Jatinangor, Sumedang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k r2.6.4) (bot Menambah: map-bms:Jatinangor, Sumedang |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 12:
'''Jatinangor''' adalah sebuah [[kecamatan]] di [[Kabupaten Sumedang]], [[Provinsi]] [[Jawa Barat]], [[Indonesia]].
Nama Jatinangor sebagai nama kecamatan baru dipakai sejak tahun 2000-an. Sebelumnya, kecamatan ini bernama '''Cikeruh'''. Nama Jatinangor sendiri adalah nama blok perkebunan di kaki [[Gunung Manglayang]] yang kemudian dijadikan kompleks kampus sejumlah perguruan tinggi di sana. Dari Topografische Kaart Blaad L.XXV tahun 1908 dan Blaad H.XXV tahun 1909 yang diterbitkan oleh ''Topografische Dienst van Nederlands Oost Indie'', telah dijumpai nama Jatinangor di tempat yang sekarang juga bernama Jatinangor. Ketika itu, daerah Jatinangor termasuk ke dalam [[Afdeeling]] Soemedang, [[District]] Tandjoengsari (
== Klimatologi dan Geologi ==
Baris 33:
# Akuifer produktif sedang, berupa akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir, di bagian utara.
# Airtanah langka atau tidak berarti, berupa akuifer bercelah atau sarang dengan produktivitas kecil atau daerah airtanah langka, di bagian timur.
== Perkebunan ==
Perusahaan perkebunan di Jatinangor didirikan oleh Willem Abraham Baud pada tahun 1844. Perusahaan yang bernama Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen ini menguasai tanah seluas 962 hektar yang membentang dari tanah IPDN, tanah ITB, dan tanah UNPAD hingga Gunung Manglayang. Pada awal mulanya perkebunan ini hanya meliputi usaha perkebunan teh, tetapi kemudian juga ditambah dengan usaha perkebunan karet.
Willem Abraham Baud (1816 – 1879) adalah salah satu anak Jean Chrétien Baud (1789 – 1759) yang pernah menjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur (1833 – 1836), Menteri Kolonial (1840 – 1848), dan Menteri Kelautan (1840 – 1842). Pada tahun 1842, W. A. Baud pergi ke Jawa sesuai keinginan ayahnya agar dia meniti karier sebagai pegawai pemerintah di tanah jajahan. Tetapi kemudian dia menyadari bahwa mengelola usaha perkebunan akan membuat dirinya lebih cepat kaya daripada menjadi pegawai pemerintah. W. A. Baud kemudian berhasil mendapatkan kontrak untuk perkebunan teh di daerah Jatinangor di Priangan. Kontrak ini disetujui oleh pemerintah gubernemen di Batavia dalam dekrit nomor 2 pada tanggal 26 Agustus 1844 yang antara lain juga meliputi pinjaman bebas bunga dari pemerintah sebesar 42.409 Gulden.
Jan Jacob Rochussen yang pernah menjabat Perdana Menteri Belanda (1858 – 1860), Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur (1845 – 1851), dan Menteri Keuangan (1840 – 1843) melaporkan kejadian ini kepada Jean Chrétien Baud dalam sebuah surat dengan menulis : “Dia mendapatkan kontrak yang menguntungkan karena dia adalah putra seorang pejabat yang sangat disegani.” Sebagai abdi negara dan abdi raja, J. C. Baud merasa sangat kecewa karena ulah anaknya ini dan membalas surat J. J. Rochussen dengan menulis : “Sistem kontrak dan persentase ... memadamkan rasa hormat pegawai pemerintah dan mendewakan Mamon (Dewa Kekayaan). Apa ada bukti lain yang lebih baik mengenai hal ini selain dari sikap anak saya ?”
== Pendidikan ==
Saat ini Jatinangor dikenal sebagai salah satu kawasan [[pendidikan]] di Jawa Barat. Pencitraan ini merupakan dampak langsung pembangunan kampus beberapa institusi [[perguruan tinggi]] di kecamatan ini. Perguruan tinggi yang saat ini memiliki kampus di Jatinangor yaitu :
# [[Universitas Padjadjaran]] (UNPAD) di Desa Hegarmanah dan Desa Cikeruh
# [[Institut Pemerintahan Dalam Negeri]] (IPDN) di Desa Cibeusi. Sebelumnya institut ini bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
# [[Institut Koperasi Indonesia]] (IKOPIN) di Desa Cibeusi.
# [[Institut Teknologi Bandung]] (ITB) di Desa Sayang. Sebelumnya kompleks Kampus ITB Jatinangor merupakan kompleks Kampus [[Universitas Winaya Mukti]] (UNWIM).
Seiring dengan hadirnya kampus-kampus tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik dan mental yang pesat. Sebagaimana halnya yang menimpa lahan pertanian lain di Pulau Jawa, banyak lahan pertanian di Jatinangor yang berubah fungsi menjadi rumah sewa untuk mahasiswa ataupun pusat perbelanjaan.▼
▲Seiring dengan hadirnya kampus-kampus tersebut, Jatinangor juga mengalami perkembangan fisik dan
== Objek Penting ==▼
Menara jam – yang sering disebut Menara Loji oleh masyarakat sekitar – itu dibangun sekira tahun 1800-an. Menara tersebut pada mulanya berfungsi sebagai sirene yang berbunyi pada waktu-waktu tertentu sebagai penanda kegiatan yang berlangsung di perkebunan karet milik Baron Baud. Bangunan bergaya ''[[neo-gothic]]'' ini dulunya berbunyi tiga kali dalam sehari. Pertama, pukul 05.00 sebagai penanda untuk mulai menyadap karet; pukul 10.00 sebagai penanda untuk mengumpulkan mangkok-mangkok getah karet; dan terakhir pukul 14.00 sebagai penanda berakhirnya kegiatan produksi karet.▼
Objek bersejarah di Jatinangor berupa menara jam di lingkungan kampus ITB (sebelum tahun 2011 merupakan kampus UNWIM) dan Jembatan Cikuda yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jembatan Cincin.
▲Menara jam
Sekira tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah
Jembatan di Cikuda
Sebagaimana halnya dengan Menara Loji, tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini. Baik Pemda Sumedang maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia) – dua pihak yang cukup berkepentingan dengan Jembatan Cincin – menyatakan bahwa pemeliharaan Jembatan Cincin tidak termasuk dalam tanggungjawabnya. Menurut PT KAI, jembatan ini tidak pernah diperbaiki karena sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan menurut Dinas Budaya dan Pariwisata
== Lalu-lintas ==
Baris 64 ⟶ 69:
== Referensi ==
* Bervoets, J. A. A.; 1990, ''Inventaris van het archief van de Maatschappij tot Exploitatie der Baud-Landen 1920-1944'', Nationaal Archief, Den Haag.
* Fasseur, Cornelis; ''The Politics of Colonial Exploitation : Java, the Dutch, and the Cultivation System'', Southeast Asia Program Publications – Cornell University Press.
* Silitonga, P. H.
* Tia dan Aci
▲* Tia dan Aci, 2004, ''Saksi sejarah nan Terabaikan.'' dalam Jatinangor, edisi XIV, tahun VII, September 2004, halaman 15.
▲* Silitonga, P. H., 1993, ''Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa'', Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
{{Jatinangor, Sumedang}}
|