Resi gudang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: mengosongkan halaman [ * ]
Baris 107:
* [[Mexico]]
 
<big>
== SKRIPSI TENTANG RESI GUDANG ==
'''<big>== SKRIPSI TENTANG RESI GUDANG ==</big>'''
 
'''silahkan download disini= http://www.box.com/s/6xhzh8qeb47anr44s2ub
SKRIPSI
PROFIL USAHA SISTEM RESI GUDANG
(Studi Kasus di PT Petindo Daya Mandiri Unit Gudang Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas)
 
</big>
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karuniaNya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul “ Profil Usaha Sistem Resi Gudang (Studi Kasus di PT Petindo Daya Mandiri Unit Gudang Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas) “ berhasil diselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian.
2. Ir. Bambang Sumanto, M.Sc., selaku Pembimbing I, yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi.
3. Ir. Tatang Widjojoko, M.P., selaku Pembimbing II, yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi.
4. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penelitian maupun penulisan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
 
 
'''RINGKASAN'''
Purwokerto, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN ix
RINGKASAN x
SUMMARY xi
I. PENDAHULUAN 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 8
III. METODE PENELITIAN 24
A. Tempat dan Waktu 24
B. Sasaran Penelitian 24
C. Variabel dan Pengukuran 24
D. Analisis Data 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 33
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 33
B. Profil Usaha Sistem Resi Gudang 34
C. Analisis Finansial PT Petindo Daya Mandiri Dan Biaya yang Dikeluarkan Petani 39
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Memanfaatkan Sistem Resi Gudang 52
V. SIMPULAN DAN SARAN 58
A. Simpulan 58
B. Saran 59
DAFTAR PUSTAKA 60
Halaman
LAMPIRAN 62
RIWAYAT HIDUP 71
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah tenaga kerja PT Petindo Daya Mandiri pada saat penelitian 37
2. Biaya operasional per bulan PT Petindo Daya Mandiri pada saat penelitian 40
3. Penerimaan, biaya, dan keuntungan per bulan PT Petindo Daya Mandiri pada saat penelitian 41
4. Rasio penerimaan dan biaya pada PT Petindo Daya mandiri 43
5. Nilai Break Even Point pada PT Petindo Daya Mandiri 44
6. Tarif dasar dari Sistem Resi Gudang 46
7. Biaya yang dibayarkan petani ke PT Petindo Daya Mandiri 47
8. Biaya yang dikeluarkan petani ke Bank 48
9. Total biaya yang dikeluarkan petani 49
10. Analisis penerimaan, biaya, dan pendapatan petani yang mengikuti Sistem Resi Gudang 50
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi petani mengikuti Sistem Resi Gudang 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Mata rantai perdagangan beras pada saat ini 4
2. Mata rantai perdagangan melalui Sistem Resi Gudang dalam tataniaga beras di Indonesia 5
3. Seluruh lembaga yang terkait dengan Sistem Resi Gudang 20
4. Break Even Point secara grafis 31
5. Proses pengolahan gabah sebelum masuk gudang 38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Persyaratan umum dan teknis gudang tipe A, B, dan C 62
2. Spesifikasi mutu gabah menurut SNI 65
3. Foto kantor PT Petindo Daya Mandiri 66
4. Foto mesin pengering (Dryer) 67
5. Foto mesin penimbang 68
6. Foto mesin pembersih komoditas 69
7. Foto perangkap hama dan pengukur suhu 70
RINGKASAN
Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Mekanisme Sistem Resi Gudang dianggap menjadi alternatif baru untuk meningkatkan keuntungan bagi petani dalam tataniaga produk-produk pertanian di Indonesia. Masuknya Sistem Resi Gudang di Indonesia juga memberikan ruang bagi petani untuk melepas barang dengan mendapatkan keuntungan karena ketepatan harga, waktu, dan sasaran. Komoditas yang di simpan tetap menjadi milik petani selama masih berstatus Resi Gudang. Namun, petani tetap mendapatkan keuntungan karena Resi Gudang dapat menjadi instrumen jaminan pengganti fixed asset bagi petani. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mempelajari profil usaha Sistem Resi Gudang dilihat dari aspek modal, sifat usaha, skala usaha, tenaga kerja, dan teknologi. 2) Menghitung penerimaan, biaya, dan pendapatan dari Sistem Resi Gudang dan yang ditanggung oleh petani. 3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk memanfaatkan Sistem Resi Gudang.
Penelitian dilaksanakan dengan cara studi kasus di PT. Petindo Daya Mandiri sebagai perusahaan pertama yang menjalankan usaha Sistem Resi Gudang di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas. Penelitian dilaksanakan sekitar bulan Desember 2008. Survei pendahuluan dilakukan mencari informasi dari internet dan kelompok tani di wilayah sekitar penelitian. Survei utama dilakukan untuk mengamati berbagai hal terkait Sistem Resi Gudang, pengguna Sistem Resi Gudang, dan perusahaan yang menjalankan Sistem Resi Gudang. Data analisis menggunakan analisis deskriptif, dan analisis biaya, penerimaan, dan pendapatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalankan Sistem Resi Gudang di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas mempunyai modal mencapai puluhan milyar rupiah sehingga termasuk usaha skala besar. Tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 20 orang dan semua berasal dari luar keluarga. Teknologi yang digunakan sudah memenuhi standar ISO 9001:2000 dan output komoditas yang dihasilkan menggunakan Standar Nasional Indonesia. Masih sedikitnya petani yang mengikuti Sistem Resi Gudang membuat perusahaan mengalami kerugian. Besarnya kerugian yang ditanggung perusahaan perbulan pada saat penelitian adalah sebesar Rp.65.227.334,00. Biaya yang dibayarkan petani ke perusahaan dan bank ada berbagai macam dengan nilai yang cukup besar, sehingga membuat petani rugi. Total biaya rata-rata per kilogram komoditas yang diresigudangkan bisa mencapai Rp.552,20. Faktor - faktor yang mempengaruhi petani memanfaatkan Sistem Resi Gudang adalah menunggu harga tinggi, mempermudah kredit, ISO 9001, ilmu baru, menjadi contoh, kemudahan transportasi, mencoba suatu sistem pengelolaan yang baru di bidang komoditas pertanian.
SUMMARY
Warehouse receipt is a document of ownership of the goods kept in warehouse issued by a warehouse manager. Mechanism of the Warehouse Receipt System is considered to be a new alternative to increase profits for farmers in the trading system of agricultural products in Indonesia. The entry of Warehouse Receipt System in Indonesia also provides space for farmers to sale the goods with a profit because of price accuracy, timing, and targets. Commodities that are stored remains the property of farmers during still a warehouse receipt. However, farmers still benefit because the warehouse receipt can be a substitute for fixed asset collateral instruments for farmers. This study aims to 1) Learn the business profile of the Warehouse Receipt System in terms of capital, the character of the business, scale of business, labor, and technology. 2) Calculate the revenues, costs, and revenues from the Warehouse Receipt System and borne by farmers. 3) Analyze the factors that influence farmers to utilize the Warehouse Receipt System. Research carried out by case study in PT. Petindo Daya Mandiri as the first company to do business in the District Warehouse Receipt System Rawalo Banyumas.
The research carried out around December 2008. Preliminary investigation was conducted to find information from the internet and farmers groups in the region around the research. Major survey conducted to examine various matters relating to the Warehouse Receipt System, Warehouse Receipt System users, and the company that runs the Warehouse Receipt System. Data analysis using descriptive analysis, and analysis of costs, revenues, and income.
The result showed that the company that runs the Warehouse Receipt System in District Rawalo Banyumas capital has reached tens of billions of rupiah that included large-scale enterprises. Labour which is owned as many as 20 people and all came from outside the family. Technology that meets the ISO 9001:2000 standard and commodity output produced using the Indonesian National Standard. Farmers who followed the warehouse receipt system is still small so as to make the company suffered losses. The amount of loss incurred when the company's monthly research amounted Rp.65.227.334, 00. Fees paid to corporate farmers and banks there are various kinds with a large enough value, thus making the farmer income. The total average cost per kilogram of commodity which can warehouse receipt system stored reach Rp.552, 20. Factors - factors that affect farmers' use of warehouse receipt system is waiting for a high price, ease credit, ISO 9001, new science, be a role model, ease of transportation, try new managing system in the agriculture comodity .
I. PENDAHULUAN
Berumur terbatas dan dipanen pada waktu-waktu tertentu saja merupakan ciri yang khas dari komoditas pertanian. Akibatnya terjadi fluktuasi harga yang besar, dan ditambah oleh pengaruh harga di pasar internasional. Oleh karena itu, komoditas pertanian ini mempunyai sistem dan mekanisme perdagangan yang spesifik tersendiri (Leapidea, 2008).
Perbedaan yang jelas antara persoalan ekonomi pertanian dan persoalan ekonomi di luar bidang pertanian adalah adanya jarak waktu antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Tanaman yang bersifat musiman pada musim panen dalam keadaan pasar normal terdapat harga yang rendah dan pada musim paceklik terdapat harga yang tinggi.
Diperolehnya harga yang tinggi pada waktu petani menjual hasil produksinya tentu saja akan membuat mereka gembira. Harga baik atau buruk pada umumnya dilihat oleh petani dalam hubungan dengan harga saat panen sebelumnya. Petani juga menyadari variasi harga antara saat panen dan saat menjelang panen di samping perbandingan harga antara dua panenan atau lebih. Variasi dan kegoncangan harga merupakan sifat khas dari hasil pertanian. Menurut Mubyarto (1995), kegoncangan harga ini lebih besar di negara yang belum maju seperti negara kita yang disebabkan oleh peranan sektor pertanian masih sangat penting, dan sebagai akibat serta berhubungan erat dengan kenyataan tersebut, pemerintah dan sektor-sektor di luar pertanian belum mampu untuk menyumbang pada stabilisasi harga hasil pertanian itu.
Menghadapi persaingan yang semakin ketat di era globalisasi memerlukan kesiapan untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di bidang ekonomi khususnya perdagangan. Salah satu upaya untuk menghadapi persaingan tersebut, diperlukan instrumen dalam penataan sistem perdagangan yang efektif dan efisien, sehingga harga barang yang ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Efisiensi perdagangan dapat tercapai apabila didukung oleh iklim usaha yang kondusif dengan tersedianya dan tertatanya sistem pembiayaan perdagangan yang dapat diakses oleh setiap pelaku usaha secara tepat waktu. Sistem pembiayaan perdagangan sangat diperlukan bagi dunia usaha untuk menjamin kelancaran usahanya terutama bagi usaha kecil dan menengah, termasuk petani yang umumnya menghadapi masalah pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit. Salah satu alternatif untuk mengatasi kerugian petani akibat anjloknya harga gabah adalah dengan menerapkan pola Resi Gudang (warehouse receipt).
Menurut Undang-Undang nomer 9 tahun 2006, Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. Sistem Resi Gudang merupakan salah satu instrumen penting dan efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan. Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh pemerintah untuk pengendalian harga dan persediaan nasional.
Resi Gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi Gudang sebagai alas hak (document of title) atas barang dapat digunakan sebagai agunan karena Resi Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu dalam pengawasan pengelola gudang yang terakreditasi. Sistem Resi Gudang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pemasaran yang telah dikembangkan di berbagai negara. Sistem ini telah terbukti mampu meningkatkan efisiensi sektor agroindustri karena baik produsen maupun sektor komersial dapat mengubah status persediaan bahan mentah dan setengah jadi menjadi suatu produk yang dapat diperjualbelikan secara luas. Hal ini dimungkinkan karena Resi Gudang juga merupakan instrumen keuangan yang dapat diperjualbelikan, dipertukarkan, dan dalam perdagangan derivatif dapat diterima sebagai alat penyelesaian transaksi kontrak berjangka yang jatuh tempo di bursa berjangka.
Pembiayaan yang akan diperoleh pemilik barang pada Sistem Resi Gudang tidak hanya berasal dari perbankan dan lembaga keuangan non bank, tetapi dapat berasal dari investor melalui derivatif Resi Gudang. Resi Gudang, sebagai surat berharga juga dapat dialihkan atau diperjualbelikan di pasar yang terorganisasi (bursa) atau di luar bursa oleh pemegang Resi Gudang kepada pihak ketiga. Terjadinya pengalihan Resi Gudang tersebut, kepada pemegang Resi Gudang yang baru diberikan hak untuk mengambil barang yang tercantum di dalamnya. Hal ini akan menciptakan sistem perdagangan yang lebih efisien dengan menghilangkan komponen biaya pemindahan barang.
Mekanisme Sistem Resi Gudang dianggap menjadi alternatif baru untuk meningkatkan keuntungan bagi petani dalam tataniaga produk-produk pertanian di Indonesia. Sebagai contoh, dari perdagangan beras, salah satu keuntungan yang diperoleh adalah dengan memotong satu rantai pemasaran yang dapat berdampak memaksimalkan keuntungan. Hal tersebut disebabkan jumlah keuntungan yang diperoleh hanya dibagi oleh pembagi yang lebih sedikit. Mata rantai dari perdagangan beras dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan mata rantai perdagangan melalui Sistem Resi Gudang dalam tataniaga beras dapat dilihat pada Gambar 2.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 1. Mata rantai perdagangan beras pada saat ini.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 2. Mata rantai perdagangan melalui Sistem Resi Gudang dalam tataniaga beras di Indonesia.
 
Masuknya Sistem Resi Gudang dalam tataniaga beras di Indonesia memberikan ruang bagi petani untuk melepas barang dengan mendapatkan keuntungan karena ketepatan harga, waktu, dan sasaran. Komoditas yang di simpan tetap menjadi milik petani selama masih berstatus Resi Gudang. Namun, petani tetap mendapatkan keuntungan karena Resi Gudang dapat menjadi instrumen jaminan pengganti fixed asset bagi petani.
Gudang percontohan Sistem Resi Gudang diresmikan oleh Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (Bappepti) Departemen Perdagangan di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas tanggal 30 Agustus 2007. Gudang dengan Sistem Resi Gudang ini merupakan yang pertama kalinya di Jawa Tengah dan diharapkan dapat meningkatkan pembangunan bidang ekonomi khususnya kelancaran produksi dan distribusi barang sebagai implementasi Undang-Undang Nomer 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang (Indagagro, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah profil usaha Sistem Resi Gudang dilihat dari aspek modal, sifat usaha, skala usaha, tenaga kerja, dan teknologi ?
2. Berapakah penerimaan, biaya, dan pendapatan dari Sistem Resi Gudang dan yang ditanggung oleh petani ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani untuk memanfaatkan Sistem Resi Gudang ?
 
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Mempelajari profil usaha Sistem Resi Gudang di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas dilihat dari aspek modal, sifat usaha, skala usaha, tenaga kerja, dan teknologi.
2. Menghitung penerimaan, biaya, dan pendapatan dari Sistem Resi Gudang dan yang ditanggung oleh petani.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk memanfaatkan Sistem Resi Gudang.
Manfaat yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi bagi petani mengenai gambaran (profil) usaha Sistem Resi Gudang di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas.
2. Memberikan tambahan pengetahuan kepada peneliti serta dapat memberikan keterangan bagi penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Profil adalah gambaran, ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus (KBBI, 1988), sedangkan pengertian “usaha” dalam kamus ekonomi adalah kegiatan dibidang perdagangan dengan maksud untuk mencari keuntungan. Berdasarkan hal tersebut, maka secara harfiah “profil usaha” dapat diartikan sebagai gambaran, ikhtisar yang memberikan fakta tentang kegiatan dibidang perdagangan dengan maksud untuk mencari keuntungan. Sehubungan dengan definisi profil usaha tersebut, maka profil usaha Sistem Resi Gudang merupakan suatu gambaran tentang bisnis di bidang pergudangan menggunakan Sistem Resi Gudang.
Resi Gudang atau dalam bahasa asing disebut warehouse receipt adalah adalah dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan di suatu gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang dan merupakan sekuritas yang menjadi instrumen perdagangan serta merupakan bagian dari sistem pemasaran dan sistem keuangan dari banyak negara industri (id.wikipedia.org, 2008). Sementara itu, Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi Gudang. Di Indonesia, Sistem Resi Gudang ini diatur oleh Undang-Undang nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Gudang diartikan sebagai ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Delapan produk pertanian telah resmi ditetapkan sebagai komoditas yang dapat digunakan dalam transaksi Resi Gudang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomer 36 tahun 2007. Kedelapan komoditas itu adalah gabah, beras, kopi, kakao, lada, karet, rumput laut, dan jagung. Peraturan Pemerintah itu diterbitkan sebagai petunjuk pelaksanaan (juklak) atas implementasi UU No 9/2006 tentang Sistem Resi Gudang (www.batampos.co.id, 2008). Selain Peraturan Pemerintah, diterbitkan pula petunjuk teknis (juknis) dalam bentuk peraturan menteri perdagangan (Permendag) No 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan Resi Gudang per 29 Juni 2007. Pelaksanaan Resi Gudang diharapkan efektif mendukung sistem pembiayaan bagi pengembangan dunia usaha, terutama sektor pertanian dengan diluncurkannya Peraturan pemerintah dan Permendag itu.
Resi Gudang di dalam prakteknya dikenal dalam 2 bentuk yaitu :
1. Resi Gudang dengan warkat
Resi Gudang dengan warkat adalah surat berharga yang kepemilikannya berupa sertifikat. Resi Gudang dengan warkat terdiri atas Resi Gudang Atas Nama dan Resi Gudang atas perintah. Resi Gudang Atas Nama adalah Resi Gudang yang mencantumkan nama pihak yang berhak menerima penyerahan barang sedangkan Resi Gudang Atas Perintah adalah Resi Gudang yang mencantumkan perintah pihak yang berhak menerima penyerahan barang. Penggunaan Resi Gudang Atas Nama dan Resi Gudang Atas Perintah dalam Sistem Resi Gudang adalah untuk memberikan pilihan kepada pemilik barang berdasarkan kebutuhannya.
2. Resi Gudang tanpa warkat
Resi Gudang tanpa warkat adalah surat berharga yang kepemilikannya dicatat secara elektronis. Bukti kepemilikan Resi Gudang tanpa warkat yang autentik dan sah adalah pencatatan kepemilikan secara elektronis. Cara pencatatan secara elektronis dimaksudkan agar pengadministrasian data kepemilikan dan penyelesaian transaksi perdagangan Resi Gudang tanpa warkat dapat diselenggarakan secara efisien, cepat, aman, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dokumen Resi Gudang dianggap sah menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 apabila memuat sekurang-kurangnya:
1. Judul Resi Gudang;
2. Jenis Resi Gudang, yaitu Resi Gudang Atas Nama atau Resi Gudang Atas Perintah;
3. Nama dan alamat pihak pemilik barang;
4. Lokasi gudang tempat penyimpanan barang;
5. Tanggal penerbitan;
6. Nomor penerbitan;
7. Waktu jatuh tempo;
8. Deskripsi barang;
9. Biaya penyimpanan;
10. Tanda tangan pemilik barang dan pengelola gudang; dan
11. Nilai barang berdasarkan harga pasar pada saat barang dimasukkan ke dalam gudang.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh petani dari Sistem Resi Gudang, antara lain (Bappebti, 2008):
1. Memperpanjang masa penjualan hasil produksi petani
Petani tidak perlu tergesa - gesa menjual hasilnya pada masa panen yang umumnya ditandai dengan turunnya harga komoditas. Hal ini dilakukan petani, yang berkeyakinan bahwa harga setelah panen akan naik, sehingga dengan menunda penjualan justru akan memberikan hasil yang optimal bagi petani.
Petani yang menyerahkan hasil panennya ke perusahaan pergudangan yang berhak mengeluarkan Resi Gudang, akan menerima tanda bukti berupa Resi Gudang, yang dapat dijadikan sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman jangka pendek di bank. Pemegang Resi Gudang dapat memperoleh sumber kredit dari bank untuk digunakan sebagai modal kerja seperti pembelian bibit, pupuk dan keperluan lainnya. Tingkat bunga pinjaman selalu dikaitkan dengan tingkat risiko dari agunan yang diberikan. Untuk itu, jaminan dari Resi Gudang atas jumlah, kualitas, dan ketepatan waktu penyerahan barang akan dapat mengurangi tingkat risiko yang dihadapi komoditas, dengan demikian tingkat bunga pinjaman dengan agunan Resi Gudang dapat lebih rendah.
 
 
2. Sebagai agunan bank
Sebagai agunan bank, karena memberikan jaminan adanya persediaan komoditas dengan kualitas tertentu kepada pemegangnya tanpa harus melakukan pengujian secara fisik. Resi Gudang dapat dimanfaatkan petani untuk pembiayaan produknya, sedangkan bagi produsen untuk membiayai persediaannya. Bila terjadi penyimpangan dalam sistem ini, para pemegang Resi Gudang dijamin akan memperoleh prioritas dalam penggantian sesuai dengan nilai agunannya. Terkumpulnya persediaan komoditas dalam jumlah besar akan mempermudah memperoleh kredit dan menurunkan biaya untuk memobilisasi sektor agrobisnis.
3. Mewujudkan pasar fisik dan pasar berjangka yang lebih kompetitif
Resi Gudang memberikan informasi yang diperlukan penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi, yang merupakan dasar untuk melakukan perdagangan komoditas secara luas. Keberadaan Resi Gudang dapat meningkatkan volume perdagangan sehingga dapat menurunkan biaya transaksi. Hal ini dimungkinkan karena dalam bertransaksi tidak perlu lagi dilakukan inspeksi terhadap barang yang disimpan, baik yang ada di gudang atau di tempat transaksi. Di negara - negara yang telah menerapkan sistem ini transaksi umumnya hampir tidak pernah lagi dilakukan di gudang. Bila transaksi dilakukan untuk penyerahan barang dikemudian hari (perdagangan berjangka), Resi Gudang dapat dijadikan sebagai instrumen untuk memenuhi penyerahan komoditas bagi kontrak berjangka di bursa komoditas yang jatuh tempo.
4. Mengurangi peran pemerintah dalam stabilisasi harga di bidang komoditas
Bila harga komoditas berada di bawah harga dasar, maka pemerintah dapat membeli Resi Gudang, sehingga tidak perlu lagi menerima penyerahan barang secara fisik. Karena adanya jaminan kualitas dan kuantitas komoditas di gudang - gudang penyimpanan, maka pemerintah dalam rangka pengelolaan cadangan strategis cukup memegang Resi Gudang saja. Bila swasta melakukan pembelian, penyimpanan, dan penjualan komoditas melalui mekanisme Resi Gudang dalam jumlah yang besar, maka peran pemerintah dalam stabilisasi harga dapat dihapuskan.
5. Memberikan kepastian nilai minimum dari komoditas yang dijadikan agunan
Tanpa adanya Resi Gudang, bank - bank umumnya akan memberikan kredit sebesar 50-60% dari nilai agunan karena sifat komoditas primer yang cepat rusak dan standar kualitasnya berbeda- beda. Kredit dapat naik sampai dengan 70% dari nilai agunan menggunakan Resi Gudang karena Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan tentang hal tersebut. Peraturan yang dimaksud adalah peraturan Bank Indonesia bernomer: 9/6/PBI/2007 tentang perubahan kedua atas peraturan Bank Indonesia nomer: 7/2/PBI/2005 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum tanggal 30 Maret 2007. Adanya jaminan kepastian hukum dan peraturan dari Bank Indonesia inilah yang membuat Resi Gudang dapat digunakan untuk meminjam dana ke lembaga keuangan dengan persentase yang lebih tinggi.
Kelembagaan didalam Sistem Resi Gudang ada empat macam, yaitu:
1. Badan pengawas;
Badan Pengawas bertugas melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan Sistem Resi Gudang. Badan Pengawas memberikan persetujuan kepada Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian, dan Pusat Registrasi. Badan Pengawas wajib menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam memberikan persetujuan,.
2. Pengelola gudang
Pengelola Gudang harus berbentuk badan usaha berbadan hukum yang bergerak khusus di bidang jasa pengelolaan gudang dan telah mendapat persetujuan Badan Pengawas. Setiap badan usaha yang berbentuk badan hukum yang ingin melakukan kegiatan usaha sebagai Pengelola Gudang wajib mengajukan permohonan kepada Badan Pengawas dan calon Pengelola Gudang wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki pengurus dengan integritas moral dan reputasi bisnis yang baik;
b. memiliki dan menerapkan Pedoman Operasional Baku yang mendukung kegiatan operasional sebagai Pengelola Gudang;
c. memiliki dan/atau menguasai paling sedikit 1 (satu) Gudang yang telah memperoleh persetujuan dari Badan Pengawas;
d. memenuhi kondisi keuangan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas; dan memiliki tenaga dengan kompetensi yang diperlukan dalam pengelolaan Gudang dan barang yang ditetapkan oleh Badan Pengawas.
Pengelola Gudang mempunyai beberapa kewajiban, antara lain:
a. menyelenggarakan administrasi pengelolaan barang;
b. membuat perjanjian pengelolaan barang secara tertulis dengan pemilik barang atau kuasanya;
c. mendaftarkan penerbitan Resi Gudang kepada Pusat Registrasi;
d. menyelenggarakan administrasi terkait dengan Resi Gudang yang diterbitkan, Resi Gudang Pengganti, Resi Gudang yang dimusnahkan, dan Resi Gudang yang dibebani Hak Jaminan;
e. membuat, memelihara dan menyimpan catatan secara berurutan, terpisah dan berbeda dari catatan dan laporan usaha lain yang dijalankannya;
f. menyampaikan laporan bulanan, triwulanan dan tahunan tentang barang yang dikelola kepada Badan Pengawas;
g. memberikan data dan informasi mengenai sediaan dan mutasi barang yang dikelolanya, apabila diminta oleh Badan Pengawas dan/atau instansi yang berwenang;
h. menyampaikan kepada Pusat Registrasi identitas dan spesimen tandatangan dari pihak yang berhak bertindak untuk dan Atas Nama Pengelola Gudang dalam menandatangani Resi Gudang dan segera memberitahukan setiap terjadi perubahan atas identitas dan spesimen tanda tangan tersebut;
i. memberitahukan kepada Pemegang Resi Gudang untuk segera mengambil dan/atau mengganti barang yang rusak atau dapat merusak barang lain sebelum jatuh tempo;
j. memiliki dan menerapkan Pedoman Operasional Baku yang mendukung kegiatan operasional sebagai Pengelola Gudang;
k. mengasuransikan semua barang yang dikelola di Gudangnya dan menyampaikan informasi mengenai jenis dan nilai asuransi ke Pusat Registrasi; dan
l. menjaga kerahasiaan data dan informasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pengelola gudang wajib mempertahankan kekayaan bersih minimal sebagaimana ditetapkan oleh Badan Pengawas. Kekayaan bersih yang dimiliki Pengelola Gudang, termasuk tanah, bangunan, dan peralatan. Gudang yang dipergunakan oleh Pengelola Gudang wajib mendapat persetujuan dari Badan Pengawas. Untuk memperoleh persetujuan, pemilik atau pengelola gudang wajib mengajukan permohonan kepada Badan Pengawas dengan melampirkan sekurang-kurangnya dokumen sebagai berikut:
a. Surat Izin Usaha Perdagangan di bidang Usaha Jasa Pergudangan;
b. Tanda Daftar Gudang (TDG); dan
c. Sertifikat untuk Gudang dari Lembaga Penilaian Kesesuaian.
 
 
3. Lembaga Penilaian Kesesuaian
Kegiatan penilaian kesesuaian dalam Sistem Resi Gudang dilakukan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah mendapat persetujuan Badan Pengawas. Lembaga Penilaian Kesesuaian mencakup:
a. Lembaga inspeksi yang menerbitkan Sertifikat untuk Gudang;
b. Laboratorium penguji yang menerbitkan hasil uji berupa Sertifikat untuk barang; dan Lembaga Sertifikasi Sistim Mutu yang menerbitkan Sertifikat Manajemen Mutu.
4. Pusat Registrasi.
Pusat Registrasi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Kegiatan sebagai Pusat Registrasi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha berbadan hukum dan telah mendapat persetujuan Badan Pengawas. Persyaratan untuk mendapat persetujuan Badan Pengawas meliputi:
a. Mempunyai pengalaman paling sedikit 3 (tiga) tahun dalam kegiatan pencatatan transaksi kontrak berjangka komoditas dan kliring;
b. Memiliki sistem penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang bersifat akurat, aktual (online dan real time), aman, terpercaya dan dapat diandalkan, dan memenuhi persyaratan keuangan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas.
Pusat Registrasi yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia mempunyai beberapa kewajiban, antara lain:
a. Menyelenggarakan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan Hak Jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan jaringan informasi;
b. Memiliki sistem penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang yang terintegrasi dengan sistem pengawasan Badan Pengawas;
c. Memberikan data dan informasi mengenai penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang, apabila diminta oleh Badan Pengawas dan/atau instansi atau pihak yang berwenang;
d. Menjaga kerahasiaan data dan informasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
e. Menyampaikan konfirmasi secara tertulis atau elektronis kepada Pemegang Resi Gudang dan/atau penerima Hak Jaminan dalam hal:
1) penerbitan Resi Gudang;
2) penerbitan Resi Gudang Pengganti;
3) pengalihan Resi Gudang; atau
4) pembebanan, perubahan, atau pencoretan Hak Jaminan;
paling lambat 2 (dua) hari setelah berakhirnya bulan kalender, baik terjadi maupun tidak terjadi perubahan catatan kepemilikan.
Pusat Registrasi mempunyai beberapa hak yang diatur undang-undang, yaitu:
a. Mengenakan biaya terkait dengan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang;
b. Menunjuk dan/atau bekerjasama dengan pihak lain untuk mendukung penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang; dan
c. Memperoleh informasi dan data tentang:
1) lembaga dan Gudang yang memperoleh persetujuan Badan Pengawas dari Badan Pengawas,
2) penerbitan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang dari penerbit Resi Gudang dan penerbit Derivatif Resi Gudang,
3) pengalihan Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang dari pihak yang mengalihkan,
4) pembebanan Hak Jaminan dari penerima Hak Jaminan, serta penyelesaian transaksi dari Pemegang Resi Gudang, Pengelola Gudang, penerima Hak Jaminan dan pihak terkait lainnya.
Struktur kelembagaan dari ke empat lembaga dan seluruh lembaga lain yang terkait dengan Sistem Resi Gudang dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3, Menteri perdagangan adalah lembaga tertinggi didalam Sistem Resi Gudang. Tugas dari Menteri perdagangan tersebut adalah menetapkan kebijakan umum Sistem Resi Gudang. Tugas kreditur didalam Sistem Resi Gudang adalah memberikan pinjaman kepada pemilik Resi Gudang jika si pemilik menginginkannya.
Pengelola gudang berhubungan dengan bursa berjangka untuk membantu pemilik Resi Gudang menjual barangnya. Bursa berjangka sendiri ada di bawah pengawasan Bappebti, sama seperti tiga lembaga lainnya. Perusahaan asuransi menerima uang asuransi dari komoditas yang diresi gudangkan. Asuransi dari komoditas Resi Gudang tersebut meliputi kerusakan akibat dari kebakaran, banjir, ledakan, badai, dan beberapa akibat lainnya. Petugas penyuluhan pertanian lapang sebagai bagian dari departemen pemerintah membantu pelaksanaan Sistem Resi Gudang dengan cara mensosialisasikan program pemerintah tersebut.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 3. Seluruh lembaga yang terkait dengan Sistem Resi Gudang.
 
Menurut peraturan kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), terdapat persyaratan umum bagi sebuah gudang komoditas pertanian yang harus dipenuhi agar dapat digunakan sebagai gudang di dalam Sistem Resi Gudang. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah:
1. Di dekat atau di pinggir jalan kelas I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC atau akses lain melalui perairan untuk memudahkan keluar dan masuk area gudang sehingga menjamin kelancaran kegiatan bongkar muat dan distribusi.
2. Di daerah yang aman dari banjir dan longsor.
3. Jauh dari pabrik atau gudang bahan kimia berbahaya, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/ atau tempat pembuangan sampah/limbah kimia.
4. Terpisah dengan bangunan lain disekitarnya sehingga keamanan dan keselamatan barang yang disimpan lebih terjamin dan tidak mengganggu keselamatan penduduk disekitarnya.
5. Tidak terletak pada tempat bekas pembuangan sampah dan bekas pabrik bahan kimia.
Selain persyaratan umum, ada beberapa persyaratan teknis yang juga harus dipenuhi meliputi konstruksi bangunan gudang, fasilitas gudang, dan peralatan gudang. Persyaratan konstruksi bangunan gudang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kerangka bangunan gudang harus kokoh guna menjaga mutu barang dan keselamatan manusia.
2. Atap gudang yang dapat dilengkapi dengan atap pencahayaan, terbuat dari bahan yang cukup kuat dan tidak bocor.
3. Dinding bangunan gudang harus kokoh.
4. Lantai gudang terbuat dari beton atau bahan lain yang kuat untuk menahan berat barang yang disimpan sesuai dengan kapasitas maksimal gudang dan bebas dari resapan air tanah.
5. Talang air terbuat dari bahan yang kuat dan menjamin air mengalir dengan lancar.
6. Pintu harus terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan dilengkapi dengan kunci yang kuat, serta berkanopi guna menjamin kelancaran pemasukan dan pengeluaran barang.
7. Ventilasi harus ditutup dengan jaring kawat penghalang untuk menghindari gangguan burung, tikus dan gangguan lainnya.
8. Bangunan gudang mempunyai teritis dengan lebar yang memadai sehingga air hujan tidak mengenai dinding gudang.
9. Bangunan gudang disarankan membujur dari timur ke barat sehingga sedikit mungkin terkena sinar matahari secara langsung.
Gudang yang dijadikan tempat penyimpanan harus mempunyai fasilitas sebagai berikut:
1. Identitas pengaturan lorong yang memadai guna menunjang kelancaran penyimpanan barang maupun akses keluar masuk barang.
2. Instalasi air dan listrik dengan pasokan terjamin sehingga menunjang operasional gudang.
3. Instalasi hydrant dan alat penangkal petir.
4. Kantor atau ruang administrasi yang dilengkapi dengan jaringan komunikasi.
5. Saluran air yang terpelihara sehingga air dapat mengalir dengan baik untuk menghindari genangan air.
6. Sistem keamanan, ruang jaga dan pagar kokoh disekelilingnya.
7. Kamar mandi dan WC.
8. Halaman atau area parkir dengan luas memadai.
9. Fasilitas sandar dan bongkar muat yang memadai bagi gudang yang berlokasi di dekat atau di pinggir akses lain melalui perairan.
Peralatan gudang yang harus ada agar memenuhi syarat sebagai gudang didalam Sistem Resi Gudang adalah:
1. Alat timbang yang ditera sah untuk mengukur berat barang.
2. Palet yang kuat untuk menopang tumpukan barang sehingga mutu barang yang disimpan terjaga.
3. Hygrometer dan thermometer untuk mengukur kelembaban dan suhu udara dalam gudang.
4. Tangga stapel untuk memudahkan penumpukan barang di gudang.
5. Alat pemadam kebakaran yang tidak kadaluarsa sebagai alat penanggulangan pertama apabila terjadi kebakaran.
6. Kotak pertolongan pertama pada kecelakan (P3K) yang dilengkapi dengan obat dan peralatan secukupnya.
7. Alat kebersihan agar kebersihan gudang terjaga.
Gudang komoditas pertanian dapat diklasifikasikan berdasarkan pemenuhan persyaratan umum dan teknis menjadi tiga yaitu gudang tipe A, B, dan C. Gudang tipe A merupakan gudang kualitas terbaik dengan fasilitas dan peralatan lengkap, gudang tipe B merupakan gudang kualitas kedua dan gudang C merupakan gudang kualitas tiga. Klasifikasi gudang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT Petindo Daya Mandiri di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas pada bulan Desember 2008. Pertimbangan memilih PT Petindo Daya Mandiri di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas karena PT Petindo Daya Mandiri di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas merupakan gudang percontohan Sistem Resi Gudang yang pertama kalinya di Jawa Tengah.
 
B. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha Sistem Resi Gudang dan seluruh petani yang telah memakai Sistem Resi Gudang di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas.
 
C. Variabel dan Pengukuran
1. Biaya yang dikeluarkan oleh PT Petindo Daya Mandiri
Menurut Soekartawi (2002), biaya adalah sejumlah uang untuk membayar benda atau jasa yang digunakan. Biaya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Biaya variabel (variable cost)
Karakteristik biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sebanding (proporsional) dengan perubahan volume kegiatan. Semakin besar volume kegiatan semakin tinggi jumlah total biaya variabel. Biaya satuan pada biaya variabel tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan, jadi satuan biayanya konstan.
b. Biaya tetap (fixed cost)
Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu. Biaya satuan pada biaya tetap berubah berbanding terbalik dengan perubahan volume kegiatan. Semakin tinggi volume kegiatan semakin rendah biaya satuan (Supriyono, 2000).
Biaya adalah semua pengeluaran atau pengorbanan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai usahanya. Biaya produksi terdiri atas biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan ( tahun ke-0 ). Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menjalankan usahanya, artinya secara rutin biaya ini harus dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menjalankan Sistem Resi Gudang adalah sebagai berikut:
1) Biaya penyusutan, dinilai dalam satuan rupiah per bulan.
2) Pembayaran tenaga kerja, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
3) Belanja, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
4) Biaya sewa gudang (penyimpanan), dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
5) Listrik, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
6) Telepon dan internet, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
7) Sewa mess, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
8) BBM, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
9) Bongkar muat, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
10) Transportasi, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
11) Pengepakan, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
12) Biaya sosialisasi, dihitung dalam satuan rupiah per bulan.
2. Biaya yang dibayar petani
a. Biaya proses Resi Gudang, dihitung dalam satuan rupiah per Resi Gudang.
b. Biaya peminjaman dana ke Bank, dihitung dalam satuan rupiah per Resi Gudang.
 
D. Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai profil usaha Sistem Resi Gudang mengenai aspek modal, sifat usaha, skala usaha, tenaga kerja, dan teknologi. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan tabulasi langsung atau tabulasi silang antar variabel.
2. Analisis Biaya dan Pendapatan
Analisis biaya dan pendapatan dilakukan untuk mengetahui arus biaya, penerimaan, dan pendapatan. Biaya dalam arti luas yaitu nilai semua pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang dan untuk satu tujuan tertentu, sedangkan dalam arti sempit yaitu pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh pendapatan. Biaya total yang dikeluarkan untuk menjalankan Sistem Resi Gudang dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Analisis biaya total yang dikeluarkan diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap total dan biaya variabel total, dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2002):
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total Cost (Biaya total)
TFC = Total Fixed Cost (Biaya tetap total)
TVC = Total Variable Cost (Biaya variabel total)
 
Penerimaan dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 1995):
TR = P x Q
Keterangan:
TR = Total Revenue (Penerimaan total)
P = Price (Harga)
Q = Quantity (Jumlah produk)
 
Pendapatan bersih merupakan penerimaan yang telah dikurangi dengan seluruh biaya produksi, yaitu dengan rumus sebagai berikut:
Pd = TR − TC
Keterangan:
Pd = Pendapatan
TR = Total Revenue (Penerimaan total)
TC = Total Cost (Biaya total)
 
3. Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
Menurut Riyanto (2001), suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila penerimaan yang dihasilkan dari penjualan lebih besar dari total biaya produksi yang digunakan. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisien yang tinggi karena kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dengan investasi yang besar. Efisiensi usahatani memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan yang optimal. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah memperkecil biaya keseluruhan dengan mempertahankan tingkat produksi yang telah dicapai atau memperbesar produksi tanpa menambah total biaya produksi dengan cara mempertahankan biaya tetap.
Analisis Revenue Cost Ratio (R/C rasio) digunakan untuk menentukan tingkat efisiensi suatu usaha yang dijalankan berkaitan dengan modal. Pengertian Revenue Cost Ratio yaitu bahwa besarnya setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi, maka akan diperoleh setiap rupiah yang didapat. R/C rasio merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan. Secara matematis dapat dituliskan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2002):
R/C =
Kriteria:
R/C > 1 = usaha sudah efisien berarti usaha yang dijalankan sudah memberikan keuntungan karena penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.
R/C = 1 = usaha belum efisien berarti usaha yang dijalankan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian, dengan kata lain impas.
R/C < 1 = usaha tidak efisien yang berarti usaha yang dijalankan tidak memberikan keuntungan karena penerimaan yang diperoleh lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.
 
4. Analisis Break Even Point (BEP)
Analisis Break Even Point adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan, dan volume penjualan. Break Even Point merupakan suatu titik dimana suatu usaha dalam kegiatannya tidak mengalami keuntungan dan tidak menderita kerugian, artinya pada keadaan tersebut keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Menurut Syamsuddin (2004), Break Even Point diartikan sebagai suatu tingkat penjualan yang dapat menutup “Fixed and Variable operating Expenses” atau biaya-biaya operasi yang bersifat tetap dan variabel.
Menurut Riyanto (2001), analisis Break Even Point dapat membantu untuk mengambil keputusan mengenai:
a. Jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar usaha tidak mengalami kerugian.
b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar usaha tidak menderita kerugian.
d. Mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang akan diperoleh.
Menurut Mulyadi (1978), secara terperinci anggapan (asumsi) yang mendasari analisis Break Even Point adalah:
a. Biaya tetap akan selalu konstan dalam range volume yang dipakai perhitungan Break Even Point.
b. Biaya variabel bersifat konstan.
c. Harga jual produksi tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
d. Harga faktor produksi tidak berubah dalam kisaran waktu tertentu.
e. Efisiensi produksi tidak berubah, apabila terjadi penghematan biaya karena adanya penggunaan bahan substitusi yang harganya lebih rendah, maka hal ini mempengaruhi hubungan biaya, volume, dan laba.
Analisis Break Even Point merupakan suatu cara yang digunakan oleh perusahaan untuk mengetahui atau untuk merencanakan pada volume produksi atau volume penjualan berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak untung atau rugi. Tingkat-tingkat volume produksi atau volume penjualan yang akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan dapat direncanakan, dengan diketahuinya Break Even Point tersebut. Perusahaan harus dapat mengusahakan jumlah penjualan pada Break Even Point tersebut agar terhindar dari kerugian. Apabila volume penjualan tidak mencapai Break Even Point berarti perusahaan akan menderita rugi.
Menurut Sutrisno (2009), perhitungan BEP dibagi menjadi dua cara yaitu:
a. Atas dasar unit (satuan produk yang dijual):
BEPunit =
b. Atas dasar rupiah :
BEPrupiah =
Keterangan:
BT = Biaya tetap total
P = Harga jual per unit
V = Biaya variabel per unit
 
Cara lain untuk menentukan Break Even Point adalah secara grafis. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Djarwanto (1975), Break Even Point tercapai pada penjualan sebanyak OP1 unit dengan harga jual per unit tertentu yang sama pada berbagai tingkat penjualan. Hasil penjualan ditunjukkan dengan garis vertikal PS atau OR. Hasil penjualan PS digunakan untuk menutup biaya variabel PV, dan sisanya hanya cukup untuk menutup biaya tetap VT sehingga laba sama dengan nol. Bila perusahaan menghendaki untuk memperoleh keuntungan, penjualan harus diusahakan melebihi OP unit. Misalkan, penjualan dapat mencapai OP2 unit dengan harga jual yang sama maka hasil penjualan yang dapat dicapai adalah P2S2. Hasil penjualan ini digunakan untuk menutup biaya variabel yang meningkat secara proporsional P2V2 dan biaya tetap V2T2, sisaya sebanyak T2S2 merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Sebaliknya, bila penjualan berada dibawah OP1 unit perusahaan akan menderita rugi.
 
Rp S
R5 S2
Laba
T
R4
BEP T2 V
R3 Rugi V2
R2 T1
S1
R1 V1 F
0 P
P1 P2
Gambar 4. Break Even Point secara grafis.
 
 
 
 
Keterangan :
0S = Garis penjualan (rupiah)
0P = Garis produksi/penjualan (unit)
0V = Garis biaya variabel (rupiah)
R1T = Garis biaya total (rupiah)
BEP = Break Even Point
 
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Rawalo merupakan salah satu kecamatan yang terletak di kabupaten Banyumas. Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten di propinsi Jawa Tengah yang secara gografis terletak di antara 108¬¬0 39’17” - 1090 27’ 15” bujur timur dan 70¬¬ 15’ 05” – 70 37’ 10” lintang selatan.
Menurut BPS, luas wilayah Banyumas mencapai 132.759 hektar. Luas wilayah tersebut sebesar 24,27% yakni 32.226 hektar sebagai lahan sawah konvensional dan sekitar 10.608 hektar adalah lahan sawah perairan non teknis. Luas lahan sawah tersebut menjadi salah satu penentu bahwa Banyumas menjadi salah satu kabupaten penyandang pangan nasional di wilayah Jawa Tengah (BPS, 2008). Hal ini karena produksi padi Banyumas pada tahun 2008 naik sebesar 18,71% dibandingkan tahun 2000. Kenaikan tersebut mencapai 462.662,156 ton per tahun.
Kecamatan Rawalo menjadi salah satu daerah sentra penghasil beras. Berkaitan dengan Rawalo sebagai sentra penghasil beras, petani didaerah Rawalo berjumlah 3.654 orang yang terbagi menjadi 46 kelompok tani. Data dari BPS kabupaten Banyumas menunjukkan bahwa Rawalo dengan luas lahan 3.069 hektar menghasilkan produksi beras sebesar 16.641 ton. Hal inilah yang menjadikan Rawalo sebagai penghasil beras urutan nomer dua di Banyumas dan sekaligus menjadi alasan PT Petindo membuka usaha di bidang Sistem Resi Gudang di wilayah tersebut.
B. Profil Usaha Sistem Resi Gudang
Dilihat dari aspek usahanya, karakteristik usaha yang ada sebagai berikut :
(1) modal, (2) sifat usaha, (3) skala usaha, (4) tenaga kerja, (5) teknologi.
1. Modal
Setiap usaha yang akan dilaksanakan pasti memerlukan modal. Menurut Soekartawi (2002), modal dalam usaha dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi.
Berdasarkan Peraturan Kepala Bappebti No. 01/BAPPEBTI/PER-SRG/2007, Permohonan persetujuan sebagai pengelola gudang bagi badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas wajib memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut:
a. Modal dasar paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan modal disetor paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
b. Mempertahankan kekayaan bersih paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
c. Memiliki pengurus dengan integritas moral dan reputasi bisnis yang baik;
d. Menguasai gudang yang telah disetujui Bappebti;
e. Memiliki sertifikat Manajemen Mutu;
f. Memiliki tenaga kompetensi yang diperlukan dalam pengelolaan gudang.
Berdasarkan hasil penelitian, modal PT Petindo Daya Mandiri untuk menjalankan Sistem Resi Gudang berasal dari beberapa perusahaan yang bergerak dalam sektor keuangan dan pengusaha nasional. Besarnya modal dasar yang disetor sebesar sepuluh milyar rupiah. Hal ini berarti PT Petindo Daya Mandiri telah memenuhi persyaratan modal untuk menjadi pengelola gudang. Menurut standar operational procedure (SOP) dari perusahaan, rincian pemilik modal dalam perusahaan tersebut tidak boleh dipublikasikan.
 
2. Sifat Usaha
Pada umumnya orang berusaha mempunyai berbagai tujuan, yaitu mencari keuntungan (sumber penghasilan), atau menciptakan lapangan pekerjaan. Adapun usaha dari PT Petindo Daya Mandiri unit gudang Rawalo tentu saja bertujuan mencari keuntungan ( profit oriented ).
 
3. Skala Usaha
Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada undang-undang nomer 9 tahun 1995, sedangkan untuk usaha menengah, Bank Indonesia menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp200 juta s/d Rp5 miliar) dan bukan manufaktur (Rp200 – 600 juta). Menurut undang-undang nomer 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil adalah mempunyai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar dua ratus juta rupiah dengan omzet per tahun maksimal satu milyar rupiah. Sementara itu berdasarkan Inpres Nomer 10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah dua ratus juta rupiah hingga sepuluh milyar rupiah. (www.logika-hati.com, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, maka skala usaha dari perusahaan pelaksana Sistem Resi Gudang ini termasuk dalam usaha skala besar. Hal ini karena PT Petindo Daya Mandiri mempunyai aset mencapai puluhan milyar rupiah.
4. Tenaga Kerja
Setiap usaha yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Soekartawi (2002), mengatakan bahwa skala usaha mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan macam tenaga kerja yang diperlukan. Pengusaha skala kecil menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga ahli. Sebaliknya pengusaha skala besar banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja yang ahli. Hal ini juga terjadi dalam usaha Sistem Resi Gudang di Kecamatan Rawalo. Rincian tenaga kerja PT Petindo Daya Mandiri dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa tenaga kerja terbanyak ada pada staf kantor pusat sebesar 30%. Hal ini berkaitan dengan teknis, bahwa proses Sistem Resi Gudang membutuhkan tenaga administrasi yang cukup agar proses Sistem Resi Gudang lancar. Perusahaan juga membutuhkan adanya tenaga kerja di bagian keamanan yang bertugas untuk jaga malam. Hal tersebut dikarenakan salah satu syarat menjalankan usaha Sistem Resi Gudang yang ditetapkan undang-undang adalah adanya petugas keamanan. Kepala gudang bersama-sama staf gudang dan petugas gudang bertugas mengatur kelancaran administrasi gudang termasuk mengoperasikan berbagai macam peralatan yang dimiliki seperti mesin pengering, mesin penimbang, dan mesin pembersih padi.
 
Tabel 1. Jumlah tenaga kerja PT Petindo Daya Mandiri pada saat penelitian
 
Jabatan Jumlah Tenaga Kerja
( Orang ) Persentase (%)
Manager Umum 1 5
Manager 1 5
Staf kantor pusat 6 30
Kepala gudang 2 10
Staf gudang 4 20
Petugas gudang 3 15
Pembantu 1 5
Keamanan 1 5
Kuli 1 5
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
5. Teknologi
Teknologi adalah suatu upaya teknis dalam mendayagunakan suatu bahan baku menjadi suatu produk yang lebih bernilai secara ekonomis. Teknologi merupakan faktor yang tidak kalah penting dari faktor yang lain. Melalui teknologi akan dapat menaikan nilai tambah dari suatu produk. Teknologi di dalam Sistem Resi Gudang termasuk ke dalam teknologi modern, karena telah menggunakan berbagai macam mesin dan mendapatkan ISO 9001:2000. Adapun teknologi proses Sistem Resi Gudang dapat dijelaskan sebagai berikut :
 
 
 
 
 
Gambar 5. Proses pengolahan gabah sebelum masuk gudang.
 
Berdasarkan Gambar 5 dapat dijelaskan bahwa gabah hasil panen yang akan diresigudangkan dibersihkan menggunakan mesin pembersih (Dry Cleaner). Komoditas yang telah bersih dimasukkan ke mesin pengering (Dryer) sampai diperoleh gabah kering giling dengan kadar air 14%. Lamanya waktu pengeringan bisa mencapai empat belas jam. Kadar air 14% dapat diketahui melalui uji mutu yang dilakukan oleh lembaga uji mutu yang telah mendapat persetujuan Bappebti. Gabah kering giling tersebut kemudian masuk ke mesin penimbang. Setelah diperoleh bobot 50 kilogram gabah kering giling tersebut dikemas dalam karung. Gabah yang telah dibungkus karung tersebut kemudian dimasukan ke gudang. Di dalam proses pengolahan gabah ini, perusahaan dibantu oleh buruh kasar (kuli) untuk melakukan bongkar muat dan pengepakan.
C. Analisis Finansial PT Petindo Daya Mandiri dan Biaya yang Dikeluarkan Petani
 
1 Analisis Biaya dan Pendapatan PT Petindo Daya Mandiri
Berbagai macam biaya dikeluarkan perusahaan untuk menjalankan Sistem Resi Gudang. Biaya tersebut dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan antara lain: penyusutan, sewa gudang, sewa mess, tenaga kerja, belanja, listrik, dan telepon serta internet. BBM, bongkar muat, transportasi, sosialisasi, dan pengepakan merupakan biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan. Dari berbagai macam biaya tersebut, biaya tenaga kerja adalah biaya terbesar yang harus dikeluarkan perusahaan. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya petani yang mengikuti Sistem Resi Gudang pada saat penelitian sehingga biaya variabel menjadi relatif kecil. Adapun biaya yang dikeluarkan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 2, Total dari keseluruhan biaya mencapai Rp68.526.830,00 yang terdiri dari biaya tetap dan variabel. Total biaya tetap yang dikeluarkan PT Petindo Daya Mandiri per bulan mencapai Rp52.135.000,00. Biaya tetap ini terdiri dari tujuh macam yaitu biaya penyusutan, sewa gudang, tenaga kerja, belanja, listrik, telepon + internet, dan sewa mess. Biaya tenaga kerja termasuk dalam biaya tetap sebesar Rp30.750000,00. Tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja yang berada gudang dan dikantor mengurusi administrasi Resi Gudang dengan gaji bulanan. Jadi ada banyak atau sedikit jumlah komoditas yang diresigudangkan, tidak akan mempengaruhi gaji yang diberikan.
 
Tabel 2. Biaya per bulan yang dikeluarkan oleh PT Petindo Daya Mandiri pada saat penelitian
 
No Uraian Biaya Jumlah (Rp)
1. Biaya tetap
a) Penyusutan alat 12.433.333
b) Sewa gudang 7.500.000
c) Tenaga kerja 30.750.000
d) Belanja 400.000
e) Listrik 185.000
f) Telepon + internet 700.000
g) Sewa mess 166.667
Total biaya tetap 52.135.000
2 Biaya variabel
a) BBM 442.461
b) Bongkar muat 136.531
c) Transportasi 41.358
d) Sosialisasi 15.464.286
e) Pengepakan 307.194
Total biaya variabel 16.303.338
JUMLAH 68.526.830
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
Biaya variabel yang dikeluarkan perusahaan ada lima jenis yaitu biaya BBM, bongkar muat, transportasi, sosialisasi, dan pengepakan. Besarnya biaya variabel total dalam satu bulan pada saat penelitian adalah sebesar Rp16.303.338,00. Dalam hal mengelola komoditas sebelum masuk gudang, PT Petindo menggunakan jasa buruh kasar (kuli) untuk melakukan bongkar muat gabah termasuk pengepakan dengan sistem borongan. Biaya bongkar muat yang dikeluarkan pada saat penelitian adalah sebesar Rp136.531,00 perbulan dan Rp307.194,00 untuk biaya pengepakannya. Biaya BBM sebesar Rp442.461,00 adalah BBM yang digunakan untuk menjalankan mesin pengolah komoditas sebelum masuk gudang.
 
Tabel 3. Penerimaan, biaya, dan keuntungan per bulan PT Petindo Daya Mandiri pada saat penelitian
 
No Uraian Jumlah (Rp)
1 Penerimaan 3.299.496
2 Biaya total 68.526.830
3 Keuntungan - 65.227.334
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
Berdasarkan Tabel 3, penerimaan perusahaan dalam satu bulan pada saat penelitian hanya Rp3.299.496,00. Hal ini disebabkan masih sedikitnya petani yang mengikuti Sistem Resi Gudang. Sedikitnya petani yang mengikuti masih bisa dimaklumi karena Sistem Resi Gudang adalah hal baru di dunia pertanian Indonesia. Banyak sekali orang yang belum mengetahui hal tersebut termasuk para petani.
Biaya yang ditanggung perusahaan perbulan mencapai Rp68.526.830,00. Nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan penerimaan yang diperoleh. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa pada PT Petindo Daya Mandiri Mengalami kerugian. Besarnya kerugian yang ditanggung adalah sebesar Rp65.227.334,00. Perusahaan harus melakukan langkah-langkah penanggulangan agar tidak kembali merugi di masa yang akan datang.
Gabah adalah salah satu komoditas pertanian yang mengalami fluktuasi harga. Saat panen raya, harganya menjadi rendah dan kurang menguntungkan bagi petani sedangkan pada saat paceklik, harga menjadi tinggi. Pemerintah melalui Bulog melakukan stabilisasi harga sehingga fluktuasinya tidak terlalu tinggi. Hal ini berdampak pada penerimaan dan laba yang diperoleh petani yang mencoba Sistem Resi Gudang.
Mengganti komoditas gabah dengan komoditas yang lain adalah salah satu hal yang bisa dilakukan perusahaan agar banyak petani tertarik Sistem Resi Gudang. Salah satu contoh komoditas yang mengalami fluktuasi harga yang lebih tinggi dari gabah adalah jagung. Fluktuasi harga yang tinggi dari komoditas jagung dapat digunakan untuk menutup seluruh biaya yang dikeluarkan petani untuk mengikuti program pemerintah tersebut dan masih memberikan keuntungan. Saat panen raya harga jagung di daerah sekitar penelitian adalah Rp1.600,00 per kilogram sedangkan saat paceklik, harganya mencapai Rp3.200,00 per kilogram. Perbedaan harga sekitar Rp1.600,00 per kilogram jagung, bisa digunakan untuk menutup total biaya mengikuti Sistem Resi Gudang yang masih dibawah Rp552,20 per kilogram.
2 Analisis R/C Rasio
R/C rasio adalah perbandingan atau nisbah antara penerimaan dengan biaya. Analisis R/C ini digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengetahui penerimaan yang diperoleh setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. R/C sama dengan 1 berarti kegiatan usahatani sudah efisien. R/C lebih besar dari 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. R/C lebih kecil dari 1 berarti tiap unit biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh (Soekartawi, 2002). Semakin besar nilai rasio penerimaan dan biaya maka semakin besar penerimaan yang diperoleh. Hasil perhitungan R/C rasio pada PT Petindo Daya Mandiri pada saat penelitian tersaji pada Tabel 4.
 
Tabel 4. Rasio penerimaan dan biaya pada PT Petindo Daya Mandiri
No Uraian Nilai (Rp)
1 penerimaan 3.299.496
2 biaya total 68.526.830
3 R/C Ratio 0,048
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
Nilai R/C rasio berdasarkan Tabel 4 adalah sebesar 0,048 atau R/C < 1 yang berarti PT Petindo Daya Mandiri mengalami kerugian karena penerimaan lebih kecil daripada total biayanya. Hal ini berarti bahwa setiap Rp1.000.000,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp48.000,00. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan belum menguntungkan karena nilai R/C rasio lebih kecil dari 1.
Nilai R/C rasio yang diperoleh sangat kecil disebabkan penerimaan yang masih sangat sedikit. Penerimaan yang sedikit karena jumlah komoditas yang diresigudangkan memang masih sedikit. Pada saat penelitian, hanya ada sekitar tujuh puluh sembilan ton gabah yang masuk gudang padahal gudang tersebut mampu menampung hingga 1.500 ton.
3 Analisis Break Even Point (BEP)
Break Even Point merupakan kondisi pada saat penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Pada kondisi tersebut usahatani tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Analisis Break Even Point digunakan untuk mengetahui berapa besar volume produksi atau jumlah produk minimal yang harus dicapai agar suatu usaha tidak mengalami kerugian dan pada tingkat penerimaan berapa suatu usaha tidak mengalami kerugian. Nilai Break Even Point pada PT Petindo Daya Mandiri dapat dilihat pada Tabel 5.
 
Tabel 5. Nilai Break Even Point pada PT Petindo Daya Mandiri
No Uraian Nilai
1 Biaya Tetap 52.135.000
2 Biaya Variabel 16.391.830
3 Jumlah Biaya 68.526.830
4 Penerimaan per kg 290
5 Penerimaan total 3.299.496
BEP dalam unit (kg) 619.301
BEP dalam Rupiah 179.597.183
Sumber: Data primer diolah, 2008.
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai Break Even Point perusahaan dalam unit sebesar 619.301 kilogram. Nilai tersebut merupakan volume minimum yang harus dicapai perusahaan agar tidak mengalami kerugian maupun tidak memperoleh keuntungan. Rata-rata penyimpanan gabah pada saat penelitian adalah sebanyak 79.643 kilogram. Dengan demikian usaha yang dilakukan dalam posisi yang merugikan karena masih dibawah nilai Break Even Point.
Break Even Point volume penerimaan yang harus diterima oleh perusahaan adalah sebesar Rp179.597.183,00. Nilai tersebut merupakan penerimaan minimum yang harus dicapai perusahaan agar tidak mengalami kerugian maupun tidak memperoleh keuntungan. Penerimaan rata-rata yang diterima perusahaan adalah Rp3.299.496,00. Hal ini berarti bahwa penerimaan perusahaan ada di bawah nilai BEP, sehingga dapat dikatakan usaha yang dijalankan dalam kondisi merugi.
4 Biaya yang Dikeluarkan Petani
Pada saat penelitian, terdapat empat Resi Gudang. Resi Gudang tersebut adalah milik bapak Wiranto (Atas Nama dan atas perintah), bapak Drajat, dan bapak Kiro. Tarif dari Sistem Resi Gudang dapat dilihat pada Tabel 6 sedangkan jumlah biaya yang ditanggung oleh petani di Tabel 7.
Berdasarkan Tabel 6, terdapat lima jenis tarif didalam Sistem Resi Gudang. Perusahaan menerapkan tarif penyimpanan hanya Rp1,00 per kilogram per hari untuk komoditas yang disimpan. Semua pemilik Resi Gudang dikenai tarif Rp90,00 per kilogram gabah karena disimpan selama tiga bulan. Pengujian mutu dari komoditas yang disimpan dikenai tarif Rp5,00 per kilogram dan dilakukan oleh probis ujastama, sebuah perusahaan yang telah memperoleh persetujuan dari Bappebti.
 
Tabel 6. Tarif dasar dari Sistem Resi Gudang
No Jenis Tarif Jumlah
1 Penyimpanan Rp1,00/ kg/ hari
2 Uji mutu Rp5,00/ kg
3 Pengeringan (Dryer) Rp200,00/ kg output
4 Karung Rp1750,00/ karung
5 Transport Rp5,00/ km/ kg
Sumber: Data Primer Diolah, 2008.
 
Tarif karung sebesar Rp1.750,00 dikenakan kepada petani bila karung yang dibawa petani kurang memenuhi syarat. Satu karung yang digunakan mampu untuk menampung lima puluh kilogram gabah petani sehingga biaya untuk karung per kilogramnya adalah Rp35,00. Petani terkena biaya transportasi bila jarak yang ditempuh melebihi 20 km. Biaya transportasi yang diterapkan perusahaan adalah sebesar Rp5,00 per km.
Berdasarkan Tabel 7, ada lima jenis biaya yang dibayarkan petani ke perusahaan. Dari kelima biaya tersebut, biaya pengeringan (dryer) adalah yang terbesar. Hal ini dikarenakan perusahaan menerapkan tarif dasar paling besar sebesar Rp200,00 per kilogram output gabah. Tarif sebesar ini sudah termasuk biaya transportasi dari sawah ke gudang dengan jarak tempuh maksimal 20 km. Tarif transportasi untuk bapak Wiranto adalah Rp0,00. Hal ini karena gabah hasil panennya berada dekat dengan gudang penyimpanan. Perusahaan mengenakan biaya karung bila karung yang dibawa petani tidak memenuhi standar. Dari tabel 7 terlihat bahwa hanya karung Bapak Drajad yang memenuhi standar.
 
Tabel 7. Biaya yang dibayarkan petani ke PT Petindo Daya Mandiri
no jenis biaya Wiranto
(atas nama) Wiranto
(atas perintah) Drajat Kiro
1 penyimpanan 1.334.160 1.392.210 3.081.510 1.359.990
2 uji mutu 74.120 77.345 171.195 75.555
3 dryer 2.964.800 3.093.800 6.847.800 3.022.200
4 karung 530.250 542.500 0 530.250
5 transport 0 0 1.027.170 1.133.325
Jumlah 4.903.330 5.105.855 11.127.675 6.121.320
Banyaknya GKG (kg) 14.824 15.469 34.239 15.111
Biaya / kg 330 330 325 405,09
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
Biaya yang dikeluarkan bapak Wiranto untuk Resi Gudang berjenis Atas Nama yang dimilikinya adalah sebesar Rp4.903.330,00 dengan rata-rata biaya perkilogramnya adalah Rp330,00. Resi Gudang berjenis atas perintah milik bapak Wiranto mengeluarkan biaya sebesar Rp5.105.855,00 dengan biaya rata-rata perkilogramnya adalah sebesar Rp330,00. Bapak Drajat mengeluarkan biaya yang dibayarkan ke PT Petindo Daya Mandiri sebanyak Rp11.127.675,00 dengan biaya rata-rata per kilogramnya sebesar Rp325,00 sedangkan Bapak Kiro mengeluarkan biaya sebanyak Rp6.121.320,00 dengan biaya rata-rata per kilogramnya sebanyak Rp405,09.
Total biaya yang dikeluarkan para petani ke PT Petindo Daya Mandiri mempunyai nilai yang bervariasi. Hal ini karena adanya perbedaan biaya transportasi ke gudang dan karung yang harus dibayar. Bapak Drajat mengeluarkan biaya rata-rata terkecil dibandingkan yang lain disebabkan tidak adanya biaya karung yang ditanggung.
 
Tabel 8. Biaya yang dikeluarkan petani ke bank
no jenis biaya Wiranto Drajat Kiro
1 Provisi Bank 583.000 700.000 291.500
2 Asuransi jiwa 66.000 80.000 33.000
3 Notaris 500.000 300.000 250.000
4 Administrasi Bank 166.000 200.000 83.000
5 Mudharobah 2.400.000 6.500.000 1.200.000
Jumlah 3.715.000 7.780.000 1.857.500
Sumber: Data primer diolah, 2008
 
Berdasarkan Tabel 8, ternyata ada lima jenis biaya yang dikeluarkan petani jika menggunakan Resi Gudang miliknya untuk agunan di bank. Biaya terbesar yang dikeluarkan adalah mudharobah (bagi hasil). Biaya bagi hasil yang dikeluarkan bapak Wiranto adalah sebanyak Rp2.400.000,00 dan bapak Drajad mengeluarkan biaya bagi hasil sebesar Rp6.500.000,00 sedangkan bapak Kiro mengeluarkan biaya bagi hasilnya sebesar Rp1.200.000,00. Total biaya yang harus dikeluarkan bapak Wiranto ke Bank dengan jaminan dua Resi Gudang yang dipegangnya adalah sebesar Rp3.715.000,00. Total biaya yang harus dikeluarkan bapak Drajad sebanyak Rp7.780.000,00 kepada Bank yang sama sedangkan bapak Kiro mengeluarkan biaya sebesar Rp1.857.000,00. Adanya berbagai biaya tersebut membuat keuntungan petani semakin mengecil bahkan merugi.
Provisi bank adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terjamin kepada bank sebagai balas jasa pemberian garansi bank yang besarnya ditentukan berdasarkan suatu persentase tertentu dari jumlah atau nilai bank garansi menurut jangka waktu tertentu. Provisi yang dibayarkan bapak Wiranto sebesar Rp583.000,00 dan bapak Drajat mengeluarkan sebesar Rp700.000,00. Biaya provisi terkecil dikeluarkan bapak Kiro yaitu sebesar Rp291.500,00.
 
Tabel 9. Total biaya yang dikeluarkan petani
Uraian Wiranto Drajat Kiro
Biaya di Bank 3.715.000 7.780.000 1.857.500
biaya di PT Petindo 10.009.185 11.127.675 6.121.320
Total biaya 13.724.185 18.907.675 7.978.820
Total biaya per kg 453 552,2 528
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
Berdasarkan Tabel 9, total biaya yang dikeluarkan petani mempunyai nilai yang cukup besar. Jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan bapak Wiranto sebesar Rp13.724.185,00. Bapak Drajad mengeluarkan total biaya sebesar Rp18.907.675,00 sedangkan bapak Kiro mengeluarkan biaya sebesar Rp7.978.820,00.
Tabel 9 menunjukan bahwa biaya yang dikeluarkan ke PT Petindo Daya Mandiri mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan ke bank. Bapak Wiranto mengeluarkan biaya di PT Petindo Daya Mandiri sebesar Rp10.009.185,00 dari kedua Resi Gudang yang dipegangnya dan mengeluarkan Rp3.715.000,00 ke bank. Bapak Drajat mengeluarkan biaya di PT Petindo Daya Mandiri sebesar Rp11.127.675,00 dan mengeluarkan biaya ke bank sebesar Rp7.780.000,00. Bapak Kiro mengeluarkan biaya di PT Petindo Daya Mandiri sebesar Rp6.121.320,00 dan mengeluarkan biaya ke bank sebanyak Rp1.857.500,00.
Total biaya rata – rata per kilogram gabah dalam rangka mengikuti Sistem Resi Gudang mempunyai nilai yang bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh biaya transportasi dan karung yang dikeluarkan oleh petani. Bapak Wiranto mengeluarkan biaya rata – ratanya sebesar Rp453,00 dan Bapak Drajat mengeluarkan biaya sebanyak Rp552,20 sedangkan Bapak Kiro mengeluarkan biaya sebesar Rp528,00.
 
Tabel 10. Analisis penerimaan, biaya, dan pendapatan petani yang mengikuti Sistem Resi Gudang
 
Uraian Wiranto
(atas nama) Wiranto
(atas perintah) Drajat Kiro
Nilai awal 39.240.000 40.945.500 98.688.450 39.998.250
Nilai akhir 42.989.600 44.860.100 102.717.000 45.333.000
Penerimaan 3.749.600 3.914.600 4.028.550 5.334.750
Total biaya 6.760.830 6.963.355 18.907.675 7.978.820
Pendapatan -3.011.230 -3.048.755 -14.879.125 -2.644.070
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
Berdasarkan Tabel 10, semua komoditas milik para petani mengalami peningkatan harga jual dengan melakukan penundaan penjualan. Penundaan penjualan ini dilakukan dengan memasukannya kegudang dengan menggunakan pola Resi Gudang.
Bapak Wiranto sebagai salah satu petani yang telah meresigudangkan gabahnya, memperoleh penerimaan sebanyak Rp3.749.600,00 pada Resi Gudang berjenis Atas Nama yang dimilikinya. Resi Gudang berjenis Atas Perintah yang dimiliki bapak Wiranto memperoleh penerimaan sebanyak Rp3.914.600,00. Bapak Drajat dan Bapak Kiro juga memperoleh penerimaan dengan mengikuti Sistem Resi Gudang. Penerimaan yang diperoleh Bapak Drajat adalah sebesar Rp4.028.550,00 dan Bapak Kiro memperoleh penerimaan sebesar Rp5.334.750,00.
Pendapatan dari ke empat Resi Gudang mempunyai nilai negatif. Hal ini disebabkan biaya total yang ditanggung mempunyai nilai yang lebih besar dari penerimaan. Biaya total yang dikeluarkan Bapak Wiranto untuk Resi Gudang Atas Nama miliknya adalah sebesar Rp6.760.830,00 sehingga kerugian yang ditanggung adalah sebesar Rp3.011.230,00. Bapak Wiranto juga mengeluarkan biaya sebesar Rp6.963.355,00 pada Resi Gudang Atas Perintah miliknya dan mendapatkan kerugian sebesar Rp3.048.755,00. Hal sama dialami Resi Gudang milik Bapak Drajat dan Bapak Kiro. Rp18.907.675,00 adalah total biaya yang telah dikeluarkan Bapak Drajat dan menyebabkan kerugian sebesar Rp14.879.125,00. Bapak Kiro mengeluarkan biaya total sebanyak Rp7.978.820,00 dan menderita kerugian sebesar Rp2.644.070,00.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Menggunakan Sistem Resi Gudang
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi petani memanfaatkan Sistem Resi Gudang ada beberapa macam. Semua petani yang telah mengikuti Sistem Resi Gudang, menyatakan beberapa hal yang mempengaruhinya mengikuti sistem tersebut yang tersaji pada Tabel 11.
 
Tabel 11. Faktor-faktor yang mempengaruhi petani mengikuti Sistem Resi Gudang
 
Wiranto Drajad Kiro Karso tohidin Persentase (%)
Mengamankan harga X X X X X 100
Mempermudah kredit bank X X X 60
Jaminan mutu X 20
Ilmu dan pengalaman baru X X 40
Kemudahan transportasi X 20
Menjadi contoh X X X 60
Mencoba sistem pengelolaan yang baru X 20
Sumber: Data primer diolah, 2008.
 
1. Mengamankan harga pada waktu panen (menunggu harga tinggi)
Sama dengan daerah lainnya di Indonesia, pada saat panen harga komoditas pertanian di sekitar Kecamatan Rawalo menjadi rendah. Petani di sekitar Kecamatan Rawalo menunggu harga kembali tinggi dengan menyimpan komoditasnya di gudang. Hal ini akan meningkatkan penerimaan petani.
Seluruh petani yang telah mencoba Sistem Resi Gudang menyatakan bahwa salah satu alasan tertarik mengikuti sistem tersebut adalah mengamankan harga pada saat panen. Harga lebih tinggi yang diharapkan petani pada saat penelitian memang tercapai. Setelah disimpan selama tiga bulan, penerimaan yang diperoleh para petani menjadi lebih baik dibandingkan dengan menjualnya langsung saat panen raya. Namun sayangnya biaya yang harus dikeluarkan lebih besar dari kenaikan harga yang diharapkan. Biaya total yang lebih tinggi dari kenaikan penerimaan yang diperoleh menyebabkan petani merugi. Besarnya kerugian yang di derita dapat dilihat pada Tabel 10.
2. Mempermudah kredit dengan agunan Resi Gudang
Petani menghadapi berbagai hambatan dalam memperoleh fasilitas kredit, baik dari sektor formal maupun sektor informal, seperti tidak dimilikinya agunan bentuk fixed asset seperti tanah dan bangunan, adanya birokrasi dan administrasi yang berbelit - belit, kurangnya pengalaman bank dalam melayani wilayah pedesaan, tingginya biaya pinjaman dari sektor informal, tingginya tingkat risiko yang berhubungan dengan pengusaha atau produsen kecil, ketergantungan sektor formal terhadap kemampuan pemerintah. Demikian juga pada sektor informal yaitu tidak cukupnya dana yang tersedia, tingginya tingkat bunga, keterbatasan jangkauan sektor informal, lemahnya pengawasan dan tidak adanya kerjasama dengan sektor formal.
Resi Gudang yang merupakan tanda bukti penyimpanan komoditas, dapat digunakan sebagai agunan kepada bank karena tanda bukti tersebut dijamin dengan adanya persediaan komoditas tertentu dalam suatu gudang yang dikelola perusahaan pergudangan secara professional dan telah ada undang-undang yang mengaturnya. Hal ini tentu saja membuat peminjaman dana ke lembaga keuangan menjadi lebih mudah. Dana yang dapat diperoleh dari bank bisa mencapai 70% dari nilai barang yang tercantum dalam Resi Gudang tersebut. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan dari bapak Drajad, Kiro dan Karso tertarik mengikuti Sistem Resi Gudang.
Pinjaman dana dari bank yang diperoleh pada saat penelitian sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Besarnya pinjaman yang diperoleh bapak Drajad adalah sebesar Rp72.000.000,00 dan bapak Kiro mendapatkan pinjaman sebesar Rp30.000.000,00 sedangkan Resi Gudang berjenis atas nama milik bapak Wiranto mendapatkan pinjaman sebesar Rp30.000.000,00. Resi Gudang berjenis atas perintah milik bapak Wiranto juga mendapatkan pinjaman sebesar Rp30.000.000,00. Pinjaman tersebut dibagi untuk tiga orang pemilik komoditas yaitu bapak Karso, bapak Tohidin, dan bapak Wiranto sendiri.
3. Mutu barang lebih terjamin karena sistem yang digunakan oleh pihak pengelola gudang menggunakan ISO 9001:2000
ISO adalah suatu badan yang mengatur sertifikasi atau mengesahkan suatu standar. ISO merupakan singkatan dari International Standart Organization. ISO dibuat karena keinginan perusahaan dari berbagai macam bidang usaha untuk memuaskan pelanggannya, yaitu dengan cara meningkatkan kualitas kerja dan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. ISO bukan badan yang menciptakan standar, melainkan suatu badan yang menghasilkan cara untuk memastikan standar yang diikuti sejalan dengan laju perusahaan yang menggunakan standar yang dipilihnya.
ISO 9001:2000 adalah suatu standar international untuk sistem manajemen kualitas. ISO 9001:2000 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen kualitas, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ini dapat merupakan kebutuhan spesifik dari pelanggan, di mana organisasi yang di kontrak itu bertanggung jawab untuk menjamin kualitas dari produk-produk tertentu atau merupakan kebutuhan dari pasar tertentu, sebagaimana ditentukan oleh organisasi. (www.uph.edu, 2009)
Meskipun tidak ada definisi mutu yang dapat diterima secara umum, semuanya memiliki kesamaan, yaitu:
a. mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan;
b. mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan;
c. mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (sesuatu yang dianggap bermutu saat ini belum tentu dianggap bermutu di masa mendatang).
Komoditas yang disimpan menggunakan Sistem Resi Gudang, mempunyai spesifikasi mutu yang baik dan jelas. Spesifikasi ini merujuk pada standar nasional indonesia (SNI). Hal inilah yang membuat Bapak Kiro sebagai salah satu peserta Sistem Resi Gudang tertarik mengikuti sistem tersebut. Adapun spesifikasi kualitas dari barang yang disimpan, dapat dilihat pada Lampiran 2.
4. Mendapatkan pengalaman dan ilmu baru
Beberapa kali PT Petindo Daya Mandiri melakukan sosialisasi. Sosialisasi ini diikuti para pengurus kelompok tani sehingga mereka mengetahui adanya Sistem Resi Gudang yang merupakan hal baru di Rawalo dan sekitarnya.
Empat puluh persen responden menyatakan bahwa mendapatkan pengalaman dan ilmu baru adalah salah satu alasan mereka mau mencoba Sistem Resi Gudang. Beberapa ilmu yang mereka dapat antara lain pengetahuan tentang Sistem Resi Gudang, dan manajemen bertani serta paska panen.
5. Kemudahan transportasi
Pihak pengelola gudang telah menyediakan sarana transportasi untuk mengangkut hasil panen dari sawah ke gudang. Hal ini merupakan salah satu hal yang menarik Bapak Wiranto untuk mencoba Sistem Resi Gudang.
Petani tidak perlu repot mencari kendaraan untuk mengangkut hasil panennya. Hasil panen yang masih disawah akan langsung diambil petugas dari PT Petindo Daya Mandiri bila ingin di Resi Gudangkan.
 
6. Menjadi contoh bagi anggota kelompok taninya
Orang-orang yang telah mengikuti Sistem Resi Gudang adalah para pengurus kelompok tani masing-masing. Enam puluh persen responden menyatakan bahwa mereka mencoba Sistem Resi Gudang karena ingin menjadi contoh bagi anggota kelompok tani yang lain. Hal ini karena Sistem Resi Gudang merupakan hal yang baru bagi mereka. Berbagai hal yang diperoleh saat menyimpan komoditasnya di gudang menjadi bahan pertimbangan anggota kelompok taninya untuk mengikuti atau tidak.
7. Mencoba suatu sistem pengelolaan yang baru di bidang komoditas dengan barang komoditas sebagai jaminan
Komoditas hasil panen biasanya sulit menjadi barang jaminan di bank. Akan tetapi, petani akan mendapatkan sebuah surat berharga berisi keterangan barang yang disimpan dengan meresigudangkan komoditas hasil panennya. Surat berharga ini disebut Resi Gudang. Resi Gudang ini dapat dipakai sebagai jaminan untuk mengajukan pinjaman ke bank.
Bapak Drajad sebagai salah satu responden menyatakan bahwa salah satu alasan beliau tertarik mengikuti Sistem Resi Gudang adalah ingin Mencoba suatu sistem pengelolaan yang baru di bidang komoditas dengan barang komoditas sebagai jaminan.
 
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Sistem resi gudang adalah hal baru di Kabupaten Banyumas. Perusahaan yang menjalankan sistem resi gudang di Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas termasuk usaha skala besar karena mempunyai modal mencapai puluhan milyar rupiah. Tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 20 orang dan semua berasal dari luar keluarga. Teknologi yang digunakan sudah memenuhi standar ISO 9001:2000 dan output komoditas yang dihasilkan menggunakan Standar Nasional Indonesia.
2. Penerimaan perusahaaan yang menjalankan sistem resi gudang di Kecamatan Rawalo setiap bulan adalah sebesar Rp3.299.496,00 dengan biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp68.526.830,00 sehingga perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp65.227.334,00. Semua petani yang mengikuti sistem resi gudang mengalami kerugian. Besarnya biaya yang dikeluarkan mencapai Rp552,20 per kilogram.
3. Faktor - faktor yang mempengaruhi petani memanfaatkan Sistem Resi Gudang adalah menunggu harga tinggi, mempermudah kredit, ISO 9001:2000, ilmu baru, menjadi contoh, kemudahan transportasi, dan mencoba suatu sistem pengelolaan yang baru di bidang komoditas pertanian.
 
B. Saran
1. Bekerjasama dengan Pemda dan petugas PPL untuk melakukan sosialisasi yang lebih intensif di kalangan petani dan pedagang agar Sistem Resi Gudang sebagai salah satu program pemerintah lebih dikenal.
2. Menekan biaya yang dikeluarkan perusahaan terutama biaya sosialisasi dan mengganti komoditas pertanian yang akan diresigudangkan dengan komoditas yang mengalami fluktuasi harga yang lebih tinggi, misalkan komoditas jagung untuk wilayah tertentu.
3. Perusahaan menyampaikan faktor yang menarik dari Sistem Resi Gudang di dalam kegiatan sosialisasinya untuk meningkatkan jumlah pengguna yaitu harga tinggi yang akan diperoleh petani.
 
DAFTAR PUSTAKA
Bappebti. 2008. Manfaat Sistem Resi Gudang (on-line). www.bappebti.go.id. diakses 19 Februari 2008.
Bappebti. 2008. Himpunan Peraturan di Bidang Sistem Resi Gudang. Badan Pengawas perdagangan Berjangka Komoditi. Jakarta. 132 hal.
Batam Pos. 2007. Dukungan Bank Nasional Belum Riil (on-line). www.batampos.co.id. Diakses tanggal 26 Oktober 2007.
Depkominfo. 2007. Penerapan SRG Untuk Sejahterakan Petani dan UKM (on-line). http:// www.depkominfo.go.id. diakses 19 Februari 2007.
Indagagro. 2006. Pola Resi Gudang (on-line). http:// indagagro.jabarprov.go.id. diakses 19 Februari 2007.
Leapidea. 2008. Resi Gudang Untuk Petani (on-line). www.leapidea.com/ presentation?id=48. diakses 30 Oktober 2008.
Logika hati. 2009. Definisi Usaha Kecil Menengah (on-line). http:// www.logika-hati.com/ bisnis/ Definisi–Usaha– Mikro – Kecil – Menengah -UMKM.html. diakses tanggal 13 Mei 2009.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S, Yogyakarta. 305 hal.
Mulyadi. 1978. Akuntansi Biaya, Peranan Biaya dalam Pengambilan Keputusan edisi 2. BPFE UGM. Yogyakarta. 254 hal.
Riyanto, B. 2001. Pembelanjaan Perusahaan. BPFE UGM. Yogyakarta. 400 hal.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Perss, Jakarta. 110 hal.
Sugiyono. 2004. Statistik Non Parametris. Alfabeta, Bandung. 158 hal.
Supriyono, R.A. 1999. Akutansi Biaya, Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok. BPFE, Yogyakarta. 482 hal.
Sutrisno. 2009. Manajemen Keuangan: Teori, Konsep, dan Aplikasinya. Ekonosia. Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta. 369 hal.
Syamsuddin, L. 2004. Manajemen Keuangan Perusahaan. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.546 hal.
Tim penyusun. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, Jakarta.
UPH. 2009. Pengertian ISO (on-line). http://klik.uph.edu/ iso/whatISO.php. diakses tanggal 14 September 2009.
Wikipedia bahasa Indonesia. 2008. Resi Gudang (on-line). http://id.wikipedia.org/ wiki/Resi_gudang. diakses 31 Oktober 2008.
 
 
== Lihat pula ==