Haji (gelar): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
SkullSplitter (bicara | kontrib)
Baris 11:
Di Pulau [[Sumatra]], [[Imam Bonjol]] yang memimpin [[Perang Padri]], dan pasukannya, juga mengenakan pakaian gaya Arab serba putih. Kaum Padri, seperti juga kaum Wahhabi di Arab, menekankan pada pelaksanaan [[syariat Islam]] secara ketat. Dalam hal pakaian, mereka mengharuskan perempuan memakai [[jilbab]] dan laki-laki mengenakan pakaian putih bergaya Arab, dari sinilah muncul istilah “kaum putih”.
 
Pemerintah Hinda Belanda akhirnya menjalankan [[politik]] Islam, yaitu sebuah kebijakan dalam mengelola masalah-masalah [[Islam]] di [[Nusantara]] pada masa itu.<ref>Politik [[Hindia Belanda]] Terhadap Islam (1985, LP3S) karya Prof. Dr. [[Aqib Suminto]].</ref> Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda ''Staatsblad'' tahun 1903. Maka sejak tahun [[1911]], pemerintah Hindia Belanda mengkarantina penduduk [[pribumi]] yang ingin pergi haji maupun setelah pulang haji di [[Pulau Cipir]] dan [[Pulau Onrust]], mereka mencatat dengan detail nama-nama dan maupun asal wilayah jamaah Haji. Begitu terjadi pemberontakan di wilayah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda dengan mudah menemukan warga pribumi, karena di depan nama mereka sudah tercantum gelar haji.
 
=== Kontroversi ===