Kesultanan Aceh: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
VoteITP (bicara | kontrib)
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 180.241.101.154) dan mengembalikan revisi 6083161 oleh Aldo samulo
Baris 46:
Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan [[Sultan Iskandar Muda]] ([[1607]] - [[1636]]). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam [[La Grand Encyclopedie]] bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas [[Selat Malaka]] dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Malaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan [[kesultanan Pahang]].
 
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti [[Hamzah Fansuri]] dalam bukunya [[Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan]], [[Syamsuddin al-Sumatrani]] dalam bukunya [[Mi'raj al-Muhakikin al-Iman]], [[Nuruddin Al-Raniri]] dalam bukunya [[Sirat al-Mustaqim]], dan [[Abdurrauf Singkil‎|Syekh Abdul Rauf Singkili]] dalam bukunya [[Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil]]. ulama yang
 
=== Kemunduran ===