Sinema Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
Andri.h (bicara | kontrib)
Baris 15:
[[Berkas:Loetoeng kasaroeng.jpg|thumb|200px|Poster film ''[[Loetoeng Kasaroeng]]'' tahun 1926.]]
Film pertama yang dibuat pertama kalinya di [[Indonesia]] adalah [[film bisu]] tahun [[1926]] yang berjudul ''[[Loetoeng Kasaroeng]]'' dan dibuat oleh sutradara [[Belanda]] [[G. Kruger]] dan [[L. Heuveldorp]]. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan [[Hindia Belanda]], wilayah [[jajahan]] [[Kerajaan Belanda]]. Film ini dibuat dengan didukung oleh [[aktor]] lokal oleh [[Perusahaan Film]] [[Jawa NV]] di [[Bandung]] dan muncul pertama kalinya pada tanggal [[31 Desember]], [[1926]] di [[teater]] ''[[Elite and Majestic]]'', [[Bandung]].
 
Setelah sutradara Belanda memproduksi film lokal, berikutnya datang Wong bersaudara yang hijrah dari industri film [[Shanghai]]. Awalnya hanya Nelson Wong yang datang dan menyutradarai [[Lily van Java]] ([[1928]]) pada perusahaan South Sea Film Co. Kemudian kedua adiknya Joshua dan Otniel Wong menyusul dan mendirikan perusahaan Halimoen Film.
 
Sejak tahun [[1931]], pembuat film lokal mulai membuat film bicara. Percobaan pertama antara lain dilakukan oleh The Teng Chun dalam film perdananya [[Bunga Roos dari Tjikembang]] ([[1931]]) akan tetapi hasilnya amat buruk. Beberapa film yang lain pada saat itu antara lain film bicara pertama yang dibuat Halimoen Film yaitu [[Indonesie Malaise]] (1931).
 
Pada awal tahun [[1934]], [[Albert Balink]], seorang wartawan Belanda yang tidak pernah terjun ke dunia film dan hanya mempelajari film lewat bacaan-bacaan, mengajak Wong Bersaudara untuk membuat film [[Pareh]] dan mendatangkan tokoh film dokumenter Belanda, [[Manus Franken]], untuk membantu pembuatan film tersebut. Oleh karena latar belakang Franken yang sering membuat film dokumenter, maka banyak adegan dari film Pareh menampilkan keindahan alam Hindia Belanda. Film seperti ini rupanya tidak mempunyai daya tarik buat penonton film lokal karena dalam kesehariannya mereka sudah sering melihat gambar-gambar tersebut. Balink tidak menyerah dan kembali membuat perusahaan film ''ANIF'' (Gedung perusahaan film ANIF kini menjadi gedung PFN, terletak di kawasan [[Jatinegara]]) dengan dibantu oleh Wong bersaudara dan seorang wartawan pribumi yang bernama [[Saeroen]]. Akhirnya mereka memproduksi membuat film [[Terang Boelan]] (1934) yang berhasil menjadi film cerita lokal pertama yang mendapat sambutan yang luas dari kalangan penonton kelas bawah.
 
Hari Film Nasional diperingati oleh insan perfilman Indonesia setiap tanggal [[30 Maret]] karena pada tepatnya tanggal [[30 Maret]] [[1950]] adalah hari pertama pengambilan gambar film [[Darah & Doa]] atau ''Long March of Siliwangi'' yang disutradarai oleh [[Usmar Ismail]]. Hal ini disebabkana karena film ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan [[Indonesia]]. Selain itu film ini juga merupakan fil pertama yang benar-benar disutradarai oleh orang Indonesia asli dan juga diproduksi oleh perusahaan film milik orang Indonesia asli yang bernama [[Perfini]] (Perusahaan Film Nasional Indonesia) dimana Usmar Ismail tercata juga sebagai pendirinya.