Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
Alamnirvana (bicara | kontrib) |
||
Baris 58:
Pada [[abad ke-17]], agama [[Islam]] yang disebarkan '''Tuan Tunggang Parangan''' diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu dipimpin [[Aji Raja Mahkota Mulia Alam]]. Setelah beberapa puluh tahun, sebutan [[Monarki|Raja]] diganti dengan sebutan [[Sultan]]. Sultan [[Aji Muhammad Idris]] (1735-1778) merupakan sultan Kutai Kartanegara pertama yang menggunakan nama Islami. Dan kemudian sebutan kerajaan pun berganti menjadi [[Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura]]<ref name="Kesultanan Kutai 1"></ref>.
Menurut [[Hikayat Banjar]] dan [[Kotawaringin]] (1663), negeri Kutai merupakan salah satu ''tanah di atas angin'' (sebelah utara) yang mengirim upeti kepada Maharaja Suryanata, raja Banjar-Hindu (Negara Dipa) pada abad ke-14 hingga kerajaan ini digantikan oleh Kesultanan Banjar.
Tahun 1747, VOC Belanda mengakui Pangeran Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar padahal yang sebenarnya dia hanyalah mangkubumi. Pada [[1765]], VOC Belanda berjanji membantu [[Sultan]] [[Tamjidullah I dari Banjar|Tamjidullah I]] yang pro VOC Belanda untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri diantaranya Kutai berdasarkan [[perjanjian]] [[20 Oktober]] [[1756]].<ref name="Bandjermasin">{{id}} Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat 1965</ref>, karena VOC bermaksud menyatukan daerah-daerah di Kalimantan sebagai daerah pengaruh VOC. Padahal Kutai di bawah pengaruh La Maddukelleng yang anti VOC. Pangeran Amir, putra mahkota yang sah dibantu Arung Turawe (kelompok anti VOC) berusaha merebut tahta tetapi mengalami kegagalan.
|