaan [[animisme]]/[[dinamisme]] yang mereka sebut "tumpuna", dimana mereka mempercayai adanya makhluk yang menunggui benda-benda yang dianggap keramat. Namun dengan metode dan pendekatan yang persuasif serta wibawa dan kharismanya yang tinggi, syiar Islam yang dilakukan Datuk Karama melalui ceramah-ceramah pada upacara-upacara adat suku tersebut akhirnya secara perlahan dapat diterima oleh raja dan masyarakat Kaili. Perjuangan Datuk Karama akhirnya berhasil mengajak Raja Kabonena, Ipue Nyidi beserta rakyatnya masuk Islam, dan dikemudian hari Ipue Nyidi dikenang sebagai raja yang pertama masuk Islam di Lembah Palu.
 
Datuk Karama atau Syekh Abdullah Raqie tak kembali lagi ke Minangkabau. Sampai akhir hayatnya, dia dan keluarganya beserta pengikutnya terus menyampaikan syiar Islam di Lembah Palu, Tanah Kaili, Sulawesi Tengah. Setelah wafat, jasadnya-pun dimakamkan di Kampung Lere, Palu ([[Kota Palu]] sekarang).
 
===Makam===
Setelah wafat, jasad Datuk Karama dimakamkan di Kampung Lere, Palu ([[Kota Palu]] sekarang). Makam Syekh Abdullah Raqie atau Datuk Karama kemudian hari menjadi Kompleks Makam Dato Karama dan berisi makam istrinya yang bernama Intje Dille dan dua orang anaknya yang bernama Intje Dongko dan Intje Saribanu serta makam para pengikut setianya yang terdiri dari [[9]] makam laki-laki, [[11]] makam wanita, serta [[2]] makam yang tidak ada keterangan di batu nisannya.<ref>www.wisatamelayu.com [http://www.wisatamelayu.com/id/tour/1576-Makam-Dato-Karama/navcat Makam Dato Karama]</ref>
== Referensi ==